chapter 1

3.8K 29 19
                                    

maap.. uploadnya lamaaaaaaa.. hahahaha

berusaha mendapatkan ide.. dan maap lagi klo di sini POV 1 tapi ada nyelip", nyampur" ma POV 3... jadi kyk gado"... jadi aneh deh.. gak ada tandanya lagi yang nunjukin ni POV 3 to bkn... hehehe

yahh.. slamat menikmati sajalah.. hehehe...

 ket : klo tanda petiknya satu brarti omongannya lewat pikiran.. hihihi xp

----o0o----

Krriiiinnggg….kriiinnggg…

Yuppzz… bel membosankan itu terdengar lagi. Tanda masuk sekolah.

Aku berjalan gontai masuk ke kelasku sambil menenteng tas ransel biruku. Kelas yang terkucilkan, terbuang, sama sekali tidak dihiraukan, suram, kelam, dan kawan-kawannya. Kelas XIS3. Yeah… Inilah kelasku yang benar-benar kacau, bau alcohol dan asap rokok di mana-mana memenuhi kelas ini. Di dalamnya, tentu saja siswa-siswanya bisa dibayangkan kan?? Banyak anak-anak sedang bermain kartu remi.. yah.. judi.., merokok, minum minuman seperti alcohol dkk, ada juga yang diam-diam memakai narkoba, dan lain-lain yang sejenis, sebangsa dan setanah air seperti itu. Dan salah satunya memanggilku,

“Hey, Tiffany. Ayo maen.” Teriaknya sambil melambaikan tangan kirinya ke arahku dan tangan satunya lagi menunjuk ke arah mainan seperti domino yang ada di mejanya.

“Aku lagi gak mood. Ngantuk. Mending tidur deh. ” aku berjalan ke tempat dudukku, meletakkan tasku di meja yang penuh dengan coretan-coretan type-ex dan pulpen. Kepalaku langsung kurebahkan di atas tasku dan tasku sebagai bantalnya. Aku langsung tertidur pulas.

“Tiffany!!! Bangun!!”

Oohhh… aku belum puas tidur. Suara cempreng siapa sih yang berani-beraninya membangunkanku, “heehh… ??” aku mendongakkan kepalaku dan mencari-cari siapa yang berani-beraninya membangunkanku. Berani-beraninya dia membangunkan singa yang sedang tidur.

“Berani-beraninya kau tidur di kelasku, Tiffany!! Saya sudah memanggilmu sebanyak 5x. Sampai-sampai pita suara saya mau putus.”

Aaahh.. guru cempreng itu. Siapa sih dia?? Guru baru?? Nggak pernah terlihat wajahnya ada di sekolah ini.

Aku menatap tajam mata ibu itu dan berkata,“Kalau pita suara ibu gak mau putus ya udah gak usah teriak-teriak donk. Gitu aja susah. Lagian semua siswa di sini punya hak masing-masing. Mau tidur kek, mau maen kek, terserah. Apa urusan ibu mau melarang kami. Asal ibu tahu ya, KHUSUS di kelas ini, tidak ada satu pun peraturan sekolah yang berlaku.”

“Apa?!? Kamu berani-beraninya membantah saya. Peraturan tetap peraturan. Tidak ada pengecualian.”

“Ibu belum diberitahu oleh Kepsek ya?? Kasihan sekali. Coba saja tanya ke Kepsek langsung. Suatu kesalahan besar ibu berani datang dan mengajar di kelas ini. Guru-guru yang lain saja untuk datang ke lorong XIS3 saja sudah malas apalagi mendengar kata “mengajar di XIS3”, mereka sudah pada kabur ke ruang guru bersantai ria daripada memilih untuk memasuki kelas ini. Hhhmm.. ” kataku sambil tersenyum sinis.

“KELUAR kamu dari kelas ini sekarang juga!!!!”

“Asal ibu tahu ya, masih untung kita semua di sini masih mau hadir buat ngisi kelas ini biar gak kosong dan gaji kalian tidak berkurang. Kita semua di sini solidaritasnya tinggi. 1 keluar semua keluar. Ya gak temen-temen??” Tanyaku pada semua anak kelasku.

“Yup..”

“Iyalah..”

“Pasti dong..”

Semua anak menanggapi dengan positif. “Oke, aku di suruh keluar nih, enaknya kita ke mana ya??”

“Ke mana ya?? Liat aja nti. Pokoknya kita keluar aja dulu.” Sahut seorang anak laki-laki.

“Ke kantin aja deh.. Gimana??” sahut anak laki-laki lainnya.

“OKe…” anak-anak langsung serempak membawa tas-tas mereka termasuk aku dan bergegas pergi ke kantin.

“Kurang ajar kalian semua!!! Akan saya laporkan kalian pada yayasan. Lihat saja nanti.” Teriak ibu itu.

Aku hanya menatapnya sejenak sambil tersenyum meremehkan. “Tenang saja, gak akan mempan kok.” kataku sambil berjalan keluar menuju kantin.

----o0o----

Kantin benar-benar sepi saat itu. Ya iyalah, mana ada anak yang berani-berani keluar saat pelajaran hanya untuk ke kantin kecuali anak-anak XIS3. Yapz.. XIS3 sih nggak usah ditanya lagi gimana perilaku mereka dan hebatnya lagi mereka bisa naik kelas. Lebih tepatnya memang dinaikin,ya mungkin supaya kita bisa cepat-cepat keluar dari sekolah tercinta mereka ini. Tentu saja untuk naik tidak gampang, mereka harus memberikan amplop tentu saja. Dan untungnya ini adalah sekolah elit yang tentu saja murid-murid yang bersekolah di sini elit-elit pula kan. Jadi uang sangatlah kecil bagi mereka. 

“Hey, Tiffany. Kamu mau pesan apa?” Tanya Luise sambil menepuk pundakku. Luise, cowok berparas keren dan tampan yang terkenal dengan ke-playboy-an nya yang stadium akhir dan permainan judinya yang bisa dibilang selalu menang. Hampir semua cewek di sekolah ini pernah dipacarinnya. Ckckck… Jangan sampai dia berani-berani menjadikanku pacarnya, sampai itu terjadi, lihat saja nanti, sebelum kujawab akan ku tonjok dia sampai babak belur. Akan kutolak mentah-mentah dia, dasar cowok playboy kelas kakap.

“Serah...” Jawabku sambil mempersiapkan diri melanjutkan tidurku lagi.

“Ya udah. Tunggu di sini ya…” kata Luise.

“Zzzz…”

“Ya elah, cepet banget ni anak tidurnya.” Luise beranjak pergi membeli makanan.

“Aduw..” tiba-tiba kepalaku langsung ditarik dan terpaksa terangkat dari posisi tidurku. Rasa sakit langsung menjalar di sekujur kepala dan leherku.

‘Jahat sekali kau Frey. Sakit ni kepala dan leherku. Kalau mau narik gak usah kenceng-kenceng amat napa. Anjing aja gak sekasar ini diperlakuinnya.’ Bentakku pada Frey melalui pikiranku.

‘Kau bukan anjing kan? Jelas perlakuanku padamu beda dari anjing.’ Katanya lewat pikiranku

‘tapi kan derajatku lebih tinggi dari anjing, seharusnya kau lebih baik padaku daripada anjing.’

‘kau memang lebih tinggi derajatnya daripada anjing tapi derajatku lebih tinggi dari kau, Fany. Aku ini majikanmu, tuanmu, ingat itu.’

‘hah.. Dasar majikan tidak punya perasaan. Huff..’

‘sudahlah… cepat ke sini. Aku butuh bantuanmu.’

‘iya.. iya.. hhh.. kamu dimana?’

‘Kamu kan bisa lihat sendiri aku ada di mana kan?’

‘aduh kelamaan… Sekarang di mana kamu? Mau cepet gak?’

‘di depan gerbang sekolah. Hey, kenapa jadi kamu yang marahi aku.’

‘aahh.. terserahlah.’

Aku langsung berdiri dan mengambil tasku, bergegas pergi ke gerbang sekolah.

“Hey, Tiffany. Warna matamu jadi merah lagi.” Kata Luise yang sedang membawa makanan yang telah ia pesan.

“Ohh...,"Aku langsung memejamkan mataku sebentar hanya 2-3 detik agar warna mataku berubah kembali menjadi hitam. "Thanks… aku harus segera pergi, bye..” kataku sambil berlari meninggalkan kantin.

“Tapi makananmu…?” teriak Luise.

“Kau saja yang makan. Nanti aku bayar ke kamu…” aku balas berteriak.

Selalu saja seperti ini, apa yang sebenarnya kau sembunyikan, Tiffany, pikir Luise dalam hati.

I'm his petTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang