Dear problem, Can i back?

44 1 0
                                    

Setelah mendapat tantangan itu, tanpa ragu Jhons memiringkan kepalanya dan mulai mendekati wajah Melvira. Melvira menutup matanya, seraya menahan nafasnya. Berharap Jhons menciumnya. Setelah itu, ia dapat membuktikan pada siapapun, bahwa menurut Jhon, dia lah yang paling cantik. Jhon semakin memiringkan wajahnya, dan mendekat kearah Melvira. Namun semuanya sirna, ketika Jhon meneruskan wajahnya pada perempuan yang ada disamping Melvira, kemudian menempelkan bibirnya disana.

" Sialan! Andai saja aku jadi Melvira, sudah ku congkel matamu Jhon. Ugh! Kenapa alurnya harus begini sih?! "

" Bisakah kau tutup mulut cemprengmu itu? Kau seperti orang gila yang berbicara sendiri "

" Apa urusan mu? Pindah saja ke meja lain jika tak ingin mendengarku. Ini aku, kau tidak berhak mengaturku " Gerutu Jessie sambil meneruskan kegiatan membaca novelnya.

Sekarang sudah jam pelajaran ke-2, namun belum ada satu guru pun yang masuk ke dalam kelas Jessie. Kalau di dengar dari beberapa mulut perempuan - perempuan gosip di kelas ini, katanya para guru sedang mengadakan rapat. Kabar baik bukan? Para perempuan gosip bisa melanjutkan obrolan omong kosongnya, para perempuan malas melangkahkan kakinya ke kantin, bahkan perempuan rajin pun sudah sibuk dengan ponselnya. Para laki - laki berlomba untuk sampai ke lapangan bola terlebih dahulu agar lapangannya tidak direbut oleh kelas lain. Tapi itu semua tidak berlaku pada Jessie dan juga laki - laki yang duduk di depannya. Setau Jessie, laki - laki ini selalu ikut bermain bola dengan teman laki - laki lainnya. Mungkin dia sedang bermasalah, belakangan ini ia selalu berdiam diri di kelas dan juga selalu menduduki kursi yang berada di depan Jessie. Biasanya, meja itu diduduki oleh teman sekelas Jessie yang bernama Kenan. Laki - laki bodoh, dengan gaya kampunganya yang selalu ia sombongkan. Ew! Membayangkannya saja membuat siapapun ingin muntah.

" Bisa kah kau menghentikan kegiatan bodoh mu itu? Itu membosankan, serius. Kalau ingin terus ada didekat ku, tidak usah memaksakan melakukan hal membosankan seperti itu. Kau tau? Kita bisa mengobrol, bahkan berciuman kalau kau mau " Ucap laki - laki yang menduduki kursi di depan Jessie.

Awalnya Jessie membiarkan laki - laki itu dan tetap fokus dengan novelnya. Namun itu tidak bisa ia lanjutkan karena ia mendengar kata 'ciuman' yang terlontar dari mulut laki - laki bajingan yang ada didepannya ini.

" Ku pikir kau sudah gila? Atau memang semua laki - laki dikelas ini mempunyai satu nenek moyang yang sama mungkin? " Ucap Jessie sambil menatap sinis laki - laki itu.

" Apa maksudmu? "

" Ku pikir kau sudah tau, bahwa semua laki - laki dikelas ini mempunyai kepercayaan diri tingkat dewa "

" Maaf, tapi aku bukan percaya diri tadi. Itu kenyataan. Akui saja kau memaksa membaca novelmu itu karena kau ingin terus didekat ku "

" Sekarang aku tau, kau memang bukan percaya diri tadi "

" Karena aku betul bukan? "

" Karena kau gila, sialan! Dan yang perlu kau catat, aku bukan perempuan murahan yang mau dicium siapa saja seperti dirimu "

" Hey! Aku laki - laki, bukan perempuan "

" Itu hanya dilihat dari potongan rambutmu. Kelakuan dan perkataanmu barusan membuktikan keperempuanan mu. Bahkan kau adalah perempuan bajingan " Ucap Jessie sambil meninggalkan laki - laki yang diragukan jenis kelaminnya itu.

***

Jessie pov

Sialan. Mengapa semua laki - laki di sekolah ini mudah sekali untuk mengajak ciuman? Apa karena ini di luar negeri? Ku rasa kau tau. Disini ciuman adalah hal yang biasa.

Aku memang berasal dari negara Indonesia. Makanya aku menyebut 'luar negeri' tadi. Dan kau tau? Aku merindukan negara asalku. Aku rindu dimana semuanya berjalan dengan baik. Aku rindu dimana semuanya berjalan dengan damai. Aku rindu tempe orek yang selalu dimasak ibu dulu. Aku rindu dimana ayah mengajak kami ke Monas untuk membeli kerak telor. Namun, semuanya harus berhenti ketika ibu sudah mendapatkan pekerjaan, dan ayah juga memutuskan untuk pindah dengan alasan agar dekat dengan tempat ibu bekerja.

Waktu itu, semuanya masih berjalan seperti yang di Indonesia. Kemudian ayah melamar kerja dan mendapatkannya. Hingga akhirnya, mereka mulai sibuk dengan pekerjaannya masing - masing. Aku masih menerimanya, pada saat itu. Namun aku menyerah dan tak dapat melakukannya lagi. Aku tidak bisa menerimanya lagi. Saat mereka tetap sibuk dihari ulang tahunku. Saat mereka tetap sibuk saat aku mengambil piagam sebagai murid terkreatif satu kota ini di gedung pertemuan. Saat mereka tetap sibuk saat aku membutuhkan bimbingannya. Ya Tuhan, beri tahu mereka. Aku membutuhkan perhatian mereka. Aku membutuhkan kasih sayang mereka. Aku membutuhkan  bimbingan mereka. Bukan harta mereka yang melimpah.

Tunggu! Kenapa semua murid di taman ini berlari? Ya, aku memang di taman ini sedari tadi. Bukan kah jam ke-3 adalah jamnya istirahat? Bahkan bel istirahat saja belum berbunyi. Lalu mengapa mereka berlari? Oh, astaga. Ini gerimis. Pantas saja mereka berlari. Tapi menurutku mereka berlebihan. Mereka berlari seolah sudah hujan besar. Sudah lah dari pada memikirkan mereka, lebih baik aku pergi dari sini.

***

Sorry for the typos,
Love youu 💓
-Valen👅

Dear Problem,Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang