Suasana bandara yang penuh sesak ini tak dapat membuat senyum laki-laki ini luntur. Dengan wajahnya yang sangat riang itu, ia dengan sabar menunggu kopernya diturunkan.
Setelah mengambil kopernya, ia segera bergegas menuju kafe terdekat, perutnya yang lapar sudah meronta untuk diberi makan. Sambil memperhatikan orang-orang yang lalu lalang, dan senyumnya yang tak pernah pudar, ia mencoba untuk mengambil napas sebanyak-banyaknya. Menghilangkan rasa gugup yang ada di hatinya, akhirnya, setelah sekian lama, ia dapat kembali ke negara ini, tempat ia di lahirkan.
Ia memejamkan matanya, mencoba menemukan kembali ingatannya dulu saat ia masih berada di Indonesia. Tanpa sadar senyumannya pun mengembang semakin lebar.
Flashback~
Seorang gadis kecil yang memakai baju kebesaran bergambar para vokalis band bergenre rock itu sedang berusaha naik ke atas bangku yang tingginya bahkan melebihi tinggi tubuhnya sendiri. Dengan gigih dan hati-hati ia memanjat bangku itu agar keseimbangannya tidak hilang.
Setelah berhasil memanjat bangku yang tepat berada di depan dinding yang memisahakan rumahnya dengan rumah tetangganya, ia masih harus berusaha lagi untuk berjinjit di atas bangku itu karena tingginya sekarang belum setara dengan tinggi dinding itu.
Hap!
Akhirnya, tangan gadis itu berhasil mencapai bagian teratas dari dinding pembatas itu, ia pun juga sudah bisa melihat apa yang terletak di balik tembok berwarna biru muda itu.Disana, tepatnya di depan sebuah pohon mangga yang terletak di halaman rumah tetangganya itu, seorang anak laki-laki dengan sebuah kanvas putih di hadapannya dan juga kuas lukis di tangannya sedang mencoba untuk mengkolaborasikan warna membentuk objek yang sedang ia amati. Tepatnya, ia sedang melukis bunga mawar yang mungkin merupakan milik ibunya.
Gadis kecil itu dengan sabar mengamati warna demi warna yang laki-laki itu torehkan pada kanvas yang tidak lagi putih itu. Matanya menatap kagum kanvas itu ketika objek yang sedang anak laki-laki itu lukis sudah hampir selesai. Sangat cantik, pikirnya.
Kegiatannya ini tahu-tahu saja terganggu ketika gadis itu tak lagi bisa menahan keseimbangannya karena kakinya yang dari tadi dipaksa untuk menjinjit merasakan pegal yang teramat sangat.
Bruk!
"Aargh!" teriak gadis itu. Matanya yang tadi terpejam saat jatuh, ia buka dengan perlahan. Tangannya yang kecil meraba-raba tempat dimana ia terjatuh. "Fiuh." Ia menghembuskan napas lega, untung saja ia adalah gadis yang pintar, karena sebelum ia memutuskan untuk memanjat, ia sudah terlebih dahulu meletakkan sebuah trampolin pemberian ayahnya di bawah, untuk jaga-jaga apabila kejadian seperti ini terjadi."Kau tidak apa-apa?" Anak laki-laki yang diamati gadis itu tadi memakai cara yang sama seperti dirinya untuk melihat ke arah suara teriakan itu berasal. Anak laki-laki itu terlihat ngos-ngosan, mungkin karena ia berlari untuk sampai ke sini.
Menyadari bahwa anak laki-laki yang tadi ia amati sedang melihat ke arah dirinya yang sedang dalam posisi yang tidak mengenakkan --terlentang tak berdaya karena susah untuk kembali bangkit dari trampolin itu-- ia dengan gerakan cepat dan terkesan tergesa-gesa berusaha untuk kembali bangkit berdiri, namun karena itu pula, ia malah semakin susah untuk bangkit dari sana. "Aku ... aku tidak ... tidak kenapa-kenapa," ucapnya sambil terus berusaha membenarkan posisinya tadi.
"Pfft, umhh, hahaha."
Gadis kecil itu memandang anak laki-laki itu aneh. Bagaimana tidak aneh, anak laki-laki itu tertawa dengan keras untuk hal yang menurutnya tidak lucu. "Kenapa kau tertawa?"Anak laki-laki itu langsung bungkam, pipinya memerah ketika menyadari perilakunya barusan. "Maafkan aku, lagian kamu sangat lucu ketika berusaha bangkit dari sana dengan buru-buru."
"Kau tidak perlu minta maaf," ucapnya sambil mengibas-kibaskan tangannya, "kondisiku saat ini memang sangat lucu, tapi bisakah kau membantuku untuk bangun dari sini? Gerbangku tidak dikunci, jadi kau bisa masuk."
Anak laki-laki itu kembali terdiam, ia tidak berani untuk keluar dari rumahnya.
"Kenapa kau diam? Kau tidak ingin membantuku, ya?"
"Aku ... aku tidak berani."
"Pfft, hahaha," kali ini gadis kecil itu yang tertawa, "mengapa kau tidak berani, bukankah kau adalah anak laki-laki? Dasar penakut."
Pipi anak laki-laki itu lagi-lagi memerah, tidak terima di bilang penakut, ia pun langsung turun dari bangku yang tadi ia panjat, dan pergi menuju ke rumah gadis itu. Meskipun dengan tangan yang mendingin dan terkepal kuat, akhirnya ia berhasil juga keluar dari rumahnya dan membantu gadis itu berdiri.
"Terima kasih, dan maaf kalau tadi aku mengatakan kalau kau adalah penakut."
"Sama-sama."
"Ya, meskipun tanganmu mendingin, setidaknya kau telah baik membantuku, jadi sekarang perkenalkan namamu." Gadis kecil itu mengulurkan tangannya.
Dengan ragu-ragu anak laki-laki itu mengulurkan tangannya untuk menyambut tangan gadis itu. "Namaku ... Karel Christofel."
Uluran tangan Karel tadi langsung dijabat erat oleh gadis itu, dengan tersenyum lebar, ia mengucapkan namanya, "Reina Putri Sutioso."
Senyum Karel tanpa sadar ikut mengembang ketika melihat senyum Reina tadi, dan sejak saat itu, senyuman itu semakin lama semakin sering terlihat.
Flashback off~
"Mas, mas, ini pesanannya."
Suara pelayan kafe itu menyadarkan Karel dari lamunannya, ah, pesanannya sudah datang rupanya. "Terima kasih," ucapnya sambil memberikan beberapa uang tip kepada pelayan kafe itu.
Karel menggelengkan kepalanya, bagaimana mungkin dia bisa sampai tidak menyadari bahwa pelayan kafe tadi sudah memanggil namanya dari tadi.
"Uuh, makanannya masih panas." Karel meniup-tiup tangannya--yang sudah ia cuci-- yang tadi menyentuh makanan. "Lebih baik aku baca surat kabar saja dulu," gumamnya sambil mengambil surat kabar yang baru saja ia beli.
Tak ada kabar yang menarik bagi Karel, sehingga ia hanya membolak-balikkan surat kabar yang tadi ia beli. Semua beritanya hanya membahas topik seputar bisnis yang sama sekali ia tidak mengerti. Saham, perusahaan, nilai kurs, dan segala embel-embelnya, hanya membuat dirinya mual saja ketika membacanya.
Sampai ketika ia membaca sebuah berita yang terdapat di halaman terakhir surat kabar itu, ia tercengang dan tak dapat mengalihkan perhatiannya dari sana.
'Rangga Stevanus, Pemilik Perusahaan Properti Terbesar di ASEAN Akan Menikah Dengan Reina Putri Sutioso'
Deg!
--
Agak garing gimana gitu yak?
Maap deh yak, maap.
Gambarnya juga gak sesuai gitu yak?
Maap lagi deh yak, maap.
![](https://img.wattpad.com/cover/69945662-288-k482603.jpg)
YOU ARE READING
Bride Expectation
Ficção AdolescenteImpian Reina sejak ia kecil adalah menikah dengan seorang pangeran dan tinggal di istana yang megah. Meskipun banyak orang yang mengatakan bahwa hal itu hanyalah impian naif yang dimiliki oleh setiap gadis kecil yang usianya tak lebih dari sepuluh...