Bagian 9

70.4K 4.1K 55
                                    

"Ma, dia bukan pacar aku. Lepaskan tangan kamu itu sekarang, Lena, sebelum aku usir kamu dari sini." Wanita itu terlihat kaget dengan nada keras Rey, dan melepaskan tangan Rey. Mamanya Rey terlihat bingung dengan pernyataan Rey. Beberapa tamu terlihat tertarik dengan adegan drama mereka.

Sadar bahwa mereka menarik perhatian tamu Rey menarik tangan mamanya dan meninggalkan Lena si ular phyton yang menghentak-hentakkan kakinya seperti anak kecil. Gila, aku sih udah nggak punya muka ditolak terang-terangan gitu.

"Rev, kamu nggak pa-pa?" tanya Mbak Dina yang ada di sebelahku.

"Nggak pa-pa, emang kenapa?" Aku ganti bertanya padanya.

"Jangan pura-pura bodoh, bibir kamu udah maju berapa senti, tuh? Rasanya cemburu, gimana? Kayak pizza apa es krim?" goda Mbak Dina.

"Rasanya kaya bon cabe level 10!" Aku mengerucutkan bibirku kesal, berbeda dengan Mbak Dina yang terlihat menikmati jawabanku.

"Acaranya udah mulai, tuh!" kata Mbak Dina. Aduh, acara mulai, alamat ngantuk nih. Aku melihat Rey yang sedang memberikan beberapa kata sambutan di podium yang sudah disediakan. Aku tidak terlalu mendengarkan apa yang dia katakan, aku masih kesal.

"Dan saya ucapkan terima kasih kepada kekasih saya yang selalu memberi warna dan semangat baru dalam hidup saya, thank you my Sweet. Ingat, jangan nakal!" Pernyataan itu sukses membuat perhatianku kembali pada podium. Aku mendengar suara tawa dari beberapa tamu undangan saat Rey mengatakan itu, tapi beberapa tamu justru melihat sekeliling mereka untuk mencari siapa wanita yang dimaksud.

Memalukan, untung mereka tidak tahu siapa yang dia maksud. Aku memelototi Mbak Dina yang sedang tertawa juga. Apa-apaan itu? Aku udah jadi gadis manis malam ini, justru Rey yang perlu dipertanyakan kelakuannya.

"Aku yakin ini jadi berita heboh, bahkan berita peresmian hotel ini pasti kalah sama berita siapa kekasih seorang Reynald Massimillano. Apa perlu aku mewawancaraimu sekarang?" bisik Mbak Dina padaku.

"Mbak, jangan macam-macam, deh!" Aku memperingatkannya. Lagian siapa yang tahu kalau malam ini adalah malam terakhir hubungan kami. Malam pertama aja belum kebayang udah keburu malam terakhir.

"Hai!" sapa seorang dari dua laki-laki yang yang menghampiri meja kami. Aku melihat Mbak Dina, kali aja kenalan dia. Tapi, sepertinya dia juga nggak kenal.

"Eh, hai!" balas Mbak Dina kikuk. Maklum sih, ganteng orangnya. Yang menyapa kami tadi kayaknya orang Indonesia asli. Tapi temannya kayaknya indo, matanya biru gitu. Aku hanya tersenyum membalas sapaan mereka.

"Boleh duduk di sini?" tanyanya. Tipe modus nih orang, tempat masih banyak.

"Iya, silahkan!" kata Mbak Dina mempersilakan.

"Terima kasih. Oh, ya, saya Ben dan ini Luke," katanya memperkenalkan diri.

"Dina," kata Mbak Dina menyambut uluran tangan Ben. Aku melihat Mbak Dina yang sepertinya terpesona dengan laki-laki di depannya. Itu tangan kena lem tikus? Lama banget. Suara deheman di depanku mengalihkan perhatianku dari mereka berdua.

"Can i know your name, Sweetheart?" tanya laki-laki di depanku, aku kira pendiam tahunya tipe-tipe perayu juga.

"Reva." Aku mengulurkan tanganku menjabat tangannya. Tidak lupa dengan tersenyum kecil. Meskipun agak maksa, sih.

"Luke. Aku heran, kenapa wanita cantik seperti kalian sendiri saja?" tanya Luke setelah memperkenalkan dirinya.

"Kami berdua wartawan yang meliput acara peresmian ini," jawab mbak Dina.

"Ah, cantik dan pintar!" komentar Ben. Mbak Dina tersipu mendengar komentar itu. Dari situ percakapan mulai mengalir, rupanya Ben itu General Manager dari Massimillano Hotel di Jakarta. Sedangkan, Luke merupakan staf IT di Massimillano Corp dan juga teman Rey, yang kenal sejak masa kuliah. Yang aku tahu hanya itu, percakapan lainnya udah nggak jelas karena konsentrasiku juga terbagi untuk mengamati pesta ini.

Crazy CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang