Dear Problem, Lemon.

15 0 0
                                    

" Serius? Kau membawanya sekarang? " Ucap Mary yang menurutku sedang bingung bercampur dengan kaget mungkin.

Aku hanya menganggukkan kepalaku kemudian aku mengambil kotak nasi didalam tas yang ada di meja tempat kami mengobrol. Dia menggelengkan kepalanya ketika aku membuka kotak nasi itu.

" Kau begitu polos, Jess. Aku serius, ini lebih menakjubkan dari seorang bayi bisa memangil kedua orang tuanya. Aku--- aku. Uh! Bahkan aku tak bisa berkata apa - apa lagi Jess " Ucapnya lagi dengan frustasi yang sedikit meningkat.

Hey, ayolah. Apa aku salah? Oke aku akan menceritakan pada kalian dari awal.

Jadi begini, jam istirahat pertama tadi membuatku berkenalan dengan seorang perempuan dengan rambut panjang coklat tuanya, mata biru laut, dan kulitnya yang putih. Namanya Mary Carlgy. Kelasnya berada tepat di sebelah kelas ku. But you know, i always with my novel. So, i don't know who she is. Tiba - tiba saja dia menghampiri ku ke kelasku, dan menanyakan tentang salah satu penulis novel yang bernama Jhon Green dengan alasan untuk menyelesaikan tugas pengamatannya. Aku tidak mengenalnya sama sekali. Dan anehnya, kami cukup lama mengobrol. Awalnya aku kesal dengan sikapnya yang seolah - olah adalah teman dekatku. Bahkan teman - teman sekelasku menunjukkan ekspresi kagetnya saat melihatku yang begitu lama mengobrol dengan Mary yang memang cukup terkenal dengan bodynya yang memang cocok dengan eksulnya, Modeling. Sampai akhirnya, ia memutuskan untuk melanjutkan percakapan kami di kantin saat bel istirahat yang ke-2 nanti. Dan kami memang mengobrol. Namun beda topik. Ia menjelaskan tujuan sebenarnya ke kelasku tadi.

Jadi kemarin, ia baru saja menjalin hubungan lebih dari teman - pacaran - dengan teman sekelasku. Yang ku tahu, laki - laki yang satu ini memang terkenal dengan kemampuannya dibidang basket. Namanya Matius Alexsander. Pasangan cocok ku rasa. Sekarang sudah jelas bukan? Ku rasa kalian sudah bisa menebaknya. Dia ke kelasku hanya untuk melihat kekasihnya itu. Kemudian kalian tahu, pembicaraan berubah menjadi sebuah wawancara. Dia melemparkan semua pertanyaan yang ada di otaknya mengenai Matius. Dan aku? Aku memutuskan untuk melanjutkannya sepulang sekolah. Dan itu saat ini. Jadi sekarang, kami sedang berada di kantin. Entah sudah berapa gelas yang sudah ku habisi isinya.

Pertama aku menjawab semua pertanyaan Mary, dan setelah itu aku memutuskan untuk bergantian. Aku yang bertanya tentang pengalaman berciumannya. Dan aku sempat kaget, karena jawabannya di luar dugaanku. Katanya, sebelum ia berpacaran dengan Matius, mereka sudah sering melakukan ciuman. Bahkan mereka pernah hampir 'terlalu menikmati'. Maksudku mereka hampir melakukan hubungan badan. Namun semuanya tidak terjadi, karena Mary menyadari kesalahan nafsunya. Dan betapa kagetnya dia ketika aku menceritakan pengalaman ciuman pertamaku, yang mengharuskan ku membawa lemon yang aku letakkan di kotak nasiku.

" Jadi aku harus apa? " Ucapku yang masih penasaran.

" Oh, Jess. Ku akui ciuman pertamamu pasti sangat nikamat dan juga mengesankan. Namun bukan berarti kau harus membawa lemon kupas setiap hari. Ku pikir kau kelewat polos. Ku beri tahu saja ya, kelemahan mereka hanya terletak di sini " Ucapnya sambil menunjuk bibirnya sendiri.

" Saat bibirmu berada didepan wajahnya dengan jarak 5 cm saja, ku yakin Gabriell pasti akan melumatnya rakus. Ku akui, bentuk bibirmu jarang dimiliki orang lain " Lanjutnya lagi.

" Oh, ku rasa cukup. Senang bertemu denganmu Mary. Gabriell sudah menunguku di parkiran " Ucapku yang mulai sedikit geli dengan obrolan gila ini sambil berdiri.

" Oh, tentu. Senang bertemu denganmu juga. Dan - oh, hai! " Ucapnya sambil berdiri dan melambaikan tangannya. Matanya menuju seseorang di belakangku. Dan itu Matius. Benar saja, Matius langsung menghampiri Mary yang sudah berdiri kemudian memeluknya. Aku memperhatikan mereka dan Mary sedikit melirikku. Kemudian dia mendekatkan bibirnya ke dekat bibir Matius.

Dear Problem,Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang