Prolog

195 9 1
                                    

≈≈≈ A D A R A ≈≈≈

Namaku Adara Luciana Yovita, biasa dipanggil Dara. Hobby-ku makan dan membuat kesal Diana juga Meli. Hihi, mereka sahabatku. Oke, ini bukan biodata.

Ini adalah kisah aku dan dia.

Sialan. Bahkan sampai saat ini aku masih ingin menceritakannya.

Hari ini, tepatnya pukul 04.00 sore pesawat Garuda Indonesia itu akan mendarat tepat di landasannya. Entahlah, aku juga bingung kenapa dari dulu aku sering sekali menunggu.

Hm, baiklah. Sambil menunggu akan kuceritakan sedikit bagaimana awal cerita aku dan dia bertemu, lalu terjadi sedikit konflik dan akhirnya sampai saat ini.

Sedikit? Entahlah, aku masih bingung memberi tahu konflik ini sedikit atau tidak. Huh, sedari dulu aku memang bodoh. Sudah kuliah saja bodohnya tidak hilang-hilang.

Baiklah, ini dimulai saat aku masih kelas dua SMP.

"Huanjir. Gue gak mau, Mel," tolakku kepada Meli. Kali ini aku sudah berpegangan erat pada ujung tembok. Hari ini aku harus buru-buru pulang karena sebentar lagi kartun favorite-ku akan segera mulai.

"Ayolah, Ra. Banyak kakak kelas tamvan, lho. Sebentaaar aja, pliiiss." Meli memohon sambil menyatukan telapak tangannya di depan dada dan menyipitkan mata.

"Ogah," tolakku secara tegas. "Bentar lagi udah mau mulai tauu. Gue gak mau pokoknya. Titik." Aku pun langsung melangkahkan kaki meninggalkan Meli sendirian. Setiap hari Kamis dan Jumat pasti selalu seperti ini. Gara-gara Diana sudah kabur duluan akhirnya sekarang giliranku yang kena untuk menemani Meli mengintip kak Billy--kakak kelas yang ia diam-diam.

"Nanti gue traktir deh," tawar Meli dengan suara yang agak kencang.

Kakiku pun secara otomatis berhenti melangkah. Ternyata penawaran dari hal yang kusuka ini benar-benar terjadi.

"Mau gak? Kalau engga yah gak pa-pa."

"Eh, eh, mau ko, gue mau. Issh elo, masa cuma nganterin lo ngintip orang main basket aja gue gak mau sih, hihi." Aku tertawa garing sambil menggaruk-garuk kepala. Tapi tenang, aku gak kutuan ko.

"Nah, gitu dong. Yok! Kita harus buru-buru sebelum rame." Meli menarik tanganku dengan sedikit berlari kecil ke arah lapangan, lalu semakin mengendap dari jarak yang sudah lumayan dekat.

"Eh, Mel, jangan di sini dong! Masa harus di deket toilet cowok juga sih?" komenku setelah mencium bau-bau yang tidak sedap. Toilet cowok memang selalu kotor.

"Lah? Ini udah yang paling aman kali. Liat deh! Tuh, ada kak Billy," cerocos Meli. Aku pun dapat melihat semburat merah itu muncul di wajahnya.

Sebenarnya apa sih yang dirasakan oleh mereka-mereka yang jatuh cinta? Bahkan sampai sekarang ini aku belum pernah merasakan rasa itu kepada lawan jenis. Saat ini aku hanya cukup mencintai keluargaku.

Aku pun mengeluarkan kupon makan ramen dari saku rokku. Lumayan, aku mendapatkannya tadi pagi. Ibuku yang memberikannya sebagai upah telah menjaga adik-adikku selama ia tidak pulang.

Aku sungguh mencintai ibuku. Ia selalu tahu bahwa anaknya ini sangat gemar makan walau tidak gemuk-gemuk.

Sementara Meli mencerocos aku hanya memandang kupon ini sambil menyengir. Aku sudah bosan dengan cerocosan orang yang tengah jatuh cinta.

Pretend with my heart /ON HOLD/Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang