2. Daniel's Room

148 21 20
                                    

"Vi"

"Vivi"

"Vi, bangun. Kita udah sampai."

tiba tiba aku mendengar suara seseorang dan sepertinya familiar di telinga ku. Aku pun bangun setengah sadar dan mengumpulkan seluruh nyawaku. Lalu mengucek ngucek mataku. Eh, ini dimana? Mobil? Apa yang terjadi?

"Eh, kita dimana?" tanyaku sambil menahan ngantuk. Jujur aku sangat lelah hari ini.

"Kita masih di mobil. Kita udah sampai di Apartement aku." jawabnya.

"Eh, kok apartement? Bukannya tadi kamu bilang rumah?" tanyaku balik.

"Iya. Aku lagi malas dirumah. Mending kesini. Lebih privasi."

Serem kalimat yang di tebalin.

Eh, apa? Ga salah dengar kan? Aku langsung merinding sendiri mendengarnya.

"Hahah, ga usah panik. Aku cuma bercanda. Serius. Kamu harus lihat wajah mu yang lucu itu." hah. Dia menggodaku? Jahat sekali dia. Hfft.

"Sudah sudah. Ayo kita turun. Emang kau mau jadi lumut disini?" tadi 'kamu' sekarang 'kau' maunya apa sih maz??!

____________________

Akhirnya kami sampai. Dan kami masuk ke dalam nya. Yeah, well Apartement nya cukup besar untuk satu Orang dan sangat amat sangat mewah. Waw, aku kagum dengan orang tuanya. Cukuplah untuk kami berdua,eh? Ralat dia sendiri aja ga usah bawa aku.

"Vi, Kamu mau makan?" tanya nya.

"Kita masak? Aku gak bisa masak"

"Eeh.. Masak cewe gk bisa masak, sini kita masak bareng oke?

Masak? bareng dia? Gak salah ni? Tuhan.. Jantungku..

"Kita mau buat apa niel?"

"Nasi goreng? Mau?"

"Yup!"

Sebelum masak kami cuci tangan dulu pastinya lalu memakai celemek, aku ga tau kenapa dia punya dua celemek mungkin ... Sudahlah.

"Apa kau kesusahan mengikatnya? Sini aku bantu"
Katanya sambil Mengikatkan tali celemekku.

Omg tampan jangan lakukan ini..

"Oke mm... Kamu potong bawangnya ya, oh ya bawang di keranjang itu ya" (menunjuk keranjang berwarna putih)

Aku gak biasa motong-motong, karena aku dulu pernah motong kulit apel dan jariku tergores pisau dan sampai sekarang aku jarang banget motong-motong apa pun itu. Tapi apa boleh buat..

"Oh my god!" Ku jatuhkan pisaunya ke bawah tanpa kusengaja

"Why? Oh my gosh sini-sini" mengarahkan telunjukku yang berdarah ke arah mulutnya

"Mm.. gk perlu aku cuci aja ya! Kamu ada pembalut luka atau apapun lah itu namanya?" Menarik tanganku yang hampir mendekati mulutnya

"Oh sorry, tunggu aku carikan" daniel membuka celemeknya dan meraih kotak p3k dan langsung membalut luka ku

"Kamu gak apa-apa? Aduh maafin aku ya karna aku kamu jadi kena pisau kaya gini" kata Daniel dengan rasa bersalah sambil membalut lukaku

"Gak apa-apa kok. Sudah, gak usah di pikirin, aku motong bawangnya lagi ya, aku jadi gak enak sama kamu masa aku nerima makanan aja"

Daniel hanya menatap ku dan Daniel hanya menatap ku dan tersenyum lalu dia lanjut memasak nasi goreng

"Mmm.... nasi goreng nya enak banget.. kamu pandai juga ya memasak" kata ku memuji Daniel

"Ah.. kalau masak nasi goreng aja mah aku udah sering, masalah nya aku gak punya nany atau pembantu di sini, yaa mau gak mau aku harus ngurus diri aku sendiri"

"Yang sabar saja ya. Kau tahu, aku juga begitu. Semenjak kedua orang tua ku pergi ke Amerika untuk melakukan tugas mereka sampai sekarang, aku hidup sendiri. Aku tidak punya saudara, lebih tepatnya aku anak tunggal. Aku ditinggalkan dirumah dengan Bibi ku, meski begitu, dia tidak mau mengurusku. Aku hidup sendirian. Wah, maaf yah aku tiba tiba curhat begini." Kataku tertunduk. Namun tiba-tiba punggung ku merasakan adanya tangan seseorang sedang merangkulku. Tanpa sadar, Daniel memelukku. Sang  Daniel Richard  memelukku. Ini tidak mungkin, aku dipeluk oleh sang Daniel Richard Rasanya ingin teriak, namun kehangatan pelukannya mendiamkanku. Aku terdiam selama aku tertunduk dipelukannya. Ia pun melepaskan pelukan itu. Aku mematung didepannya. Dia menatapku dengan dalam, lebih tepatnya menatap dengan prihatin.

"Sudahlah, Vi. Meski begitu, kau punya aku. Sebagai teman, teman baik. Itu yang kau inginkan, kan? Kita menjadi teman." Kata Daniel, aku hanya mengangguk singkat.

"Ohya, Vi. Kalau kau mau, kau bisa--" KRING KRING! Ah, ponsel ku berbunyi. Dasar perusak suasana.

"Ponselku berbunyi, Dan. Sebentar, ya." Kataku lalu berlari menuju meja dimana aku meletakkan hp ku.

Aku mengangkat panggilan itu. Ah, dari Kim Bora. Ada apa dia menelfon ku?

"Halo, Bora?"

"Halo! Vivi? Kau kemana? Tadi aku melihatmu pergi bersama Daniel. Kalian kemana? Kau baik-baik saja kan, Vi?" Kata Bora, dia terdengar sangat khawatir.

"Kami pergi kerumah Daniel, Bora. Jangan khawatir, aku baik-baik saja kok."

"APA?! RUMAH DANIEL?! APA KAU MASIH DISANA??" Teriak Bora.

"Iya, Kim Bora. Aku masih disini, dan tolong jangan berteriak. Telingaku nanti dungu." Kataku.

"Cepatlah pulang kerumahmu, Victoria Scott! Telfon taxi dan jangan pulang dengannya." Kata Bora dengan sangat serius.

"Kenapa sih Bora? Aku baik-baik saja kok!"

"Cepat saja, dia itu tidak seperti yang kau lihat! Akan kujelaskan itu besok. Aku tidak mau tahu, PULANG SEKARANG!" Kata Bora. Lalu langsung mematikan panggilan itu dikata kata terakhirnya. Kenapa, sih Bora ini? Ah, lebih baik aku ikuti saja apa yang ia katakan.

Aku berjalan lagi menuju kamar Daniel. Lalu izin pulang padanya.

"Um, Dan?" Kataku dari tempat pintu. Ia berbaring ditempat tidurnya. Lalu terduduk.

"Ada apa, Vi? Ayo sini." Katanya lagi. Aku berjalan selangkah. Lalu berkata:

"Aku harus pulang sekarang. Uh-oh bibi ku sudah menelfonku. Dia bilang aku tidak boleh diluar lama-lama." Kataku gugup.

"Oh begitu. Ayo aku antar pulang, aku pas--" Katanya terputuskan olehlu.

"Ahh, tidak usah repot-repot, Dan. Aku pulang pakai Taxi saja. Aku tidak ingin merepotkanmu." Kataku tiba tiba.

"Tidak apa-apa Vivi. Jangan sungkan-sungkan. Aku ambil hoodie ku dulu, ya." Kata Dan.

"Tapi, Dan.."

"Tidak ada tapi-tapi. Kita kan teman. Teman itu saling membantu." Aku mematung. Tidak tahu bicara apa.

Setelah hoodie nya ia kenakan. Ia menarikku menuju mobilnya. Aku sudah berusaha untuk pulang sendiri. Tapi ia memaksa.

"DANIEL SUDAH KUBILANG AKU BISA PULANG SENDIRI! " Teriakku lalu menghempaskan tanganku darinya. Muka ku memucat.

Ia menatapku dengan terkejut. Lalu kembali memegang tanganku namun dengan lembut. Ia mendekatiku, aku mundur-mundur dan mundur. Sampai punggungku menyentuh dinding. Ia mendekat. Deg, jantungku berdebar kencang.

Tidak, Vi! Kau bukan perempuan seperti ini! Hindari dia! Tanpa pikir panjang aku menamparnya. Lalu kabur dari neraka itu.

Ya Tuhan, apa yang terjadi padaku?! AKU MEMBENCI MU DANIEL RICHARD!

Our Past [S.M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang