Menunggu bukanlah suatu hal yang sangat menyenangkan bagi seseorang. Terkadang, jika seseorang terlalu lama menunggu, pada akhirnya rasa jenuh pun akan timbul. -L.V.S-
^^^^
Chindai mengedipkan matanya berulang kali, mencoba untuk mencerna kata demi kata yang baru saja Bagas ucapkan.
Bingung ingin memberikan respon seperti apa, bingung ingin mengatakan apa, hanya diam yang mampu dia lakukan.
Chindai memundurkan wajahnya menjauhi Bagas, berniat untuk menghilangkan rasa gugup yang sudah berkecamuk dalam dirinya. "Hahh?!" Chindai takut.
Takut apa yang telah dia dengar barusan, hanyalah hayalannya saja. Berniat supaya Bagas mengerti jika dia membutuh pengulangan ucapannya kembali.
"Gue rasa lo bukan termasuk tipikal cewe yang mengidap gangguan pendengaran. Gue gak suka ngulang kata-kata yang baru sepersekian detik gue ucapin. Kalau lo denger bagus, kalau lo gak denger, yaudah."
Chindai langsung menaikkan sebelah alisnya, saat mendengar ucapan Bagas.
Bingung ingin mengatakan apa, karna bukan ini yang dia harapkan. Lagi pula dia hanya meminta Bagas untuk mengulang perkataannya kembali, walaupun dalam istilah "kode".
Tapi kenapa jawabannya seperti ini??
Chindai beranjak dari tempat duduknya, merasa malu karna Bagas tidak peka dengannya.
Merapikan kotak P3K, dan menaruh ke tempat semula. Dengan langkah kecilnya, dia meninggalkan Bagas.
Sengaja memperlambat langkahnya, untuk menunggu suara Bagas memanggil namanya, atau menahan pergelangan tangannya.
Hingga posisi Chindai kini benar-benar berada di ambang pintu. Tak ada panggilan atau pun cegahan.
Tak ada niatan untuk kembali, dan meminta Bagas dengan terang-terangan untuk mengulang kata-katanya. Gengsi.
Dirinya lebih mengutamakan gensinya, dari pada rasa penasaran dan keinginannya.
Chindai melanjutkan langkahnya kembali, rasa malu dan kecewa kini sudah menjalar di seluruh tubuhnya.
Bagas memperhatikan Chindai, hingga punggung wanita itu sudah tak terlihat lagi.
Bagas mengacak rambutnya frustai, akibat rasa ego dan gensinya pada gadis itu, membuat dia gagal untuk mengatakan kata permintaan maafnya.
Bagas perlahan memejamkan matanya. Bayangan-bayangan dirinya dengan Chindai terlintas di pikirannya.
Mulai dari dia yang mengatakan pada Rian, tentang kebenciaannya pada gadis itu.
Mulai dari penolakkan dirinya ketika gadis itu memintanya untuk datang pada malam pertunjukkannya.
Mulai dari Bagas yang meminta gadis itu untuk tidak mendekatinya lagi.
Ditambah lagi saat di koridor tadi pagi, saat perkataan kasarnya di ajukan pada gadis itu.
Semua nya itu seakan telah menggambarkan bahwa Bagas benar-benar membenci gadis itu.
Tetapi otaknya pun memutar kembali, saat dia seolah tak mau kehilangan gadis itu.
Saat hatinya terasa sakit dan sesak, ketika perkataannya membuat gadis itu malu dan marah.
Hatinya pun ikut terluka juga, saat gadis itu menagis karna perkataannya.
Saat gadis itu menjadikan sandaran kesedihannya adalah Rian, dan dia tidak menyukai hal itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Games and Love
Teen FictionJika Tuhan memang adil dalam segala hal. Tetapi, mengapa hingga saat ini aku tak pernah mendapat keadilan itu? Kenapa Tuhan seakan menjerumuskanku dalam sebuah persoalan, yang aku sendiri tak tau harus bagaimana menghadapinya. -Chindai- Mengapa Tuha...