ALY::(2) // Dua Pilihan

53 4 1
                                    

Masih di malam yang sama. Aku memejamkan mata di depan jendela kamarku. Mencoba merasakan angin smiliwir yang berhembus kesana-sini.

Kubuka mata, namun tak ada bintang. Kututup hati, dan tetap sama ... tak ada bintang. Seolah redup dan tak pernah ada. Entah kapan bintang itu menjadi nyata.

Bisa dibilang ketampanan mereka hampir sama dan tak berbanding, tapi ... hati tak pernah hampir sama bukan?

Kupandang kotak itu dengan sendu. Ada yang lain ternyata selain dia. Orang itu yang tak pernah dekat denganku dan tak pernah mengisi hatiku, ternyata lebih peka dan lebih mempunyai perasaan dibanding dia. Apa hati ini harus dibuka untuk yang lain?

Arrrggh ....

Entah kenapa malam ini kepalaku dipenuhi oleh beribu-ribu pertanyaan tak masuk akal. Apa aku harus bertanya kepada guru Fisika untuk memecahkan masalah-masalah serumit ini?

Mm ... kurasa tidak.

Sesulit-sulitnya masalah, hanya kita sendirilah yang bisa memecahkan masalah itu bukan?

Setelah cukup lelah dengan pikiranku sendiri, aku mencoba untuk berbaring di atas ranjang. Cukup nyaman, dan selalu nyaman.

Dua hari lagi, tepatnya lusa. Jika aku memejamkan mata, aku akan terbangun di hari selanjutnya-berarti lusa akan berganti dengan esok. Tak kurasa waktu berjalan begitu cepat, dan aku tak suka itu.

Rasanya ingin kubuang saja kotak itu beserta isinya. Tetapi ... tetap saja aku tak setega itu. Rumit bukan? Apa hanya aku saja yang membuat suasana ini semakin rumit? Aarrrggh ... rasanya kepalaku hampir pecah memikirkan semua ini.

Hingga beberapa saat, air mata yang semula membasahi pipiku perlahan mengering. Namun, mataku masih terbuka. Jam telah menunjukkan pukul dua pagi. Cepat sekali. Berarti tinggal menunggu hari esok.

Entah seberapa buruk wajahku pagi ini. Yang pasti, mataku akan bengkak dan aku menyesal. Untuk apa menangisi seseorang yang sama sekali tidak peduli denganku? Kupikir-pikir ini bodoh. Sangat bodoh.

Lebih baik sekarang aku tidur. Aku sudah cukup lelah dengan semua ini, toh hari ini sedang libur kenaikan kelas, berarti aku bisa bangun siang.

Tinong ... tinong.

Itu suara ponselku yang kuletakkan di atas meja belajar.

Entah siapa yang meng-SMS-ku selarut ini. Mungkin cuma operator. Tapi ...

Penasaran.

1 message

Rayhan: Kalau lo insom pasti lo baca ini. Besok, jam 4 sore, gue jemput. Maaf kalau gue sms-nya sekarang, soalnya besok dari jam tujuh sampai jam 3 sore gue ada latihan band. Jangan nolak yh Ra. 😊

Aku sebenarnya agak tidak mengerti dengan ini. Tapi ... yang pasti besok aku harus sudah siap.

Huh, rasanya malas sekali walau hanya sekedar membalas pesan.

Adara: Y.

Oke, sip. Waktunya nge-date dengan bantal, guling, dan kasur.

🔒

Pukul 08:30 pagi.

Sinar matahari sudah sangat bersemangat memasuki ruang lingkup kamarku yang gelap. Hingga akhirnya Ibuku berdiri tepat di depan pintu dengan membawa sapu.

"Ka, bagun! Kebo banget, sih, jadi anak. Cepet nyapu! Kali-kali bantu Ibu. Ibu udah mau telat arisan, nih."

Itu adalah kebiasaan Ibuku. Setiap hari minggu adalah jadwalnya untuk arisan dengan teman-teman seperjuangannya.

Pretend with my heart /ON HOLD/Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang