Bab 8

93.7K 5.5K 144
                                    

Hai-hai. ketemu lagi dengan saya, maaf kalo slow update ya. Alasan klasik. Wkwk sibuk :p hehe langsung aja ahhh happy reading:) jangan lupa vote dan komen guys..

****

Author's POV

Sean tiba di kantor pusatnya pada pukul 9 pagi. Ia lalu berjalan dengan langkah gagahnya yang khas menuju ruangannya, tetapi sebelum itu, Sean berhenti di depan meja Larry. Dia ingin menanyakan bagaimana perihal pencarian Keyla yang ia suruh beberapa hari lalu. Sepertinya tidak ada perkembangan.

"Ehm." Sean berdeham singkat karena Larry tidak menyapanya seperti biasa. Dia hanya fokus memandang komputer di depannya tanpa tahu kalau Sean baru saja lewat mejanya itu.

"Ah pagi bos," ucap Larry sambil mendongakkan kepalanya ke atas. "Maaf, aku tidak tahu kalau kau datang. Aku sedang menyiapkan berkas untuk rapatmu 30 menit lagi," lanjutnya.

"Oh okay. Tapi kau tidak lupa kan dengan apa yang kusuruh kemarin lusa?" balas Sean. Pandangan Larry menerawang jauh. Memangnya Sean menyuruhnya apa? Maklum Larry sedikit pelupa, mungkin karena faktor umur.

"Jangan bilang kau lupa. Ck, tentang gadis bernama Keyla itu!?" geram Sean sambil mengusap wajahnya. Larry hanya ber'oh' ria, dia lalu mengetik sesuatu di komputernya dan memutarkan layar itu ke hadapan Sean.

"Apa benar ini gadisnya?" tanya Larry dengan senyum sumringah. Sean hanya mengerutkan dahi, dia melihat foto gadis di komputer itu dengan seksama. Rambut hitam sebahu dengan behel biru di giginya. Beda 180 derajat.

"Bukan dia. Apa kau tidak bisa melihat dengan jeli foto yang aku kirimkan padamu huh?" tanya Sean kesal.

Larry berdecak sebal, "Aku sudah searching di data sensus penduduk Oslo menggunakan kata kunci 'Keyla' dan hasilnya hanya ada 115 gadis."

"Jadi? Tidak mungkin dari 115 gadis, tidak ada yang mendekati ciri-ciri Keyla di foto itu." timpal Sean. Larry pun menggeleng lemah.

"Sayangnya tidak ada. Bahkan tidak ada satu pun gadis yang punya warna rambut seperti itu." Larry mengingat samar-samar rambut Keyla yang di cat dengan warna biru ke-abu-abuan. Ya, dia yakin memang tidak ada.

"Ckc, aku tidak percaya kau kesulitan mencari identitas seseorang."

"Jangan mengharapkan lebih. Itu semua karena fotomu yang blur!" balas Larry dengan intonasi meninggi. Sean mengedikkan bahunya ke atas seperti bersikap tak peduli. "Lagipula kenapa kau bersikeras untuk mencari tau tentang gadis itu? Bukankah bagus kalau Melvin punya pacar? Ini kan pertama kalinya," tambah Larry.

Sean mengerutkan dahinya dalam, di satu sisi ia senang karena Melvin sudah menemukan wanita idamannya. Dilihat dari manapun, tingkah dan pandangan mata Melvin ke Keyla waktu itu sangat jelas, anaknya sedang jatuh cinta, seperti dia dulu. Tapi entah kenapa rasanya janggal saat Sean menatap mata Keyla, mengingatkannya dengan seseorang. Siapa? Sean bahkan tidak tahu.

"Entahlah. Aku rasa gadis itu mirip seseorang," ucap Sean dengan pikiran melayang kemana-mana.

"Siapa?"

"Aku lupa," balas Sean singkat lalu ia berbalik dan meninggalkan Larry sendirian di meja kerjanya.

Karena ucapan Sean tadi, Larry merenung. Dia berpikir keras, gadis itu mengingatkan Sean pada seseorang? Memangnya siapa? Tidak ada satu pun orang yang tidak dikenali Larry jika bersangkutan dengan Sean. Bekerja selama bertahun-tahun dengan sahabatnya itu membuat Larry mau tak mau harus mengenal teman ataupun musuh dari pria otoriter itu.

Larry terus berpikir, kira-kira siapa ya?

Teman Sean? Ah tidak mungkin. Ingatan bosnya itu sangat tajam, dia tidak mudah melupakan wajah seseorang yang ia sudah anggap sebagai teman.

My Bad Girl (Melvin D. Franklin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang