RIFY

675 33 3
                                    

"Tidak!" Pekikkan kecil dari Cenna.

Sementara Bunda Manda terus menangis. Tak seperti biasanya, tangisan Bunda Manda kali ini.

"Hentikan!" perintah Vinne, yang segera menjadi tokoh antagonis.

"Semua itu~"

"Ayo, katakan dokter!" desak Rio kepada Dr. She.

Argh!

Jeritan itu masih terngiang sangat jelas. Suasana terasa seperti dalam menunggu magic hours.

"Tidak benarkan?" Cenna menyambung desakkan Rio kepada Dr. She.

"Lantas, kenapa dokter diam saja?" tukas Rio menatap tajam kedua bola mata Dr. She.

"Aku tidak setuju!" Vinne menentang keputusan Dr. She.

Bunda Manda semakin menangis. Lalu Bunda Manda pun pergi tanpa alasan.

"Oh Tuhanku ...," sesal Kak Acel sambil memukul dinding ruang tunggu menatap sosok Rio.

Vinne berusaha memendam amarahnya. Justru tangis Vinne lebih menjadi mengerikan.

"Ify!" seru Rio, menyandarkan tubuhnya dengan tarikkan nafas tersengguk-sengguk.

Rapuh tanpa dasar cinta bukanlah hal yang tidak memiliki arti sempurna. Egois cinta lebih sadis daripada perbandingan hukum kesetiaan.

"Pokoknya aku tidak setuju!" Vinne membantah Dr. She dengan nada tegasnya.

"Vinne!" bentak Kak Acel. Kali ini bentakkan Kak Acel sangat serius.

"Kau... Apa alasanmu?"

"Hei... hei... Sebaiknya turunkan telunjukmu!"

"Oh... Jadi, kau...."

TOK ... TOK ... TOK ...

Hentakkan sepatu seseorang semakin mendekat. Suaranya mencuri sebagian tatapan mata di ruang tunggu, sekaligus menghentikan perdebatan antara Vinne dengan Kak Acel yang hampir saja memanas.

"Ekhmm...." Dehaman seseorang itu memicingkan satu alisnya dan mengangkat kedua bahunya tinggi-tinggi.

"Kau?"

Suasana hening. Terdengar hanya kicauan dari Rio, ketika seseorang itu menghentikan langkahnya di depan Rio.

"Su-su-udah... Kuduga. Pasti kau~" Rio segera memendam amarahnya dan menurunkan kepalan tangan kanannya, yang seakan siap meluncur menglindingkan base ball.

"Rio ... Kau...," Vinne menatap tajam Rio dan memainkan pikirannya.

TULIT... TULIT... NET ... NET ...

"Ify...?"

"Cemas sekali kau!"

"Hei, tolong jang~" Vinne segera menyetop Kak Acel dengan isyarat tangan kirinya.

"Kau... Aku moh~"

"Rio...," seru Cenna sedikit mengkhawatirkan keadaan Rio.

Vinne segera menghempaskan tubuh seseorang yang ada dihadapan Rio.

"Wa-wa-wajarkan? Ji--ka aku--- meng-khawatir--kan sosoknya...," tegas Rio, memotong ucapan Vinne kepada seseorang itu.

"Hei, kedengarannya itu sangat aneh. Coba kau ulangi lagi?"

Rio berusaha mendekati seseorang itu. Lalu Rio mengisyaratkan telinga seseorang itu untuk mendekat sejajar dengan bibir Rio.

Setelah beberapa menit. Rio ingin mengatakan sesuatu tetapi tubuh Rio segera terhempas ke lantai.

"Ify!" seru Rio melihat sosokku dari luar ruang UGD.

"Sial benar hari ini...." Emosi itu pun keluar dari bibir manis seseorang itu.

Cenna segera mencari Dr. Cakka. Selisih dua jam dari start perdebatan Vinne dengan Kak Acel, Dr. She pun keluar dari ruang UGD dan menutup pintunya.

Saat hendak Dr. She menutup pintu ruang UGD, suster Sivia segera menyusul Dr. She dan memberi notification tentang kondisiku.

Bunda Manda yang sedang berjalan berpapasan dengan Kak Acel, Vinne dan Cenna yang tergesa-gesa, tiba-tiba langkahnya terhenti begitu saja.

"Rio, kau ada di mana?" Bunda Manda mencemaskan Rio.

Kemudian Bunda Manda berjalan menelusuri koridor rumah sakit KASIH RIFY.

***

Penasarankan? Hahaha. Sempat kalian berpikir ya kan, siapa yang menjerit? Mengapa Bunda Manda sangat mencemaskan Rio? Apa sih yang membuat Kak Acel dan Vinne berdebat?
Ah, pasti kalian bakal bilang, "Udah ketebak ceritanya. Basi banget deh!"
Tungguin aja part selanjutnya gaes. Thanks banget yang udah baca, bantu nge-vote & comment. Maaf ya, cerita part 1 harus di revisi, gak sengaja juga ke hapus part-nya hehe.

Follow the LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang