Tidak terasa, sudah 10 tahun aku bersahabat dengan Davis. Kini aku sudah duduk di bangku Universitas, tetapi belum mencapai 1 semester. Begitu juga dengan Davis, ia satu kampus denganku tapi tidak satu kelas, sebab ia lebih memilih 'Kedokteran' daripada 'Hukum', tapi sudahlah, aku tak peduli. Saat ini yang kupikirkan adalah perasaanku. Apakah aku menyukai Davis? Teman kecilku yang sedari dulu ku impi-impikan. Aku masih mengingatnya, dulu, ketika aku bermain di Taman bersamanya.
"Kalo udah gede, Davis pengen nikah sama kamu. Soalnya Moca cantik sih.."
Aku tersenyum ketika mengingat itu. Ah, Davis, apa kau masih mengingat itu? Kuharap iya.
Hari ini adalah hari yang paling membosankan. Hari di mana pelajaran Mr. Grey, guru Kimia yang terkenal 'killer'. Saking galaknya, ia akan menghukum siswa putri untuk sit up 15x, bayangkan saja, seorang perempuan harus sit up 15x dihadapannya. Tapi, jika laki-laki, ia akan menghukumnya dengan lari 15x kali sampai berkeringat, jika belum berkeringat ia akan menyuruhmu berlari lagi.
Aku hanya memakai pakaian sederhana. Cukup feminim. Sebuah rok kotak-kotak merah seukuran kira-kira 7cm di atas lutut. Sedangkan atasannya, aku menggunakan T-shirt polos berwarna hijau muda, dan kakiku hanya kubalut dengan sepatu kets berwarna biru-putih. Aku meraih ponsel dan tas selempangku, lalu menggantungkannya di pundakku.
Davis memang benar, aku adalah seorang sopir yang penyabar. Aku menyetir mobil sedanku dengan sangat pelan, bahkan di bawah kata 'normal'. Hanya butuh waktu 30 menit aku sudah stay di kampusku.
"Tebak siapa aku?"
Sebuah tangan tiba-tiba menutup kedua mataku. Sudah kuduga, pasti ini Davis."Ini pasti Jerry 'kan?" tebakku sambil menahan tawa.
Davis melepaskan kedua tangannya yang menutup mataku, lalu mulai menyeringai kepadaku. Aku mengambil sikap waspada, bak tentara yang bersiap untuk berperang.
"Pasti kamu mau ambil uang saku aku kan?"
Kulihat Davis menggeleng lalu menjulurkan lidahnya.
"Tebak saja,"Davis terdiam sejenak lalu menggelitiki perutku, aku tertawa hingga perutku sakit, kupukul tengkuknya menggunakan gadgetku sampai ia berhenti, tapi sayang, cara itu tidak mempan untuk seorang Davis.
'Brukkkk..'
Sebuah tubuh kekar dan berat menindih tubuhku. OMG, Davis, dasar idiot ! Entag bagaimana bisa, ia jatuh di atas tubuhku, ini sungguh gila. Semua mahasiswa memperhatikan kami, salah satu pun ada yang memotretnya. Aku mencubit pahanya, lalu menggesernya ke samping.
"Dasar idiot! Mesum!" celetuk diriku sambil berkacak pinggang dan membersihkan pakaianku.
Davis tertawa terbahak-bahak. Aku memukulnya dengan sepatu yang kupakai, lalu kutendang kakinya tepat di tulang keringnya.
"Aduh!" ringisnya.
"Sakit ya, sayangkuh?"
Ia mengangguk manja, lalu kembali kutendang lagi kakinya.
"Bodoh! Dasar kau ini masih punya otak atau tidak?"
"Punya lah, wekk," aku menjulurkan lidahku.
Davis menarikku ke gedung belakang sekolah, aku berusaha untuk melepaskan genggamannya, tapi sulit. Akhirnya kuinjak-injak kakinya tetapi tidak bisa.
Raut wajah Davis berubah menjadi serius. Ia menatapku. Tatapannya sangat dalam. Entah kenapa, jantungku berdebar.
"Err, Moca. A-aku suka kamu,"
Aku terpaku di tempat. Sebenarnya aku merasakan hal yang sama tetapi rasanya sulit untuk kukatakan.
"Aku butuh waktu,"
David menunduk, raut wajahnya terlihat seperti menahan jengkel. Mau bagaimana lagi?
Ia mengangguk lemah, lalu pergi meninggalkanku sendiri.
.
"Aku juga mencintaimu, Davis,"
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm In Love With My Best Friends
Storie d'amoreBerawal dari teman. Suka dan Duka. Menjalani waktu berdua. Dan kasih sayang itu kini berubah menjadi Cinta.