Part 4

115 22 0
                                    

Gadis yang berzodiak Leo itu berjalan menyusuri koridor kelas menuju taman belakang sekolah. Dengan novel yang baru saja ia beli kemarin, ia siap melewati hari-hari yang membosankan itu. Ravayla memasang earphone di telinganya dan mulai memutar lagu dari ponselnya. Ravayla mulai membaca novelnya sambil sesekali bersenandung pelan mengikuti lagu yang tengah ia dengarkan. Ravayla menghentikan segala kegiatannya kala angin mengusap kulit putihnya. Sejuk. Rambut sebahunya menjadi berantakan karena sapuan angin itu. Ia tak peduli akan hal itu dan malah menutup matanya dan mulai merenungi nasib cintanya. Mengapa Tuhan menjadikan kisah cintanya begitu menyakitkan? Mengapa Tuhan tak adil kepadanya?

Kilatan cahaya berhasil menghalangi dirinya untuk lebih lanjut menyalahkan Tuhan. Ravayla mengedarkan pandangannya ke sekeliling untuk mencari asal cahaya itu. Tak ada siapa-siapa di sini, hanya dirinya. Iya, hanya dirinyalah yang cukup –-sangat berani duduk sendirian di bawah pohon beringin itu. Seperti sekolah-sekolah pada umumnya, sekolah Ravayla juga memiliki cerita-cerita horror. Konon ceritanya, dulu ada seorang tukang kebun sekolah yang tiba-tiba menghilang. Tukang kebun sekolah itu baru di temukan seminggu kemudian dengan kondisi tak bernyawa di depan pohon itu. Ravayla bukanlah orang yang gampang percaya dengan rumor-rumor seperti itu, namun mengingat dari mana asal cahaya itu membuat Ravayla bergidik ngeri.

"Permisi,gak maksud ganggu kok, Mbah. Kita kan best friend hehehe." Dalam keadaan takut pun Ravayla masih bisa bercanda. Diusapnya batang pohon itu dengan tangan yang gemetar. setelah itu dia lari dengan kecepatan yang hampir menyamai kecepatan singa yang sedang mengejar mangsanya. Hingga sesampainya dikelas ia baru menyadari jika novelnya tidak ikut berlari bersamanya.

"Novel baru gue," desahnya frustasi.

***

Lelaki itu mengarahkan kameranya pada wanita yang tengah duduk di bawah pohon beringin itu. Ia mengambil gambar sang gadis saat angin dengan nakal memainkan rambut gadis itu. Kilatan cahaya dari kameranya membuat gadis itu membuka matanya. Bego, kok gue lupa matiin flash-nya, sesalnya. Dengan sigap ia bersembunyi di balik gedung. Entah apa yang sebenarnya terjadi hingga sang gadis berlari terbirit-birit. Lelaki itu berjalan menuju pohon beringin tua itu dan menemukan sebuah novel.

Ravayla perizga. Lelaki itu tersenyum tipis sambil tetap menatap nama pemilik novel tersebut.



7thTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang