PART. V

116 15 3
                                    


"Fatiya."

Suara itu menghentikan langkah kakiku, aku berbalik untuk melihat sumber suara itu. Pria itu memanggilku. Bagaimana di tahu namaku?

"Iya Pak?" Jawabku gugup.

"Saya Davian, pemilik kamar itu." Balasnya sambil menunnjuk letak kamarnya, lalu berjalan perlahan menghampiriku. Kemudian pria ini -Davian- melanjutkan. "Saya request agar tempat saya tidak diurus banyak orang. Dan kamu yang mengambil tugas itu, Bastian sudah menjelaskan?"

Pria ini berbicara seakan-akan semuanya berjalan sesuai renacanya, tanpa memperdulikan aku yang bingung akan situasi ini. Tugas apa yang harus aku ambil? Dan siapa Bastian? Baru sehari aku kerja sudah dibuat mumet seperti ini. Walau harus kuakui, si Davian-Davian ini tampan, sangat tampan, lebih tampan dari si pria mafia tadi.

"Fatiya?" Suaranya menegurku.

"Maaf Pak. Ehh-saya tidak mengerti maksud Bapak. Saya, juga tidak mengenal Bastian."

"Pria yang menyuruh menuliskan biodata lengkapmu, dia Bastian. Asisten saya."

"Ohh si Mafi-ah Maaf Pak." Aku membungkuk untuk meminta maaf lantaran hampir keceplosan menyebut Bastian itu sebagai Mafia. Walau pada dasarnya Mafia itu maksudku Bastian itu memang mirip dengan Mafia, dingin dan mengintimidasi."Iya Pak, tadi saya sudah bertemu dengan Pak Bastian. Tapi, beliau tidak memberi penjelasan apapun. Bahkan saya disuruh kembali keruangan saya tanpa mengerjakan apapun."

"Mungkin nanti atasan kamu akan kasih informasi ke kamu mengenai ini. Dan kamu tenang saja, mengambil tugas ini tidak akan pernah menyusahkanmu Fatiya."

Aku menatap tepat dimata pria ini saat kalimat-kalimat itu meluncur. Penyesalan dan Rasa bersalah itu yang kutangkap. Hal ini, membuat aku memutar kembali tiap-tiap kejadian yang aku alami hari ini. Dan barulah aku sadar ini sangat ganjil. Aku mulai tidak nyaman akan situasi ini.

"Baik Pak. Kalau begitu saya permisi." Aku membungkuk sekali lagi, sebelum akhirnya aku berbalik dan kembali menuju lift khusus karyawan. Disaat aku menunggu lift, aku bisa merasakan ada tatapan menghunus dibelakangku. Dan saat pintu lift terbuka, aku melangkah memasukinya. Pandanganku menatap kearah pria itu, namun yang kudapat punggungnya yang masih terpatri ditempat kami berbicar tadi.

Saat pintu lift mulai tertutp perlahan, berbalik. Pria itu berbalik dan melemparkan senyuman untukku. Hingga akhirnya pintu lift ini tertutup sempurna, aku termenung lantas aku memandang diriku dicermin lift ini. Tidak mungkin ada perasaan dari Davian untukku, aku bukanlah wanita cantik. Tidak ada hal istimewa apapun yang bisa membuat seseorang pria memutuskan jatuh cinta untukku. Tubuh gendut ini tidak mungkin untuk menarik perhatiannya.

Tapi pandangannya padaku, Penyesalan dan Rasa bersalah. Apa yang telah dilakukannya sampai memberikan tatapan seperti itu. Apa kami pernah bertemu sebelumnya? Aku rasa tidak, kehidupanku hanya berputar pada 'berangkat sekolah langsung pulang' jadi tidak mungkin aku pernah bertemu dengannya. Memandang usia, kurasa usianya hampir mencapai tiga puluh tahun atau lebih, aku tidak tahu. Yang pasti aku berani jamin bahwa ini adalah pertemuan pertama kami, namun aku merasa gelisah saat bersamanya.

'Ting'

Lamunaku tersentak saat kusadar lift yang ku naikki telah berhenti, namun aku sadar ini bukan Lantai G tempat dimana ruanganku berada. Lantai 12, batinku menyahut saat kubaca layar yang terpasang disamping pintu lift, saat pintu lift terbuka beberapa orang yang ku yakini bukan sebagai karyawan hotel ini masuk. Aku sempat mengernyitkan keningku sesaat, untuk apa customer menaiki lift khusus karyawan? Sebelum akhirnya mundur perlahan memberikan ruang kepada orang-orang ini.

"Ngga laki banget loe Zel, Cuma gara-gara liat 'Rina' ampe kabur." Aku mendengar salah satu dari orang-orang ini yang ternyata lelaki semua, memulai percakapan.

"Kampret! Kalo si 'RINA' beneran 'RINA' kaya kebanyakan 'RINA' lainnya gue jabanin malem ketemu pagi." Ada jeda sesaat dalam kalimat orang itu, kejedaan itu diisi derai tawa laki-laki lainnya. Aku hanya mampu mendengarkan tanpa berani melakukan gerakan apapun, sejelek apapun aku kalau dikelilingin cowok begini perasaan takut pasti ada. "Lah ini Rina panggilannya, di KTP Rian namanya kan anjirr." Sekali lagi tawa menggema di dalam lift. Aku bahkan melupakan rasa takut, dan perlahan ikut tersenyum mendengarkan cerita orang itu. Jadi, dia dikejar-kejar banci rupanya.

Suasana seketika hening mendadak, aku yang sedari tadi hanya menunduk tidak berani mengangkat kepalaku. Perasaan was-wasku sudah siaga. Hingga kudengar suara memanggilku, bukan memanggil namaku yang sebenarnya, panggilan ini aku mengenalnya, sangat mengenalnya.

"Fatfat?"

"Ngga laki banget loe Zel, Cuma gara-gara liat 'Rina' ampe kabur."

Kalimat itu melintas diotakku. ZEL ... kata yang kugarisbawahi. Ya Tuhan, semoga bukan, semoga bukan, semoga bukan. Sembari berdoa pada Tuhan, berharap semoga tidak seperti yang kubayangkan. Aku mendongak, dan tamatlah hidupku untuk yang kedua kalinya.

"Gila, FATFAT! Ini beneran loe FATYESHH? HAHAHA anjir makin tebel aja."

Aku tersenyum kecut, dari sekian banyak orang kenapa harus dia lagi yang kutemui. Si Brengsek Troublemaker. Setelah dua tahun kehidupanku perlahan mulai tenang kembali, kenapa harus bertemu dia lagi. Semoga, ini kekhilafan takdir. Tidak ada 'Dia' lagi untuk besok, lusa, dan seterusnya. Tidak ada, DWI HANZEL PRANANTA selamanya!!

~♡~♡~FAT(Iya)~♡~♡~

PART V Publish 😁 ceritanya makin ngga jelas ya? Biarinlah, maklum masih newbie 😝 semoga suka ya . Maafkan kalau ini pendek banget 😂 dapetnya cuma segini soalnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 09, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

FAT(iya)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang