CHAPTER 3

50.8K 2.2K 200
                                    

Kini anggota futsal sedang meramaikan lapangan dengan permainan mereka. Seorang laki-laki dengan nomor punggung dua puluh delapan itu kini menjadi pusat perhatian. Bola yang baru saja ia tembakkan ke arah gawang lawan masuk begitu saja tanpa ada hambatan sedikit pun.

"Whoooaa!"

Teman teman se-timnya bersorak sorai, meneriakan namanya beserta nomor punggungnya. Ia tersenyum seraya menutup matanya, seakan menikmati suasana seperti ini. Pada saat yang sama, dengan tak sengaja, Keiza tersenyum sambil memandangi laki-laki yang sedang tersenyum puas di lapangan itu.

Keiza merogoh saku baju seragamnya. Mengeluarkan benda segi empat dari sana. Dengan cepat, ia membuka aplikasi kamera, memotretnya diam-diam dari jauh. "Ehm, ehm." Dehaman seorang perempuan di dekatnya terdengar jelas. Refleks, Keiza memasukkan ponselnya ke dalam saku baju. "Haduh Keiza, Keiza."

Rika bersedekap. "Gue nggak tau lagi sama lo ya, Kei. Dia 'kan nggak cakep, jutek lagi sama lo. Kenapa lo bisa suka yang sampe tergila-gila gitu sih sama dia?"

Keiza menghembuskan napas sambil melihat Davian mengelap keringatnya di pinggir lapangan. "Gue juga nggak tau, Rik."

"Rika! Keiza! Dipanggil sama Ratna tuh! Cepetan!!" Pekikan cempreng khas Nabila mengisi seluruh lorong telinga Keiza.

"Buat apa?" Rika mendengus kesal.

"Mana gue tau! Cepetan!"

"Satu caramel macchiato dan panekuk stroberi. Atas nama siapa?" Pelayan bernama Niza itu bertanya sambil tersenyum.

"Keiza."

"Oke, ada tambahan lain?"

Keiza menggeleng. Itu saja sudah cukup.

"Lo demen banget ya sama kopi, kayak kakek-kakek."

Keiza terus mengingat kalimat itu—kalimat yang Davian lontarkan saat ia mengunjungi tempat ini bersamanya. Keiza memang sangat menyukai segala jenis kopi, apalagi olahan minuman yang bernama Caramel Macchiato. Walaupun menurut orang awam, rasanya sama saja dengan yang lain, namun menurutnya berbeda. Ada campuran lain di dalamnya yang membuatnya susah melupakan rasa Caramel Macchiato. Dan jangan menyuruh Keiza untuk meminum minuman yang lain karena Keiza akan menolaknya.

Rintikan air kini mulai membasahi jalanan. Keiza menatap jendela dengan panik. Bagaimana ia bisa pulang jika hujan menghiasi jalanan di siang hari seperti ini?

Keiza meraba saku seragamnya dan terkejut. "Eh, di mana hape gue?"

Dengan terburu-buru, Keiza membongkar tas, berharap ada ponsel terselip di sana. Namun nihil, ponsel itu tiba-tiba lenyap.

"Duh, gimana ini?!" tanyanya terhadap diri sendiri. Jelas panik, karena itu adalah ponsel satu-satunya yang ia punya.

"Nih."

Seorang laki-laki berseragam sama dengannya kini berdiri di depan. Keiza mendongak melihat wajah laki-laki itu. Ia menyipit.

Kayak kenal.

Siapa ya, kayak pernah liat.

Laki laki itu memberikan benda yang sedari tadi ia cari. Ponsel. Keiza langsung mengambilnya—ah, lebih tepatnya merebutnya dari tangan laki-laki itu. "Makasih ya," Keiza mengangguk sedikit sambil tersenyum tipis.

"Tadi jatuh di depan toilet pas lo lari." Jelas laki laki itu sambil tersenyum singkat. Keiza lupa namanya, yang jelas, Keiza sering melihatnya di area sekolah.

"Lain kali hati-hati ..." laki-laki itu melihat name tag "... Salshabilla."

Laki-laki itu berbalik, dan derapan langkahnya sangat terasa. Sesuatu dalam diri Keiza merasa agak kecewa kala laki-laki itu berbalik. Dan bodohnya, Keiza refleks memanggilnya. "Juno!"

Ah, iya. Keiza baru ingat. Dia Herjuno Haristama. Anak ekskul basket. Rika beberapa kali menyebut namanya ketika bercerita kepada Keiza.

Ia berbalik lagi ke arah Keiza. "Hmm, ya?"

"Nama lo Herjuno 'kan?"

Sungguh, ini pertanyaan konyol. Keiza merutukki diriku sendiri karena sudah menanyakan pertanyaan konyol seperti itu. Sudah jelas jelas tadi Keiza memanggilnya Juno.

Laki-laki itu mengerutkan dahi. Sedetik kemudian, ia tertawa. Membuat seluruh mata tertuju pada Keiza dan dirinya.

"Kenapa sih?" tanya Keiza risih. Laki-laki itu langsung terdiam, seperti menyadari kalau reaksi orang-orang di sekitarnya kurang bagus.

"Iya, gue Herjuno. Lo tau nama gue dari mana?"

"Ya... cewek-cewek di sekolah sering banget ngomongin lo." Jawab Keiza cuek.

Wajah antusias laki-laki itu kini berkurang setengah. Namun sepersekian detik kemudian, antusiasnya kembali seperti sebelumnya.

"Hahahaha, lo lucu banget sih, Kei"

Ternyata dia tahu nama gue, batin Keiza.

"Kei? Lo tau nama gue?"

"Gue sering denger orang-orang manggil lo dengan sebutan 'Kei'. Jadi, nama asli lo siapa? Gue yakin nama lo nggak cuma Kei,"

Keiza tersenyum, lalu mengangkat tangannya. Mengajak laki-laki itu berkenalan secara formal. "Gue Salshabilla Keiza, panggil gue Keiza dan jangan pernah panggil gue Salsha."

Herjuno akhirnya ikut mengangkat tangannya, menjabat tangan Keiza, lalu tersenyum. "Juno, Herjuno Haristama."

Caramel MacchiatoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang