Alone

59 9 8
                                    

*Siva POV

"Sepertinya aku sudah sangat merepotkan mu. Aku tak bisa selamanya tinggal di rumah mu. Kamu terlalu baik buat ku." Ucap ku .

"Mengapa kamu bicara seperti itu? Aku dan keluarga ku sama sekali tidak keberatan jika kau tinggal bersama kami di rumah ini." jelas Irvan.

"Ah kamu ini tidak mengerti ya, apa kata orang nanti, pokoknya aku harus pergi." balasku.

"Kamu mau pergi kemana? Atau bagaimana kalau kamu tinggal di rumah ku yang satu nya lagi? Masih bagus kok. Jika kamu kesepian nanti aku bilang ke Mbok Tina buat jadi pembantu disana." tawarnya.

"Tuh kan, belum juga 1 menit, aku sudah merepotkan mu lagi.." keluh ku.

"Kali ini kamu gak boleh nolak! Ayah dan Ibu ku pasti setuju kok. Udah tenang saja." jelasnya.

"Mm.. Mau gimana lagi. Ya sudah terima kasih banyak ya Van?." ucap ku.

"Iya sama sama. Hehe." balasnya.

Sekarang, aku pun tinggal di rumah yang Orang tua Irvan berikan untukku. Keluarga itu memang sangat baik padaku. Aku tak mengerti..

Tidak seperti orang biasanya jika di rumah baru akan senang, aku malah tambah kesepian. Aku tak tau apa yang harus ku lakukan. Aku telah kehilangan semua orang yang aku sayang. Hidup ku sekarang sudah berantakan. Aku jadi tak semangat menjalani hidup. Sekarang, aku jadi sulit bersosialisasi dengan orang orang dan tidak ingin terlalu dekat dengan orang lain. Siapapun itu. Karena jika hal buruk itu terjadi dua kali, rasanya aku tidak akan memaafkan diriku sendiri.

Mama benar benar sudah meninggal. Dan ternyata tempat pemakaman nya tidak jauh dari rumah ku yang ini. Aku pun menuju ke sana dengan berjalan kaki.

Sampailah aku disana. Angin sepoy sepoy merasuki tubuh ku membuat suasana di tempat ini menjadi seram. Aku jadi merinding. Tapi, ku berani kan diri untuk menghampiri kuburan Mama ku. Aku tak bisa menahan kesedihan ku di depan kuburan Mama. Ku luapkan semua nya. Hingga air mata telah membanjiri wajah ku.

"Mama.. Kenapa mama pergi? Aku tak percaya ini. Aku sangat sayang sama Mama. Aku sekarang sendiri disini. Aku bingung harus apa. Aku seperti orang yang tak tahu arah tanpa mu Mama. Huwaaaa..." tangisku makin menjadi.

Aku pulang dengan lesu. Tubuh ku sekarang menjadi sangat kurus seperti anak tak keurus. Aku jalan luntang lantung menuju rumah ku.

Ku rebah kan diri ku di sebuah kasur dan ku coba tenangkan pikiran ku. Tapi, aku tak bisa. Mengapa?

Semakin hari kesedihan ku semakin dalam. Aku tak mengerti.

Ku dengar suara klakson dari luar. Turunlah Irvan dari mobil merah nya. Ia langsung mengetuk pintu rumah aku. Aku pun membuka pintu dan mempersilahkan nya masuk.

"Hai Siva! Apa kabar? Kok kamu muka nya terlihat sedih? Mengapa?." tanya nya khawatir."

"Tidak, tidak apa apa." jawab ku mengelak.

"Jangan boong deh, lihat, mata mu sembab begitu, kau bisa cerita padaku. Tak mengapa. Ceritakan saja semua. Siapa tau aku bisa bantu kasih solusi." jelas nya.

"Hmm iya. Jadi gini, aku sekarang sangat sedih. Seperti tak semangat untuk hidup dan seperti orang kehilangan arah. Aku benar benar hanya sendiri disini." curhatku.

"Kan sudah ku bilang, aku akan selalu ada buat kamu. Kapanpun. Dimana pun." ucap nya sambil menatap mataku.

Aku hanya terdiam.

"Ya sudah makan dulu ya biar gak sakit. Aku bawa sate padang kesukaan kamu nih." tawarnya.

"Engga ah. Kamu saja yang makan. Aku gak nafsu." ucapku sambil menutup keras pintu kamar ku.

"Ayolah Siv. Makan dulu .. Sedikit saja!." ucapnya di balik pintu.

"SUDAH KUBILANG AKU GAK NAFSU. KAMU SAJA YANG MAKAN! TINGGALIN AKU SENDIRI.PULANG SAJA SANA!." ucap ku spontan.

"Ya sudah." jawab Irvan pelan.

Beberapa hari kemudian. Sudah tidak melihatnya lagi.

"Apa mungkin dia sakit hati karena perkataan ku? Apa dia sedang marah padaku?
Entahlah, aku gak perduli. Aku emang pantes di benci orang. Sepertinya aku udah ditakdirin hidup sendiri." batinku nyeleneh.

Seketika dada ku kembali sakit. Aku pun batuk. Dan kaget nya. Batuk ku mengeluarkan darah. Aku tak percaya ini. Aku syok melihat darah yang ada di telapak tangan kanan ku. Segera ku ambil gelas dan ku isi dengan air. Aku jalan seperti sedang mengambang. Badan ku lemas sekali. Hingga akhirnya aku terjatuh dan pingsan.














***
Ini chapter terpendek kayaknya ya😁 sorry. Nanti malem aku bakal lanjutin deh cerita nya! Jangan lupa vote yang banyak ya hehe😊

Sad But TrueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang