Dear problem, I hope you go

59 1 0
                                    

Jessie pov

" Kau tidak akan pernah mengerti. Jadi diam saja "

" Oh! Jadi kau Tuhan?! Yang mengetahui semuanya tanpa melihatnya? Dengar ya. Aku yang selalu berada disampingnya. Sedangkan kau?! Kau hanya sibuk dengan pekerjaan sialanmu itu dan pulang dengan mulutmu yang bau dengan anggur "

" Sudah ku bilang Maria! Kau. tidak. tahu. apa. apa. Kau juga sibuk dengan pekerjaanmu bukan?! Jadi lebih baik kau tutup mulutmu itu "

" Mengapa harus aku yang menutup mulutku? Mengapa tidak kau saja yang menutup mulutmu hah?! "

Plakk...

" Ya Tuhan, bantu aku. Mengapa aku harus mendengarnya? Bisakah mereka melakukannya secara bersembunyi? " Ucapku pada diriku sendiri.

Ya, aku baru saja mendengar suara sialan itu. Suara yang sangat amat aku benci. Suara dimana orang tua ku saling mempertahankan egonya masing - masing, tanpa adanya kedewasaan. Tanpa segan untuk menyakiti satu sama lain. Tapi, apakah mereka pernah berfikir? Siapa yang paling tersakiti saat mereka seperti ini? Ku rasa tidak. Karena mereka tak akan pernah memikirkan itu.

Jawabannya sudah pasti aku. Aku lah yang paling tersakiti saat mereka seperti itu. Bagaimana tidak? Mereka bertengkar mempeributkan tanggung jawab yang harusnya dilakukan keduanya. Tanggung jawab untuk memberikan perhatian kepada diriku. Tidak kah itu miris? Seolah - olah aku membebani mereka. Seolah - olah aku lah penyebab mereka beradu mulut setiap harinya. Seolah - olah aku lah penyebab pulangnya ayah dengan mulutnya yang bau anggur.

Entah untuk apa aku hidup. Semuanya tanpa arah. Tanpa tujuan. Aku pasrah. Menyerahkan semuanya pada Tuhan. Berharap bintang menyampaikan setiap halusinasiku pada Tuhan. Berharap bulan mendengarkan keluh kesahku dan memberikan salah satu bintangnya untuk menemaniku.

Sudahlah. Aku lelah. Semuanya hanya harapan. Lebih baik sekarang aku menutup mataku dan kembali lagi pada harapan dan halusinasiku -yang ku harapkan bisa jadi nyata. Sekali lagi, hanya berharap- .

***

Aku melangkahkan kakiku dikoridor sekolah ini malas. Lihatlah beberapa murid dilantai 3 sana. Semuanya asik pada lawan jenisnya. Bukankah ini masih terlalu pagi untuk melakukan itu? Tidak. Aku tidak iri sama sekali. Memang ini bukanlah urusanku. Apalagi mereka adalah kakak kelas disini. Jadi, tidak pantas bukan jika adik kelas mengurusi urusan kakak kelas? Walau pada kenyataannya itu salah. Aku punya mata, begitu juga dengan yang lainnya. Jadi sebenarnya wajar saja kalau kami mengurusi mereka, karena itu memang mengganggu. Namun itulah 'hukum kakak kelas', sampai sekarang belum ada yang berani melakukannya.

Tak terasa aku sudah sampai dilantai 2. Di depan kelas ku. Aku langsung melangkahkan kakiku kemudian meletakkan tas ku di kursi paling belakang di pojok kiri, kemudian duduk. Lalu apa yang harus ku lakukan setelah duduk? Diam kah? Atau membuat hayalan lagi? Atau tidur mungkin?. Tidak - tidak. Aku tidak akan melakukan semua itu. Hm. Mungkin ada baiknya jika aku memeriksa lokerku. Aku menyimpan beberapa novel disana. Aku memang sengaja meletakkannya disana, agar aku bisa membacanya saat sedang seperti ini. Ya, mungkin itu lebih baik.

Author pov

Jessie menuruni anak tangga itu satu persatu. Pihak sekolah memang sengaja memberikan fasilitas loker siswa yang diletakkan diletakkan di lantai 1. Jessie berjalan menuju loker nomor 1002. Ya, itu lokernya. Dimana letaknya bersebrangan dengan ruangan loker kelas XII IPA. Tak jarang ia mendapat sinisan dari kakak kelasnya yang sering tertangkap basah sedang berciuman dengan pacarnya. Hal itu jelas saja sering terjadi. Bagaimana tidak? Hampir setiap saat Jessie merasa bosan, dan itu berarti setiap saat juga ia harus mengambil novel dari lokernya. Bahkan Jessie pernah diajak berciuman dengan kakak kelas yang bisa dibilang tampan, saat ia tertangkap sedang melihat teman dari kakak kelas tampan tadi sedang beciuman. Dan jelas saja Jessie menolaknya dengan tamparan reflek yang disengajakan keras.

Jessie langsung mengambil novelnya, dan membuang jauh kejadian - kejadian yang memenuhi pikirannya tadi. Ia melangkahkan kakinya keluar tempat penyimpanan loker ini dan--- Astaga! Baru saja Jessie membuang yang ada dipikirannya tadi. Sekarang didepannya sudah ada dua insan yang tengah menikmati ciuman mereka. Ia mengenali dua orang itu. Ia pun menundukkan kepalanya dan tetap berjalan melewati mereka. Ya Tuhan, mengapa yang ini berbeda?

***

Hiii!!!
It's my first story in my wattpad
I hope you like it 😁
Love you
-Valen 💓

Dear Problem,Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang