PART. IV

81 11 0
                                    

~♡~♡~FAT(Iya)~♡~♡~

“Makan yang banyak Ya, biar semangat nanti kerjanya.” Bunda berucap saat kami sedang sarapan. Binar bahagia terlihat diwajah Bunda, setelah sekian lama Bunda hanya menampilkan guratan-guratan lelah, kini binar kebahagian itu kudapatkan saat beberapa hari lalu aku menyampaikan bahwa aku diterima bekerja di Ramalaska Hotel sebagai 'Resepsionis'.

“Ya, kenapa make-up yang Bunda kasih ngga dipakai? Jadi, resepsionis minimal harus dandan loh ya. Kamu dandan yang cantik tapi natural aja Ya, siapa tau ada yang kecantol sama kamu.”  Bunda mengakhiri kalimatnya dengan kikikkan, aku bahagia melihat Bunda seperti ini.

“Nanti, dandannya disana Bun. Biar lebih fresh.” Bunda tersenyum, terlalu lama menatap wajah Bunda membuat aku meringis melihatnya. Ingatanku kembali kekejadian beberapa hari lalu saat pertemuanku dengan Mbak Rara.

“Tapi, saya sudah terlanjur janji sama Lena supaya terima kamu disini. Jadi Housekeeping tidak masalah?.”

“Bukan masalah Mbak, yang penting dapet kerjaan halal.”

“Tapi, Lena pasti bakalan ngamuk kalau tahu kamu ditempatin bagian Housekeeping.” Ada jeda dalam kalimatnya. “Bisa rahasiain dari Lena? Kamu ngerti maksud saya?.”

Aku menggigit bibirku, pepatah bohong sekali akan berlanjut untuk kedua kalinya, ketiga kalinya bahkan seterusnya melintas dibenakku. Aku mengerti maksud Mbak Rara, Lena pasti marah kalau tahu aku bekerja sebagai Housekeeping. Sebenarnya tidak ada yang salah dalam kerjaan apapun asalkan itu halal. Hanya menurut Lena ‘Percuma sekolah dua belas tahun tambah paud satu tahun kalau akhirnya jadi pesuruh’.

“Mengerti Mbak.” Entah kalimat mengiyakan itu benar atau tidak. Yang kupikirkan aku dapat pekerjaan, akan mempunyai penghasilan tiap bulan, bisa meringankan beban Bunda, hanya itu yang ada dibenakku. Aku tidak tahu apa yang akan kutuai dari kebohongan ini.

~♡~♡~FAT(Iya)~♡~♡~

Pukul 07.25 aku sudah tiba diruang ganti Housekeeping khusus wanita di Ramalaska Hotel. Hari pertama ku bekerja, setelah sekian lama melalang buana kesana-kemari akhirnya aku harus berakhir disini. Tidak buruk, itu kesanku.

Teman sesama Housekeeping atau kusebut dengan Roomboy dan Roomgirl disini menyambutku dengan hangat. Tidak ada deskriminasi antara senior maupun junior, memang rata-rata pekerja bagian kebersihan disini sudah berkepala tiga hampir lewat, mereka rata-rata sudah menikah. Hanya, beberapa yang seumuran dengan ku.

“Fat, ke lantai paling atas ya.” Ucap Mpok Iyam, pekerja senior dibagian ini. Fat entah kenapa aku selalu tidak suka jika ada yang memanggilku dengan sebutan itu. Akupun hanya mengiyakan, menyiapkan peralatan yang harus kubawa, lalu bergegas menuju ke lantai paling atas menggunakan lift khusus karyawan, dan menekan tombol 33.

‘Ting’

Pintu lift terbuka, hal yang pertama kulakukan adalah terpesona akan indahnya interior dilantai ini. Jika, dilobby saja sudah buat siapapun yang melihat interior dihotel Ramalaska ini tercengang, maka harus siapkan diri untuk melihat betapa lebih menakjunkannya interior dilantai ini. Sangat mewah!

Kulangkahkan kakiku keluar lift, mengamati secara menyeluruh. Warna emas dan gading putih mendominasi dilantai ini. Ada sofa dan meja di sebelah kananku dekat jedela. Bisa dipastikan itu tempat yang sangat strategis untuk bersantai, pemandangan kota Jakarta terlihat jelas. Kebisingin Ibu Kota teredam di keheningan Hotel ini.

“Siapa?”

“EH KODOK!” Latahku saat tiba-tiba suara menginterupsiku. Kulihat seorang pria berpakaian rapi, kemeja putih dibalut jas hitam, dasi hitam dan celana hitam. Wajahnya tampan, tapi jelas aura dingin keluar dalam dirinya. Pria dihadapanku ini, mirip dengan karakter mafia. Tampan dan dingin.

“Ekhem. Saya Fatiya roomgirl baru. Tadi, saya dapat info sur-.”

Belum sempat kalimatku selesai, pria dihadapanku memotong. “Ikut saya.” Ucapnya dengan nada yang datar. Fantasi liarku sudah melalang buana kemana-mana. Pria ini, benaran bukan mafia kan?

Pria didepanku ini membawaku menuju sebuah pintu, dan seketika aku tersadar bahwa di lantai ini tidak seperti dilantai lainnya. Tidak ada kamar berjejer dengan nomor berurut, memang ada beberapa ruangan namun kuyakini itu bukanlah kamar hotel. Ini lebih pantas disebut Penthouse. Hingga akhirnya pria dihadapanku ini menggesekkan sebuah kartu kesebuah alat sensor dan ‘Titt’ pintu terbuka.

~♡~♡~FAT(iya)~♡~♡~

“Sudah selesai?” Pria Mafia itu, begitu aku menamai pria dihadapanku ini. Jika kalian berpikir dia bertanya apa aku sudah selesai membersihkan kamar ini jawabannya adalah belum. Aku bahkan belum memulai pekerjaanku.

“Belum Pak, tinggal bagian data diri Ibu saya.” Aneh itu yang ada diotakku. Atau mungkin ini memang peraturannya aku tidak mengerti, saat sudah memasuki ruangan ini, aku langsung diperintahkan mengisi formulir berisi data diri yang menurutku sangat lengkap, bahkan data diri Almarhum Ayah harus dilampirkan. ‘Untuk berjaga-jaga’ begitu jawaban pria mafia ini saat kutanya kenapa harus mengisi formulir ini.

Entahlah mungkin dia takut aku mencuri barang berharganya disini sehingga harus melakukan sesi ini. “Sudah selesai.” Aku menyerahkan kertas itu kepadanya, setelah hampir satu jam hanya berkutat mengisi data-data pribadi yang sangat amat lengkap. Otakku berpikir kalau memang pria ini curiga padaku, dia bisa cek data dibagian personalia. Ya, memang data dipersonalia tidak selengkap data-data yang baru ku berikan kepada Pria Mafia ini, tidak ada informasi seperti makanan favorite, akun media social, dan calon suami impian, tapi sudahlah. Lebih baik segera selesaikan tugas.

“Saya, harus bersihkan bagian mana dulu Pak?”

“Kembali ketempatmu saja. Pemilik kamar ini akan segera datang.” Aku menganga dibuatnya, aku tidak mengerjakan apapun hanya mengisi data diri dan setelahnya disuruh kembali. Apa begini cara kerja seorang Roomgirl? Dan, jadi pria ini bukanlah pemilik kamar ini? Sekali lagi, otakku berputar keras memikirkan ini semua. Entahlah, sebaiknya segera pergi dari sini itu pilihan terbaik, aura dilantai ini sangat berbeda.

‘Ting’

Saat akan berjalan meunuju lift khusus pegawai, pintu lift customer terbuka, aku membungkuk hormat saat seseorang pria keluar dari lift itu. Itu adalah peraturan wajib di Hotel ini, siapapun orangnya kami harus selalu bersikap hormat, karena kedudukan kami adalah yang terbawah. Setelah memberikan bungkukkan hormat, aku berlalu kembali menuju lift khusus pegawai. Hingga, langkahku terinterupsi.

“Fatiya.”

Pria itu memanggilku. Aku mematung, bagaimana di tahu namaku?

~♡~♡~FAT(Iya)~♡~♡~

PART IV Publish 😃 semoga suka ya.

FAT(iya)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang