The Feeling 1.2

235 62 19
                                    

Kopi dan Kamu.

•••

“BUKUnya sudah selesai dibaca?”

Anya mengalihkan pandangannya dari rangkaian kata-kata yang tercetak di buku yang sedang ia baca ke arah sumber suara. Ia tersenyum sekilas lalu menepuk pelan bagian bangku yang masih kosong, menyuruh Evan duduk di bagian yang kosong tersebut.

“Belum nih, baru sampe halaman duapuluh dua soalnya kemarin nggak sempet baca.” Anya kembali membaca bukunya menghiraukan sejenak Evan yang mengangguk sambil bergeming.

“Kenapa bacanya di sini? Gue kira lo tipe cewe yang harus baca buku dalam keadaan tenang dan hening,” tanya Evan matanya menatap ke arah lapangan sekolah yang kosong.

"Tebakan lo bener kok."

"Terus kenapa baca di sini? Kenapa nggak ke perpus aja?"

“Ini istirahat pertama jadi nggak terlalu berisik kalau gue bacanya di pinggir lapangan kayak gini, karena murid-murid pasti lebih milih buat makan di kantin atau nggak di kelas. Lagian gue tipe yang nggak harus hening banget kok.”

Evan mengangguk paham. “Lo nggak makan, Nya?”

“Udah,” jawabnya sambal menunjukan kotak makan yang sudah kosong di samping kirinya. “Oh ya van. Lo punya koleksi buku-buku lawas banyak ya?”

Mata Evan melirik Anya yang kini tengah menatapnya. “Tau dari mana lo?”

Anya tersenyum hingga menunjukkan deretan giginya. “Maaf ya gue semalem sempet stalk Instagram lo dan nemu foto lo lagi duduk di antara kumpulan buku-buku lawas gitu,” ujar Anya.

Mendengar penuturan Anya yang sangat jujur itu membuat Evan mengganti posisi duduknya menjadi menghadap Anya. “Oh jadi lo semalem stalk gue?”

Anya mengangguk dengan santai.

“Kok lo nggak malu sih bilang ke orang yang lo stalk kalau lo stalk dia?” tanya Evan menatap Anya dengan kerutan di dahinya.

Kini Anya ikut merenyitkan dahinya. “Ya kenapa harus malu?”

“Biasanya kalau di novel-novel gitu malu kan.”

Mendengar jawaban Evan sontak tawa Anya pecah.

Evan terdiam memerhatikan Anya yang sedang tertawa, wajah perempuan itu telihat dua kali lipat lebih cantik ketika tertawa. Tanpa ia sadari bibirnya melengkungan sebuah senyuman manis, tawa gadis itu benar-benar membawa dampak positif bagi mental Evan.

Anya mengibaskan tangannya di depan wajahnya berusaha meredakan tawanya. “Duh Evan dunia fiksinya jangan sampe kebawa ke dunia nyata dong,” ujarnya dalam sisa-sisa tawanya.

“Ya maaf.”

Anya berdeham menetralkan suaranya. “Jadi buku itu punya lo semua?”

“Bukan itu punya kakak gue, Nya.”

“Oh ya? Kakak lo cewek atau cowok? Kakak lo suka banget baca buku klasik ya?”

“Kakak gue cewek dan dia suka hampir semua jenis buku kecuali buku kecuali buku yang berkaitan tentang hitungan.” Evan memandang langit Bogor yang mendung, bibirnya mengukir sebuah senyuman yang Anya tangkap adalah sebuah senyuman paksa. “Hampir setiap minggu dia selalu minta anter gue buat hunting buku di toko buku sekitar Bogor. Kalau buku yang dia cari nggak ada di Bogor, dia bakal maksa gue buat anter dia ke luar kota demi buku yang dia cari,” terang Evan di akhiri kekehan kecil.

“Wah pasti seru banget dong.”

Evan mengangguk sebagai jawaban.

Anya tersenyum antusias. “Kenalin gue ke kakak lo dong, van. Pengen ngobrol sambil hunting buku bareng juga. Kalau gue ajak temen-temen gue mana mau mereka.”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 23, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang