Rick

9 2 0
                                    

"Aku menyayangimu sejak 10 tahun yang lalu,"

"Aku mencintaimu, Moca-ku!"

Kata-kata Davis tadi siang di telepon masih berkeliaran di pikiranku. Malam ini ia akan sendiri. Tanpa Davis. Entah menyenangkan atau tidak aku tidak akan peduli !

Aku meraih gadgetku, lalu membuka aplikasi socmed yang berikon huruf f berwarna biru dengan background putih. Ada beberapa pesan:

Davison MavesStar
.
4 jam yang lalu. Dilihat

Kimberly Berly
.
Monica,
12 jam yang lalu. Dilihat

Claire
.
😂
2 hari yang lalu. Dilihat

Aku mengabaikan semua pesan itu, lalu melihat ke beranda. Semua status tak bermutu memenuhi berandaku, status milik Davis pun masuk kategori tak bermutu dan nyepam bagiku. Aku tahu, ia tengah menyindirku.

Jam baru menunjukkan pukul 20.04 pm, tetapi kedua mataku ini sudah tidak dapat diajak kompromi. Aku mengangkat bokongku dari tempat tidurku dengan malas, lalu pergi ke Dapur. Kopi susu buatan sendiri lebih nikmat daripada harus menyuruh pembantu, nanti malah ribet, air kebanyakan, gula kedikitan, rumit deh.

Satu cangkir kopi masih tidak bisa menahan kantukku. Entah kenapa, padahal tubuhku tidak terlalu lelah-lelah sekali, hanya sedikit pegal. Aku menguap, lalu membiarkan diriku terjun ke alam mimpi.

Kringgg... Kriingg..

"Errgghh," aku meraih alarmku, lalu membantingnya agar diam, tak peduli nantinya akan rusak atau tidak.

Aku membuka mataku dengan paksa, lalu menggaruk-garuk pucuk rambutku, entah ada ketombe atau kutu yang menghinggapi rambutku. Dalam keadaan setengah sadar aku berjalan ke kamar mandi.

Sempurna, saatnya pergi. Aku hanya memakai dress pendek berbahan katun berukuran di atas lututku, entah berapa aku tidak mengukurnya. Sedangkan kedua kakiku hanya kubalut dengan flatshoes berwarna pink muda, senada dengan dress yang kupakai. Aku akan refreshing hari ini untuk menenangkan otakku, yaitu berenang, walau sendirian itu tak menjadi masalah bagiku.

Aku menyetir mobilku dengan pikiran kacau. Davis sedari tadi terus memenuhi pikiranku! Membuatku kurang berkonsentrasi dalam menyetir mobilku. Untungnya kolam renang ini hanya berjarak sekitar 400meter dari rumahku, dan jangan tanya mengapa aku menggunakan mobil!

Aku membayar karcis masuk, lalu menatap salah satu kolam sedalam 200 meter, airnya bersih, di sana kolam yang ping disukai Davis. Selain karna airnya paling jernih, di samping kolam itu berdiri sebuah pohon besar dan rindang. Terkadang dedaunan kering yang berjatuhan menghiasi kolam itu, menambah daya tarik tersendiri bagi kolam itu.

Aku memandang pantulan diriku di cermin. Entah mengapa aku merasa kesepian, biasanya aku berenang bersama Davis, tapi hari ini, tahun ini, bulan ini aku berenang sendiri. Dan ini pertama kalinya bagiku. Aku keluar dari ruang ganti dengan sedikit kurang pede mungkin karena pakaian renangku atau karena aku sendiri. Entahlah.

Aku mencelupkan kakiku di kolam renang, lalu menceburkan diri sepenuhnya. Aku menggerakkan tubuhku ke sana kemari. Memang cukup bosan berenang tanpa Davis. Akhirnya aku memilih untuh singgah di pinggiran kolam renang, duduk sebentar untuk menghilangkan jenuh.

Seorang laki-laki berambut hitam pekat menghampiriku. Ia cukup tampan.

"Hai, ladies," ia menyapaku.

Aku menyunggingkan senyum.

"Hai juga,"

Lalu ia ikut duduk di sebelahku tanpa minta izin dahulu. What the hell?

"Siapa namamu, cantik?"

Aku memalingkan wajahku, semburat merah di pipiku tiba-tiba muncul, itu membuatku malu, benar-benar malu!

"Err, Monica,"

Suasana agak canggung.

"Namamu sangat indah. Aku Rick," lagi-lagi ia menyunggingkan senyumnya.

Aku tersenyum paksa, rasanya aku ingin melemparkan pandangan berhenti-tebar-pesona padanya, tetapi berhubung aku adalah orang yang sopan ku urungkan niatku itu.

Hening.

Aku semakin tidak suka suasana seperti ini. Ayolah, kenapa harus wanita memulai? Baiklah, kalau memang begitu.

"Err, Rick. Kau seorang, um-Mahasiswa?" aku menatap iris biru muda-nya. Ku akui, ia sungguh tampan.

"Ya, aku seorang mahasiswa di universitas, aku lupa namanya, universitas di jalan Vandora itu, kau tahu?" Rick kini bergantian menatapku.

"Oh itu, aku mengerti! Aku juga sekampus denganmu. Umm, salam kenal!" aku mengembangkan senyumku, menampilkan deretan gigi-gigi putihku yang tersusun dengan rapinya di tempatnya.

"Monica? Apa aku boleh meminta nomor teleponmu?"

Aku membulatkan mulutku, apa dia gila? Di kolam renang begini ia menanyakan nomor telponku? Ia memang konyol!

"Apa tidak bisa nanti?" aku melemparkan pandangan mengertilah-keadaanmu-sekarang-bodoh.

Rick melemparkan pandangan aku-serius.

"Cepat sebutkan!"

"Okay jika kau memaksa,"

Aku menyebutkan beberapa digit nomor telponku, aku melihat wajahnya, seperti sedang berusaha keras mengingat setiap angka yang kuucapkan.

"Oke, aku sudah hafal," ia mengedipkan sebelah matanya.

Aku membuang muka.

Rick kembaki tersenyum penuh percaya diri. Lagi-lagi aku terpesona dengan pesonanya. Ia sungguh tampan dan umm-manis. Apakah aku menyukainya? Entahlah, aku tak mengerti perasaanku saat ini, aku hanya merasa bahagia. Sangat bahagia.

"Rick, berhentilah berpacaran! Kemari!"

Aku menoleh ke sumber suara. Beberapa laki-laki tak kalah tampan darinya tengah memperhatikannya dari tadi. Kemudian mereka bersiul-siul seperti menggoda.

"Tancap gas, Rick!"

"Lumayan! Pacarmu cantik juga, kalo gakmau buat aku aja gakpapa kok, aku rela, Rick,"

"Hahaha" mereka semua tertawa.

Tanpa kusadari semburat merah muncul di pipiku.

"Rick, aku pergi dulu ya,"

Rick mengangguk lalu mengedipkan sebelah matanya.

.

'Aku akan mendapatkanmu, Monica,'

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 23, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

I'm In Love With My Best FriendsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang