yaaaa... terima kasih bagi yang sudah membaca sekaligus memvote cerita ini.. hehehe.. karena aku gak rutin upload dan online terus.. hihihi.. arigatou~
yaaa... ini lanjutannya... selamat membaca... ~
----o0o----
Kami langsung berjalan menuju tempat parkir sekolah dan masuk ke dalam mobil berwarna putih, aku duduk di tempat kemudi dan Frey duduk di belakangku. Aku menyalakan mobil itu dan langsung bergegas keluar sekolah.
“Ah ya, maksudmu “rumah” tadi itu apartemen kita atau rumah yang sebenarnya??” tanyaku sambil melihat Frey melalui kaca spion yang ada di dalam mobil.
“Tentu saja apartemen, tidak mungkin aku akan ke rumah itu kan...” jawabnya dingin sambil melihat keluar jendela.
Selama perjalanan, kami hanya diam, tidak ada yang berbicara sedikit pun. Aku iseng melihat Frey melalu kaca spion dalam, sepertinya ia sedang memikirkan sesuatu pikirku.
“Ada apa lihat-lihat hah??” tanya Frey kesal.
“Aaahh.. .tidak apa-apa… sepertinya kau kesulitan sekali tadi menangani demon-demon itu, aneh. Dan sepertinya kau banyak pikiran akhir-akhir ini, aku sering melihatmu melamun terus.” kataku santai sambil tetap fokus pada jalanan.
“Hhh…Anak orang itu datang tadi, ia yang memanggil demon-demon itu. Saat kamu datang, dia sudah pergi duluan.” katanya.
“Hhmm?? Datang?? Untuk apa dia datang?” tanyaku.
“Kau tidak perlu tahu.” jawabnya dingin.
“Huuff…always like that. Kalau kau kenapa-napa, aku juga yang kena imbasnya. Dasar…” keluhku ” Okay, kita sudah sampai. Ayo, keluar.”
Kami berdua keluar dari mobil dan berjalan masuk ke apartemen, naik lift sampai ke lantai 7. Frey membuka pintu apartemennya, berjalan mendekati komputer kesayangannya dan langsung menyalakannya. Seperti biasa ia pasti sedang membuka email untuk melihat apakah ada email pelanggannya yang masuk. Ya, kami berdua bekerja sebagai pembunuh bayaran di malam hari. Dengan begitu, kita mendapatkan uang dengan cepat dan mudah. Sampai saat ini kami sama sekali belum pernah ketahuan, kami professional di bidang itu.
“Frey, aku tidur dulu. Nanti kalau ada tugas bangunkan aku.. Hoaamm..” kataku sambil menguap lebar dan meregangkan badan.
“Hhmm…” balas Frey.
Aku berjalan menuju sofa di depan TV dan langsung menghempaskan badanku ke sofa itu. Tangan kiriku menutup mataku dan tangan kanan berada di atas perut. Kupejamkan mataku dan langsung tertidur pulas.
Ctass.. Ctass.. suara cambuk…
“Dasar!! Lebih baik kau mati saja… kau tidak pantas dilahirkan, aku menyesal melahirkan anak sepertimu!!! Seharusnya kau tiru adikmu itu!! Ia lebih baik dan bisa diandalkan, tidak sepertimu!! Anak bodoh!! Tolol!! Tidak bisa apa-apa.”
Ctas.. Ctas.. suara cambuk terus berlanjut…
Aku melihat di sebuah ruangan kecil yang gelap ada seorang anak perempuan kecil yang sedang menahan perih di punggungnya akibat cambukan dari seorang perempuan dewasa yang kupikir ia adalah ibunya. Kejam sekali ibu itu, pikirku. Dan di sudut pojok ruangan, aku melihat ada seorang anak kecil laki-laki yang sedang meringkuk melihat perempuan kecil itu dicambuki oleh ibunya. Tidak ada sama sekali ekspresi yang muncul di wajah anak kecil laki-laki itu. Datar.
Setelah ibu itu pergi dari ruangan itu, anak laki-laki tadi beranjak menuju anak perempuan itu.
“Kakak, tidak apa-apa?” tanyanya masih dengan ekspresi datar.
Kakaknya alias anak perempuan itu tersenyum manis, “Tidak apa-apa, Zanoir.”
Braakk!! Pintu itu tiba-tiba terbuka dengan dibanting. Tiga orang dewasa muncul di balik pintu itu,yang satu ibunya dan dua orang laki-laki. Kedua orang laki-laki itu memasuki ruangan dan seketika menyeret anak perempuan itu keluar dari ruangan itu. Anak itu meronta-ronta menangis sambil berteriak, “Mama, sakit… Mama!! Sakit!!” Anak itu diangkat oleh dua orang berbadan besar hingga setara dengan tinggi ibunya. Tubungnya menggantung di antara dua orang laki-laki itu, masing-masing tangannya digenggam oleh dua orang laki-laki itu.
Anak perempuan itu terlihat pasrah, ia menundukkan kepalanya, tidak berani melihat wajah ibunya. Seketika di tangan ibunya muncul sebilah pisau yang siap mengarah ke jantung anak itu. Anak itu mengangkat wajahnya, menatap wajah ibunya yang terakhir kali, muncul ekspresi marah dan dendam di wajah anak perempuan kecil itu.
“Berani-beraninya, kau menatapku seperti itu hah?? Dasar anak tidak tahu diri!!” marah ibunya sambil mengayunkan pisau itu dari atas kepalanya ke jantung anak itu. Tiba-tiba secara samar aku melihat tatapan anak itu berubah sekejap menjadi sadis dan ia tersenyum sadis pula. Saat itu pula langsung terdengar jeritan kesakitan “Aaaaahhhhhhh!!!!!”
“Faannyyy!!!”
Aku langsung membuka mataku sambil ngos-ngosan. Aku melihat ke sebelah kiriku, Frey sedang berdiri menatapku kesal.
“Aku meneriakimu berulang kali kau tahu. Kau mau tidur berapa lama hah?? Huff.. kau akhir-akhir ini selalu mimpi buruk. Mimpi apa memang?” tanyanya.
“Hhmm…tentang anak keciiill… hhhmm…lupa… Aku selalu tidak dapat mengingat mimpiku. Hanya samar-samar saja.” ucapku.
“Hhh.. Aneh.. Sudahlah, buatkan aku makanan sekarang.. Aku lapar…” perintahnya.
“Hhh.. ya ya ya…” jawabku sambil mengucek mataku.