Chapter I : Prolog

21 2 0
                                    



Chapter I : Prolog

Kelahirannya adalah suatu anugerah bagi keluarganya dan bagi seluruh dunia.

Selama jutaan tahun, seisi dunia Tersamose diteror oleh sekte-sekte iblis yang tersebar di seluruh belahan dunia. Mereka meresahkan kedamaian, kehidupan, dan ketentraman seluruh makhluk ciptaan para dewa-dewi Oliva. Sang pencipta iblis, Kromosius, terus-menerus memerintahkan pasukan iblis dan setannya untuk menghasut umat manusia agar menyembahnya dan saling menghancurkan umat mereka sendiri.

Selama jutaan tahun itu pula semakin sedikit manusia baik yang dapat dipercaya di dunia Tersamose. Walau semakin sedikit jumlah kebaikan, tetapi beberapa tokoh pemburu sekte iblis mulai bermunculan untuk memusnahkan mereka yang menyesatkan umat manusia dari jalan kebaikan.

Salah satu tokoh pemburu sekte iblis adalah sosok ksatria dari negeri Redflectos, Edsel Ivendera. Seorang ksatria gagah yang telah meruntuhkan banyak sekte iblis. Namanya dielu-elukan banyak masyarakat negeri Redflectos, semua orang membanggakannya, dan memuji dirinya. Sosok yang selalu diingat akan tubuh tegapnya yang dilindungi rangkaian baju zirah berjubah hitam, rambut pirang keperakan panjang, dan kedua mata biru sebiru kristal yang selalu terlihat tajam.

Sang ksatria menikah dengan seorang wanita anggun. Dialah Estasia Ivendera, istri sang ksatria.Atas janji suci mereka, mereka dianugerahi seorang putra yang masih bayi. Kebahagian mereka semakin lengkap ketika Estasia mengandung keturunan baru mereka dalam rahimnya.

Namun, kebahagian itu berakhir pada suatu malam...

Malam itu seluruh warga desa tempat kediaman keluarga Edsel, desa Mernora, dibantai oleh puluhan orang-orang berjubah biru gelap dengan lambang pentagram di jubah mereka. Mereka adalah para anggota sekte iblis tenggara. Anggota sekte iblis tenggara membantai seluruh warga desa sambil mencari jiwa orang-orang terkuat untuk dijadikan tumbal kebangkitan iblis terkuat mereka. Dan salah satu orang yang memiliki jiwa terkuat adalah sang ksatria sendiri, yaitu Edsel.

Mendengar kabar tersebut, Edsel bersama istrinya yang masih mengandung dan bayi laki-lakinya pergi meninggalkan desa lalu bersembunyi di kuil Dewa Victoris yang berada tidak jauh dari desa Menora.

Estasia duduk bersimpuh di lantai kuil bersama sang suami sambil memeluk bayi laki-laki mereka yang tengah menangis.

"Pssst... Tenanglah, Putraku. Jangan menangis... Ayah, Ibu, dan adikmu ada di sini bersamamu, sayang," ucap sang ibu sambil mengelus pelan perutnya yang tengah mengandung adik sang bayi dengan satu tangannya.

"Demi Dewa Victoris." Edsel berdiri dari posisi duduknya di lantai lalu menghunuskan pedang yang ia bawa. "Estasia, kau sembunyilah dan lindungi anak-anak kita. Aku akan keluar untuk melawan mereka dan menolong para penduduk desa."

"Tidak, Edsel!" Estasia yang masih menggendong bayinya langsung berdiri di hadapan Edsel, berusaha untuk mencegah suaminya untuk pergi dari kuil. "Kau tidak boleh pergi! Mereka mengincar jiwamu untuk dijadikan persembahan kebangkitan iblis. Aku tidak ingin mereka mengambil jiwamu. Kumohon, jangan pergi...." Perlahan air mata mulai mengalir dari sepasang mata ungunya. Tentu saja ia menangis, enggan untuk membiarkan sang suami yang sangat ia cintai harus berhadapan langsung dengan lawan yang benar-benar mengincar jiwanya saat ini.

Kedua mata biru Edsel menatap lembut sang istri sambil menyeka air matanya dengan ibu jari tangannya. "Jangan khawatir, Estasia. Berdoalah akan keselamatan kita."

Estasia menatap sendu sang suami. Mata ungunya masih terlihat berkaca-kaca, kesedihannya benar-benar sulit untuk dibendung lagi. Ia berucap dengan lirihnya, "Edsel...."

DUAAAAARRR!!!

Tiba-tiba pintu kuil dihancurkan menggunakan teknik sihir beberapa orang berjubah biru gelap. Para anggota sekte iblis tenggara memperhatikan satu keluarga kecil yang berada di kuil tersebut lewat kedua mata mereka yang sedikit tertutupi oleh tudung jubah yang menutupi bagian kepala mereka. Edsel berdiri membelakangi sang istri yang masih menggendong bayi mereka dan mulai mengeratkan genggaman tangan pada ganggang pedangnya.

MythovaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang