Aryasatya...

13K 1.4K 161
                                    

Senin yang cerah, matahari terus tersenyum disepanjang pagi. Namun berbanding terbalik dengan pagi Putri, bangun kesiangan, ada kuliah pagi, dan yang terpenting tugas kalkulus lanjut belum dikerjakan. Dengan jurus seribu bayangan dalam waktu kurang dari empat puluh lima menit Putri sudah menyelesaikan ritual pagi dan dengan selamat sampe kelas.

'fiuuh... masih ada sepuluh menit untuk menyalin tugas...'

"Wikh, gue juga mau lihat. Jangan, diembat sendiri jawaban si Dewi."

"Bu Sinta beneran nggak update banget. Hari gini tugas kuliah masih tulis tangan. Mana jawabannya seabrek."

"Ini tak terhingga apa huruf x, si? Mlungker nggak jelas gini... Ya kali prosesnya salah jawabannya bener."

"Wikh, gue belum nomer 3 jangan dibalik dulu."

"Wikh, jangan cepet-cepet nulisnya."

"Si Dewi kenapa tulisannya gandeng-gandeng gini. Nggak jelas banget."

Dumelan Putri sepanjang mengcopy paste jawaban temennya sementara Wikhi yang duduk di sampingnya tak menghiraukan repetannya karena memang sudah hafal kelakuan teman sejawatnya itu. Wikhi sudah selesai terlebih dahulu, dan memilih keluar kelas ketika Dega masuk kelas dan duduk di samping kanan Putri.

"Deg, kalo mau nyalin buru lah ntar bu Sinta keburu dateng."

"Gue udah kelar kali, Put. Semalem ke kostnya Rini buat nyontek," jawab Dega sambil mengeluarkan folionya.

"Dasar ya lo kekancan tipis, kenapa nggak fotoin jawaban terus kirim lewat BBM si?" semprot Putri. ( kekancan = pertemanan; kekancan tipis itu maksudnya kurang solid sama temen).

"Lo nggak nanya, Put, lagi semaleman lo kan curhat soal satria baja merah lo."

"Ya ampun, Dega, kita kaya baru kenal sehari dua hari. Kan, lo tau kalo urusan tugas gue suka lupa."

"Siap, Putri besok diingetinlah." Dega mengalah.

Putri melipat kertas folionya karena sudah selesai menyalin jawaban tugasnya. "Oh iya Deg, kalo ada yang invite BBM lo namanya Vera, Vera siapa ya gue lupa. Lo accept ya."

"Lah, gue nggak kenal, kenapa lo kasih pin gue?"

"Semalem pas gue lagi nyari makan pecel lele samping alun-alun terus ketemu sama Vera ini. Dia awalnya basa-basi si tanya gue jurusan apa. Pas tau, endingnya dia tanya kenal sama elo apa enggak. Ya, gue jawab aja kenal berhubung gue emang nggak bisa bohong."

"Terus lo kasih pin gue gitu?"

"Awalnya gue nggak mau ngasih, tapi tiba-tiba dia bayarin makan gue. Nah, kita cerita-cerita terus dia minta nomer atau pin lo. Ya, sungkanlah kalo nggak dikasih, udah dibayarin makan juga," jawab Putri retoris.

"Tadi siapa yang ngatain kekancan tipis gara-gara nggak ngasih contekan? Jeerrrr ya, Put! Lo ngejual temen dibayar pecel lele doang."

"Yaelah, Deg, cantik kali anaknya. Nggak rugilah," Dega masih terdiam "Degaaa, ih, sensitif bener kaya tespek yang biasa dipromoin Mbak di apotek." Putri mulai merayu. Dega mau tak mau tertawa melihat kelakuan ajaib temennya satu ini.

"Iya, Put, ntar gue accept. Tenangno pikirmu."

Tepat saat Dega menutup mulut Wikhi masuk kelas berbarengan dengan teman sekelasnya. Dipastikan dosen sudah datang. Putri yang duduk di barisan ketiga menguap banyak kali selama penjelasan. Pikirannya menerawang jauh melewati jendela kelas menuju langit yang hari ini cerah sekali. 'Eh, tadi belum ketemu si Vario merah'.

Korelasi HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang