Bagian Ketiga

5.3K 434 105
                                    

Suatu hari, satu pertanyaan yang sama selalu terlontar.

"Apa pekerjaanmu, Appa?"

Dan dijawab dengan hal yang sama pula.

"Pengawal Sang Ratu."

.

.

.

Gerimis mampir malam itu. Ketika dingin meresap dan beku terselip di baliknya. Seolah London bercerita bahwa waktu meminta untuk bergelung manis di balik selimut tebal, ditemani secangkir cokelat panas yang menggoda, dan dongeng pengantar tidur untuk akhir yang bahagia.

Namun sayangnya, semua itu hanya angan-angan bagi Kim Taehyung.

"Pelaku baru saja mengirim telegram ke kantor kepolisian." Suara Jimin menggema dalam benaknya, menyusup di antara suara kasar gesekan aspal jalanan dan roda kereta kuda yang saat ini ditumpanginya, bersama Jungkook. "Anehnya, terlegram ini tidak dibentuk dalam deretan abjad."

"Apa maksudmu, Jimin?"

"Sandi morse. Kau pasti mengerti."

"Lalu, soal Kim Hyoin?"

"Telegram ini baru saja dikirim lewat kediaman keluarga Kim. Dan kau tahu sendiri, Taehyung. Kim Hyoin masih berada di sana bersama Nyonya Chon. Polisi tidak terlalu mengamankannya karena sebelumnya tetap fokus pada keselamatan mendiang Kim Jae Rin."

Taehyung mendesah frustrasi. Ibu jari yang terjepit di antara deretan giginya sama sekali tidak membuatnya sadar; menggigitnya dengan panik, tak menimbulkan sakit, dan terlihat layaknya seekor tikus pengejar keju. Dua keping mahoninya belingsatan, seperti kesetanan akan rasa takut yang berlebih.

"Jungkook."

Yang dipanggil menoleh langsung, melirik Taehyung dengan khawatir. Jungkook tahu, jika ia berkomentar dengan nada cemas sedikit saja, pemuda Kim itu akan langsung membentak. Emosinya sedang tidak stabil. Entah apa yang membuatnya gelisah seperti ini, Jungkook mendapati dirinya bahwa ia tidak mengerti. Tidak biasanya Kim Taehyung terlihat sepanik ini bahkan dalam sebuah kasus yang rumit, serumit apa pun itu.

"Katakan lagi."

Jungkook tertegun.

"Cepat, katakan."

Napas ditarik kasar, diseling dengan detik yang hening sampai akhirnya Jungkook berkata. "Konsentrasimu terganggu," ia merogoh sesuatu dalam saku celana katunnya, "aku tidak akan mengatakannya."

"Demi Tuhan, Jungkook—"

"Berikan tanganmu," potong Jungkook cepat. Tepat setelah bolpoin dalam saku celananya berhasil ditemukan. Ia tak meminta lebih sampai akhirnya meraih tangan kiri Taehyung dengan pelan, pelan sekali. Seolah gemetar yang dirasakan pemuda itu tak mempan terhadapnya. "Kau terlalu banyak berpikir, Tae." Ia mengusap sesaat punggung tangan Taehyung, lantas membaliknya dan menulis beberapa simbol titik dan tanda strip pada telapak tangan detektif muda itu.

Jungkook melakukannya dengan lancar. Taehyung mengerjapkan mata beberapa kali, menormalkan detak jantungnya sejenak. Lima detik setelah geli yang menjalar di telapak tangannya berhenti, ia menunduk. Mengamati dalam diam dua simbol yang kontradiktif, ditulis berulang-ulang dengan jumlah yang berbeda. Di sana tertulis;

/ — — / . / —. / —.— —/ . / .—. / .— / . . . . / . — .. / . — / . . . . /

Sepasang alis Taehyung bertautan. Pelipisnya berkedut begitu dalam.

Verum (KookV Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang