3. Secret Letters

116 20 14
                                    

Soal yang tadi.. Apa yang sudah dilakukannya? Apa dia sudah gila?! Aku memang termasuk anak populer di sekolah tapi setidaknya aku tidak bitchy seperti anak populer yang lain di sekolah ku. Untung saja ada Bora, kalau tidak bagaimana hidupku? Eh tunggu, darimana Bora mendapat nomorku? Oh ya, aku baru ingat. Dulu Bora sangat ingin berteman denganku, ia sampai sampai mengincar nomor telefonku. Ah, Bora..

Soal kejadian tadi.. Bagaimana caranya aku pulang? Ini sudah malam, dan aku tidak percaya kepada angkutan umum pada malam hari. Aku telefon Bora saja, kali ya?

Aku mencari cari kontak Kim Bora di ponselku. Saat sudah kutemukan, kutekan tanda panggil.

Ah.. Ayo Bora. Tolong angkat.

"Nomor yang anda tuju sedang sibuk." Arrggh Sial. Kenapa harus sibuk? Bagaimana ini? Aku tidak mau mati tanpa dikunjungi oleh fans fans ku di sekolah dan orang tuaku pasti belum mengurus asuransi kematian ku. Bagaimana ini? Ah iya Shawn. Tiba-tiba nama Shawn terlintas di kepalaku.

Telfon

Enggak

Telfon

Enggak

Telfon

Enggak

Coba telfon aja deh. Mudah mudahan aja diangkat.

Ketika aku meletakkan handphone ku di telinga ku langsung terdengar bunyi yang berarti aku berhasil menelepon Shawn karena handphone nya sedang aktif.

Tiba-tiba aku mendengar suara

"Halo? Vi? Kau kenapa menelepon ku malam malam begini apa ada sesuatu?" Oh ternyata suara Shawn. Aku sangat beruntung. Akupun balas menjawabnya

"Eh ya, nng apa kau lagi sibuk Shawn?" tanyaku agak terisak mengingat perilaku Daniel tadi.

"Tidak. Emang kenapa? Tunggu, apakah kau menangis? Kenapa? Kau dimana sekarang?" Oh tuhan aku merindukan Shawn yang protective kepadaku bukan seperti si bajingan itu.

"Aku lagi di apartement Daniel. Apakah kau bisa menjemputku sekarang? Itupun kalau kau bisa. Kalau tidak tak apa." kataku hampir menutup telepon Shawn.

"Eh, jangan. I'll be there in 10 minutes. Please wait." katanya lalu menutup panggilan telepon kami.

Setelah menunggu cukup lama di depan gedung apartement ini. Oh bahkan Daniel tidak mencariku. Sebajingan itukah dia?? Aku sungguh membencimu DANIEL.

Tiba-tiba lamunanku terhenti karena suara klakson mobil. Ah, ternyata itu Shawn. Aku langsung masuk ke dalam mobilnya dan duduk di kursi penumpang.

Lalu dia bertanya kepadaku "Vi, kamu kenapa menangis? Emangnya Daniel kemana?" Oh tuhan. Dia sangat baik kepadaku. Yeah, aku ingat. Orang-orang banyak bilang kami pasangan serasi tetapi kami sebenarnya hanya sahabatan. Sungguh. Sepertinya kami terjebak di AdikKakakZone(?). Back to the story.

"Ehm, Daniel dia tadi ada urusan dengan teman nya." kataku berbohong. Tentu saja.

"Jangan berbohong Vi. Aku sudah lama mengenalmu dan segala sifatmu telah kuketahui."

Akhirnya aku menghela nafas panjang dan menceritakan semua yang terjadi padaku tadi kepada Shawn. Dan dia pun yang mengerti perasaan ku yang tak ingin membahas ini lagi akhirnya memutuskan untuk diam.

Dan akhirnya kami sampai di rumahku. Akupun pamit dan menggumamkan 'terima kasih' dan segera masuk ke dalam rumah dan segera menghempaskan tubuhku ke atas kasur karena aku sangat lelah berhadapan dengan nya. Ya, aku sangat membencimu. Dan akhirnya aku terlelap tanpa mengganti bajuku terlebih dahulu.

Our Past [S.M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang