Chapter II : Penculikkan dan Penyelamatan tak Terduga

8 1 0
                                    

Chapter II : Penculikkan dan Penyelamatan tak Terduga

Mungkin suatu kebetulan dapat mengenalkanmu pada hal yang baru.

"Yang Mulia Raja Maroon Geraldine Redflectos, Putri... Putri Scarlet... dia tidak ada di istana."

"Apa katamu?! Tidak ada?!"

Maroon Geraldine Redflectos membanting tubuhnya kembali pada kursi kerjanya yang empuk. Jari-jemari berhias cincin batu rubi yang ada pada jari manisnya memijat-mijat pelipisnya yang terasa pusing. Perlahan matanya yang sempat menjadi merah berubah kembali menjadi ungu lembayung seperti mata aslinya dan taring-taringnya kembali memendek. Sungguh, pria lajang berprofesi sebagai pemimpin kerajaan itu haruslah menahan diri agar sisi vampirnya tidak mudah keluar. Vampir? Ya.

Hampir seluruh penghuni istana yang ia tinggali saat ini seluruhnya adalah vampir, termasuk saudara-saudarinya sendiri. Pemerintah di seluruh dunia Tersamose selama berabad-abad sepakat untuk menjadikan bangsa vampir sebagai pemimpin segala bangsa, termasuk memimpin manusia. Karena mereka menganggap kalau bangsa vampir memiliki kekuatan dan tingkat intelijen yang lebih tinggi dari bangsa lain serta umur yang lebih panjang. Makanya, bangsa vampir dipercaya sebagai bangsa yang ideal untuk menjadi pemimpin.

Walaupun mereka bangsa vampir bukan berarti mereka memangsa manusia dan makhluk lainnya seperti yang dilakukan nenek moyang mereka di masa lampau. Perubahan zaman dan tokoh-tokoh vampir yang berpengaruhlah yang telah membuat budaya serta kebiasaan vampir zaman sekarang begitu berubah drastis.

"Bagaimana bisa dia hilang?" tanya Maroon masih memijat pelipisnya yang tersembunyi di balik rambut merah berantakannya kepada orang yang memberitahukannya tadi yang diduga sebagai pelayan pria.

"Saya tidak tahu pasti, Yang Mulia. Tapi, kemungkinan dia diculik," kata sang pelayan.

"Hah? Diculik?" Maroon mulai menatap tajam pelayan tersebut membuat pelayan pria itu merinding dibuatnya.

"A-ano... Saya berasumsi demikian karena melihat kamarnya berantakan dan salah satu pelayan menemukan ini." Pelayan tersebut memberikan sebuah kartu remi kepada Maroon.

Maroon mengambil kartu remi tersebut lalu memperhatikan kartu berlambang hati itu. Terlihat seperti kartu biasa, namun sesuatu dari kartu tersebut terasa begitu familiar.

"Kalau begitu, saya permisi dulu." Pelayan itu menyilangkan tangan kanan di dada serta membungkukkan badannya memberi hormat kemudian ia pergi meninggalkan ruang kerja sang raja.

"Hmm... Sepertinya aku tahu siapa pemilik kartu ini," gumamnya sambil menaikkan sebelah alisnya serta menyunggingkan senyum tipis yang telah menjadi ciri khasnya.

Tak berapa lama setelah kepergian sang pelayan, seorang pria lain memakai setelan jas merah dan jubah merah memasuki ruangannya tanpa mengetuk pintu terlebih dulu.

"Tak kusangka pelayan lebih beradab daripada seorang pangeran," sindir Maroon kepada orang tersebut dengan pandangannya masih fokus pada kartu remi yang ia pegang.

"Tidak perlu bicara sepedas itu hanya karena aku tidak mengetuk pintu sebelum masuk dan mendapat izin darimu," katanya sambil berdiri menyandarkan tubuhnya pada dinding di samping meja kerja Maroon. "Ini 'kan ruanganmu dan kau adalah saudaraku, jadi tak masalah jika aku langsung masuk, bukan?" lanjutnya sambil melipat kedua tangan di dadanya.

"Tidak seharusnya seorang pangeran bersikap seperti itu, Crimson..."

"Cih!" Crimson buang muka.

Selama beberapa saat tidak ada yang memulai percakapan. Terasa canggung memang. Namun, hawa sunyi bak kuburan angker pun lenyap oleh rasa penasaran Crimson pada kartu remi yang dipegang Maroon.

MythovaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang