Chapter 2

33 4 4
                                    

"Rendy? "

Natasha tertegun ketika bola mata hitam legam milik Rendy bertemu dengan bola mata cokelat miliknya. Gadis itu menelan salivanya susah payah, sedetik kemudian Rendy mengalihkan pandangannya.

"Kaki lo kenapa?" Meski sudah tahu jawabannya. Namun, Natasha tetap menanyakannya. Mungkin untuk sekedar basa-basi saja. Rasanya, sudah lama bukan? Mereka tidak saling berbicara?

Rendy menoleh dan lagi-lagi iris mata itu menatap gadis dihadapannya. Hatinya bimbang untuk memilih menjawab atau pergi menghiraukan Natasha. Hingga akhirnya, Ia memilih untuk diam namun masih tetap berada disana.

"Lo baik-baik aja?" Lagi-lagi Natasha memberanikan diri untuk bertanya kepada Rendy. Berharap agar Rendy hendak menjawab pertanyaannya meski hanya satu kata, Natasha pasti sangat mensyukuri nya.

Rendy mengangguk. "Gue baik-baik aja." Akhirnya! Natasha tersenyum. Belum sempat Natasha bertanya lebih lanjut. Namun, dengan secepat kilat Rendy berlalu meninggalkannya.

"Gue duluan." Katanya seraya pergi meninggalkan Natasha yang masih tertatih di ambang pintu. Hatinya menjerit senang karena bisa berkomunikasi lagi dengan Rendy. Meski singkat, namun rasanya sudah lebih dari cukup.
____________________________________

Semenjak kejadian tadi pagi di sekolah, Natasha jadi sulit untuk sekedar memejamkan matanya. Hari sudah beranjak malam dan kegiatan belajar nya pun sudah usai beberapa jam yang lalu. Gadis itu berguling-guling diatas tempat tidur empuk yang terletak ditengah-tengah ruangan tidur yang cukup besar itu. Pandangannya tertuju pada langit-langit kamar yang sudah gelap. Lampu sengaja dimatikan dan hanya tersisa cahaya lampu tidur yang terletak di nakas putih dekat ranjang.

"Duh, kok gue jadi gelisah gini, sih?!" Gerutunya sembari berguling-guling diatas kasur. Sudah sekian kali ia mencoba untuk memejamkan matanya dan tertidur. Namun, usaha nya sia-sia karena fikirannya masih tertuju kepada Rendy yang hadir di hadapannya tanpa aba-aba. Natasha tahu, itu hanya sebuah kebetulan. Tapi, kenapa efek nya jadi seperti ini? Mengingat dua tahun lalu Natasha tidak pernah segelisah ini bila bertemu dengan Rendy.

Mungkin efek dua tahun jarang eyes contact. Tiba-tiba saja hatinya berkata. Benar juga, mungkin karena beberapa tahun sudah tidak pernah Eyes contact. Saat masih duduk dibangku kelas 10 mereka memang satu kelas. Namun, saat beranjak naik ke kelas 11 semuanya diatur ulang. Natasha berpisah kelas dengan Rendy, membuat keasingan semakin tercipta diantara mereka.

Tadi pagi, Natasha sangat terkejut ketika bola mata hitam legam itu bertemu dengannya. Mereka bertatapan meski hanya dalam hitungan detik. Namun, dapat membuat jantungnya seakan berhenti berdetak. Natasha sempat menanyakan kondisi pria itu, dan Rendy pun tidak segan-segan untuk menjawab walau hanya sekedar Gue baik-baik aja.

"Kok Rendy aneh banget, sih?! Dua tahun kemaren dia dingin banget sama gue. Bahkan pas gue sama Tiara manggil nama dia, dia gak noleh dan mungkin pura-pura gak denger. Tapi tadi? Ah, masa bodo!" Kesal Natasha sembari melemparkan salah satu boneka kecil kepada dinding kamarnya.

Liat aja besok, semoga dia gak dingin lagi deh. Orang petakilan kaya dia gak cocok buat jadi dingin, sok deh! Dasar Rendy.
____________________________________

Hari beranjak siang, terik matahari seakan semakin menyengat membuat keringat itu bercucuran didahi Natasha. Gadis itu terduduk disalah satu kursi didekat lapangan, meminun setengah botol air mineral untuk menghilangkan rasa dahaga nya, tubuhnya masih dibalut seragam olahraga dan rambutnya masih setia dikuncir kuda.
       
Gadis itu masih memandangi beberapa teman-temannya yang sedang bermain badminton. Natasha sendiri justru baru saja selesai bermain dengan Tiara dan Bianca. Sekarang, ia kelelahan dan mulai membiarkan Tiara dan Bianca bermain berdua.

"Ekhem." Natasha terkesiap ketika mendengar dehaman dari seseorang yang kini sudah duduk disampingnya, tidak terlalu dekat dan juga tidak terlalu jauh. Natasha menoleh dan betapa terkejutnya ketika melihat Rendy duduk disampingnya sekarang. Natasha menelan salivanya susah payah, mencoba untuk menyembunyikan rasa keterkejutannya. Jantungnya seakan berhenti berfungsi. Aneh, itulah yang Natasha rasakan. Biasanya dulu tidak ada suasana mencekam seperti ini saat Ia sedang bersama Rendy.

"Lo gak main?" Tanyanya. Lelaki itu juga sama dengan Natasha, memakai seragam olahraga yang sama. Kelas mereka memang beda, dan Natasha pasti lupa jika kelasnya satu jadwal Olahraga dengan kelas Rendy. Meski begitu, mereka berbeda guru.

Sejurus kemudian, Natasha mencoba untuk bersikap biasa saja. Meski sulit, namun kini bibirnya mulai membuka dan berkata. "Lagi istirahat, lagipula Tiara udah sama Bianca. Gue gaada lawan main." Ujarnya sembari memandang kearah Tiara dan Bianca yang tengah asyik main ditengah lapangan.

"Ada, kok." Sontak Natasha menoleh kearah Rendy yang kini tengah tersenyum. "Siapa?"

"Gue."

"Hah?!" Natasha sedikit berteriak, detik itu juga ia langsung salah tingkah. Mengingat ia sudah berteriak dihadapan seseorang yang seakan menyedot oksigen yang seharusnya masuk kedalam paru-parunya.

"Jangan kebanyakan diem, nanti keburu makin panas. Yuk!" Ajak Rendy, lelaki itu sudah berjalan duluan mencari tempat disamping Tiara dan Bianca. Meninggalkan Natasha yang masih duduk tak percaya.

Tak mau menghabiskan banyak waktu, Natasha pun buru-buru mengambil raket yang tergeletak disampingnya. Ia berlari menuju tempat yang sudah dibooking oleh Rendy. Jantungnya tak kunjung normal, detaknya seakan menandakan akan ada ledakan besar setelahnya. Natasha masih menyembunyikan rasa Nervous nya didepan lelaki itu. Mencoba melupakan apapun tentangnya dan fokus dengan permainan yang sedang ia lakukan bersama Rendy saat ini.

Tolong biarkan hari ini berlalu dengan lamban.
Tolong biarkan aku melepas kerinduan yang sudah terpendam lama.
Biarkan aku bersamanya
Meski sejenak, aku akan tetap mensyukurinya
Dia yang ku mau, dan tolonglah jangan biarkan dia pergi lagi.

***

The Story Of My LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang