ALY::(1) // Satu Hati

97 4 0
                                    

≈≈≈ A D A R A ≈≈≈

Malam ini,
Malam yang diiringi dengan tetes-demi tetes air hujan, rasa dingin yang menusuk kulit, dan juga rasa nyaman berada di sampingnya.

"Lo masih betah tutup mulut sama gue?" Aku mencoba untuk memulai pembicaraan.

Sudah sekitar sepuluh menit berlalu, setelah sebelumnya kami memesan coffe yang biasa aku dan dia pesan ketika berada di starbuck langganan kami ini. Dia sampai saat ini masih bungkam, kupikir dia sedang berkelut dengan pikirannya. Namun entah, aku tidak tahu apa itu.

Dia mulai menarik napas panjang, lalu menghembuskannya perlahan. Posisi duduknya lebih rileks dari yang tadi.

"Satu tahun lebih gue deket dan kenal sama lo." Sebaris kalimat pendek yang dilontarkannya, tapi sanggup membuat hatiku berdenyut-denyut tak jelas. Efeknya masih tak hilang dari dulu-ketika ia sering mengucapkan kata-kata manis yang selalu mendarat tepat ke titik lemahku.

"Ya," jawabku, masih dengan gerogi yang tak kurun hilang.

"Lo masih inget Billy, kan?" tanyanya dengan hati-hati.

Apa pun yang ada di pikirannya kurasa itu hal serius. Nama yang dilontarkannya pun sudah lama tak kudengar. Nama dari seseorang yang membuat sahabatku sakit hati dan membuatku menyesal atas belenggu yang sempat dirasakannya. Sebenarnya aku sudah tidak mau membahas nama itu lagi, tapi ... kenapa tiba-tiba ia mengungkitnya? Kurasa ini ada hubungannya denganku.

"Ya, masih."

Rayhan sedikit memberikan jeda. "Dia minta sesuatu ke gue. Dan gue mau, lo bantu gue!" Apa? Apa lagi yang dimintanya? Perasaanku tidak enak.

"Jangan yang macem-macem," jawabku dengan ketus dan terdengar sedang sebal. Dia pun hanya tersenyum simpul dengan bahu yang sedikit berguncang-jenis tawa yang tidak tulus. Namun tetap saja, manis di wajahnya tak kurun hilang. Kurasa sebenarnya dia sudah tahu kalau aku ini sudah tidak menyukai kak Billy dari dulu.

"Gak macem-macem ko, tapi gue gak yakin lo bakalan mau. Maka dari itu, lo harus janji mau bantu gue apa pun permintaannya, ya!" Dia menjulurkan jari kelingkingnya untuk dapat ditautkan dengan kelingkingku.

Apa pun yang terjadi aku pun tak bisa menolak. Aku masih menjaga zona amanku dengannya-zona pertemanan mungkin. "Janji." Dengan perasaan bimbang aku pun menautkan jari kelingkingku dengan kelingkingnya. Ia pun tersenyum manis lagi, memperlihatkan lesung pipi yang menambah kadar ketampanan dari wajahnya. "Terus apa?"

Dia mulai menarik napasnya lagi. Terlihat sorot kebimbangan yang tersirat di matanya. "Dia ... mm ... lo tahu, kan, acara perpisahan kelas dua belas seminggu lagi?" Pertanyaan itu sontak membuatku mengernyit. Aku pun hanya manggut-manggut. Tentu saja aku tahu.

"Di acara puncaknya dia minta lo buat nemenin dia di prom night nanti ... mm ... sebagai ..., pasangan dansanya."

Aku pun manggut-manggut sambil membentuk bibir menjadi lingkaran kecil dan mengeluarkan suara 'oh'. Namun, di detik selanjutnya aku pun tersadar sambil membulatkan mata."APA?" Tanpa sadar aku mengeluarkan suara kencang. Sontak itu membuat diriku menjadi pusat perhatian, tapi apa peduliku? Yang sebenarnya benar-benar menjadi pusat perhatianku saat ini adalah, dia.

Jleb, astaga!

Kenapa harus orang itu? Kenapa?

Kenapa gak kamu aja kak Rayhan? Apa kamu masih belum sadar dengan perasaanku? Perasaan yang sesungguhnya masih untukmu, dari dulu. Kata-kata itu ... kata-kata itu seolah membuat seluruh tubuhku seperti tertusuk beribu duri tajam yang terus menghantam-rasanya ... sakit.

Pretend with my heart /ON HOLD/Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang