Code 8 : Kartini Masa Kini

439 8 0
                                    

Kuhapus peluh yang mulai membasahi keningku. Napasku yang tadi memburu setidaknya kini sudah mulai normal. Jam pelajaran olah raga ini begitu menguras tenagaku. Bagaimana tidak, guru olah raga itu menyuruh kami berlari mengitari lapangan sekolah yang sangat luas itu sebanyak 5 kali.

Tungkai kakiku kuarahkan pada sebatang pohon yang tinggi menjulang. Mendudukkan diriku di bawahnya untuk beristirahat sejenak sembari berteduh dari sengatan sinar matahari itu.

"Baru begini saja sudah lelah." Jungkook, sahabat yang selalu menemaniku itu turut mendudukkan dirinya di sebelahku. Tangannya seperti biasa, mengacak-acak rambutku. Aku membiarkannya, toh rambutku pun kurasa sudah menyerupai sangkar burung.

"Cih, bangkitlah. Kau harus mensyukuri semua ini." Ia berujar sembari menendang-nendang kakiku. Kututup mataku, ia sudah mulai menjadi Jungkook yang bijak. Entahlah, ia lebih muda dariku tapi ia selalu berhasil membuatku terpukau dengan kata-katanya.

Pria tinggi itu menghembuskan napasnya, tampak wajahnya melukiskan rasa kecewanya. "Bagaimana nasib negri ini jika kartini masa kini justru lebih mudah menyerah ?" Aku mengerutkan dahiku. Apa dia tengah kerasukan ? Mengapa mendadak menanyakan hal itu ? Mungkinkah dia demam ?

"Tini. Bangun." Jungkook memanggilku dengan nama Indonesiaku. Oh tidak, ia tidak akan memanggil nama asliku jika tidak kecewa atau pun marah.

"Aku memang bukan berasal dari Indonesia, tapi kau tahu ? Aku kecewa. Perjuangan seseorang yang kalian sebut 'Ibu' itu akan sia-sia jika kau terus memanjakan dirimu." Pria tinggi ini memang sahabatku sejak ia pindah dan menjadi satu-satunya murid dari Korea di kelasku. Jangan iri padaku. Aku selalu merasa tertindas jika harus bersebelahan dengannya. Pasalnya, tinggi badan kami sungguh jauh berbeda. Selain itu, kau bisa bayangkan jika pria tampan, tinggi sepertinya berada di sampingku yang sangat biasa ini. Jika tatapan bisa membunuh, atau setidaknya menimbulkan luka, mungkin aku sudah berada di rumah sakit sekarang.

"Apa kau ingin menjadi wanita jaman dulu yang terus berkutat dengan dapur tanpa mengetahui dunia luar ?" , ia lalu berjalan menjauh, "Aku akan beli minum. Pikirkan ucapanku tadi."

Jika dipikirkan lagi, apa yang pria itu ucapkan memang benar. Aku terlalu lemah untuk menjadi Kartini masa kini. Harusnya, aku meneruskan perjuangan wanita mulia yang dengan bangga aku sebut-sebut 'ibu dari kaum wanita Indonesia'. Tapi aku justru mengeluh di sini, si bawah rindangnya pohon hanya karena terik matahari dan berlari mengelilingi lapangan.

Pria itu pun benar, bagaimana nasib negri ini jika para penerus Kartini melakukan hal yang sama sepertiku. Bukankah perjuangan beliau akan sia-sia ?

Kembali kupejamkan mataku, memikirkan hal-hal yang akan terjadi jika Kartini tidak berjuang dahulu, para wanita akan berada di dapur dan tidak akan ada wanita yang sekolah, kecuali mereka para bangsawan.

Aku hampir meloncat karena sensasi dingin yang mendadak hinggap di keningku. Mataku dengan cepat membuka dan mengarah pada pria tinggi itu. Ia terkekeh geli.

"Kupikir kau tertidur." Tangannya lalu membuka tutup botol air mineral untukku. "Kupikir kau ingin penerus Kartini menjadi mandiri." Aku sengaja mengucapkannya dengan nada sinis, tapi sepertinya tidak berguna. Pria itu justru semakin terkekeh.

"Aku ingin Kartiniku menjadi mandiri. Karena aku ingin, ia kelak tidak hanya akan berkutat dengan dapur."

Wait...

kartiniku ?

"Dasar lambat !" Ia menaruh botol air mineral di sebelahku lalu berlari menjauh. Ia kembali ke umur aslinya lagi.

Bukankah aku Kartini yang sangat beruntung ?

Present by,

Caca

***

Jungkook lagi nih guys .... Gimana nihh punyanya si Caca??? Bikin melting g nih???

Yang melting sebar bintang dulu yokkk^^ Kritik atau sarannya juga boleh dehhh


Who is The Code Write?

Code Write is a Team Work !!

Special Kartini's DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang