Valentine Tengilku

810 57 16
                                    

Ada gemericik rindu yang berteriak keras. Ia sangat jelas dalam hatiku.

"Rio, kamu mau pergi kemana?" tanyaku menatap sikapnya yang aneh.

"Fy, aku merasakan sinar matamu dan hangat jemarimu saat menggenggam celah-celah jemariku," batin si cowok tengil dan sedikit kaku membalikkan tubuhnya.

"Sedingin salju yang turun ketika hatiku terluka. Meskipun aku tahu kamu bahagia terbesarku. Apakah aku bahagia dihidupmu? Rio..." dialogku pada gugurnya daun di bangku taman rumahku.

Rasanya, ada yang ingin kutemui. Akan tetapi, pikiran ini selalu menolaknya. Aku segera mencarinya hingga ke ruas-ruas jalan yang tak kusukai.

"Hai Rio.. Maaf, aku terlambat nih!" ucap seorang gadis cantik mengelendot manja di tubuhnya.

"Kamu bahagiaku tetapi dia bahagiamu," ucap mata puisiku ini.

BRuUkK BRAaAkKk

Derap langkahku tak bernada merdu.

"Hmm.. Ify?" gumam si cowok tengil bernada dingin. Lalu merangkul gadis cantik itu menuju loby bioskop.

If there were no words,
No way to speak
I would still hear you
If there were no tears,
No way to feel inside
I'd still feel for you

Seperti biasa headset pink ini selalu menemani waktuku.

Di deretan bangku delapan belas berkode R, aku menikmati film kesukaanku.

"Andai tak ada kata-kata, tak ada cara untuk berbicara," lamunku berharap cemas.

"Aku tetap masih bisa mendengarmu," ucap si cowok tengil mengintip ponselnya sesekali.

"Andai tak ada air mata, tak ada cara untuk merasa," gerutuku mengusap air mataku yang meluap.

"Aku tetap masih bisa merasakan kesedihanmu," sahut seorang cowok di sampingku. Kemudian ia menyodorkan sapu tangannya kepadaku.

Lagi-lagi dan lagi jari jemarinya mengusap air mataku. Kini aku menepis halus; segera kualihkan pandanganku.

"And even if the sun refused to shine," cerocosku kesal melihat si cowok tengil bermesraan di bangku berkode F.

"Meski romansa tak kehabisan rima. Kau masih tetap memiliki hatiku hingga akhir waktu," bisik seorang cowok di sampingku mengacak-acak rambutku dan tersenyum sukses.

"Fy, You're all I need, my love, my valentine. Kaulah yang kubutuhkan, cintaku, kasih sayangku." Sekali lagi ia meyakinkan hatiku.

"Rio ...," begitulah nama yang kusebutkan.

"All of my life. I have been waiting for all you give to me. You've opened my eyes, and shown me how to love unselfishly, Fy."

Telah ribuan kali kuimpikan hal ini. Di mimpiku dan aku tak dapat lebih mencintaimu. Akan tetapi di waktu sesingkat ini, kamu merubah air mataku menjadi bahagia.

"Oh, you're all I need my love my valentine."

Aku dan si cowok tengilku saling menikmati malam valentine bersama.

Awalnya sempat membuat surga kalbuku retak. Cenna, gadis cantik mungil itu rupanya teman dekat kak Acel yang ternyata masuk ke dalam rencana kejutan Rio di bioskop tadi hihihii. Sempat salah sangka juga, ternyata dan ternyata yang kulihat mesra kak Acel dan Cenna.

Oops!

Jangan senyum-senyum sendiri dong, please hehehe.

"Rio tengil!"

"Blood?"  kata kak Acel di ruang tamu.

"Ify!" teriak Rio, si cowok tengil berekspresi panik.

"Rio!" teriak Cenna meluruskan tangan kanannya ke depan dan lima jarinya pun bergaya tukang parkir.

"Please wait...," nada lemah Cenna dan kak Acel pun terlambat.

Follow the LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang