"Hey, jangan terlalu banyak minum, Dev!" Renaldi mengambil botol wine dari tanganku. Menjauhkan benda yang kugunakan sebagai pengalih pikiranku.
"Aku belum mabuk!" Tanganku berusaha menggapai botol wine tadi. Namun sialnya, Renaldi sudah menjauhkannya terlebih dahulu. Aku tidak berhasil menjangkaunya. "Berikan itu, Re!"
"Ada apalagi? Kau bertengkar dengan Nerrisa?"
Pertanyaan Renaldi berhasil menghentikan aksiku. "Dia menolakku."
Suara tawa menggelegar terdengar. Ya, suara siapa lagi kalau bukan suara Renaldi. Sialan! Dia pasti menertawakanku.
"Pasti menyakitkan ya ditolak?"
"Baru kali ini aku tidak diinginkan," gumamku.
"Mungkin kau kena karma."
"Berisik!"
Renaldi tergelak sekali lagi. "Jadi, kalian akan bercerai?"
Tak perlu kujelaskan panjang lebar. Renaldi tahu semua hal tentangku. Satu-satunya orang yang tahu tentang kesepakatan gila antara aku dan Nerrisa hanya Renaldi.
"Itu yang membuatmu frustasi ya?"
Aku menunduk memandangi gelas kosong di depanku. Tidak masalah jika Nerrisa menolakku. Aku masih bisa berusaha sampai dia menginginkanku. Tapi, jika dia memilih berpisah... ah, entahlah. Apa aku harus menangis untuk itu?
"Kau bisa membujuknya," saran Renaldi.
"Kau tahu Nerrisa itu seperti apa kan? Wanita keras kepala berhati dingin." Dan sifatnya itulah yang membuatku terlihat tidak berarti sama sekali di matanya.
"Tapi, dia itu wanita. Mereka selalu punya sisi lemah. Sekeras apapun hati mereka, pasti ada sisi dimana hati itu bisa ditembus."
Ya, Renaldi benar. "Lalu?"
"Kenapa kau jadi bodoh sekali sekarang?"
"Kau kira aku tidak pernah mencoba, huh?" protesku tidak terima. Menyebalkan sekali dikatakan bodoh oleh sahabat sendiri.
"Karena tidak kunjung berhasil kau mau menyerah sekarang?"
"Tentu saja tidak," jawabku tegas. Aku selalu mendapatkan apapun yang kuinginkan. Bila itu belum kudapatkan, maka aku akan terus berusaha mendapatkannya.
"Lalu kenapa kau malah berusaha mabuk di sini?" tanya Renaldi lagi.
Aku bangkit berdiri. "Ya, ya... aku akan menjemputnya sekarang."
Renaldi tersenyum. "Itu baru Devdan yang kukenal."
Ini sudah hampir pagi. Rasanya tidak pantas memang bertamu di jam sepagi ini. Pukul dua dini hari. Ah, biarlah. Desta pasti bisa mengerti kenapa aku datang sepagi ini ke apartemennya. Karena, ya, aku tidak tahu lagi kemana Nerrisa pergi selain ke tempat Desta. Pulang ke rumah ayahnya? Kurasa itu tidak mungkin. Nerrisa membenci ayahnya itu. Dan mungkin hal itu juga yang membuat Nerrisa memiliki hati keras, tidak mau menerima cinta yang hadir untuknya.
Huft. Aku menghela napas panjang. Telunjukku kembali menekan bel pintu apartemen Desta untuk kedua kalinya. Menunggu beberapa menit sebelum telunjukku kembali menekan belnya untuk yang ketiga kalinya. Namun, kesempatan ketiga itu tidak terjadi. Pintu terbuka. Menampilkan Desta dengan T-shirt tanpa lengan dan celana pendek coklat plus wajah mengantuknya.
"Oh, kau. Masuklah." Sepertinya Desta sudah bisa menebak kehadiranku. Dia membalikkan badan melangkah di depanku saat aku masuk ke dalam apartemennya. "Dia ada di sana!" Desta menunjuk sebuah sofa di depan televise yang masih menyala. Tempat dimana wanita yang kucintai tertidur lelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suddenly Married
RomanceTiba-tiba semua terjadi Begitu cepat sampai tidak dapat dihindari... Cerita ini saya pending, karena mau saya tulis sampai tamat. Beberapa part lagi mungkin. Jadi, nanti sekali upload semua part sampai end. Terima kasih telah membaca 😊