Mengenang Hujan - 00

938 36 3
                                    

Mereka bilang, hujan yg jatuh ke bumi itu indah. Membawa segala macam kenangan indah yang memabukkan.

Mereka bilang, hujan yg jatuh ke bumi itu romantis. Dengan tetesan-tetesannya yang menyentuh kulit, membawa segala aura dingin yang membuat tangan-tangan nakal merengkuh tubuh-tubuh itu. Menguarkan Petrichor yang membuat hujan terlihat semakin romantis.

Tapi tidak bagiku. Menurutku, hujan yg jatuh ke bumi itu egois. Dia selalu mau datang, dan pergi begitu saja setelah membawa seluruh kebahagiaan. Menyisakan air mata yang jatuh ke tanah sebagai wujud penggantinya.

Hujan yg jatuh ke bumi itu tidak indah, karena dia hanya membawa kenangan yang menyedihkan.

Hujan yg jatuh ke bumi itu tidak romantis, karena saat dia menyentuh kulit, esoknya kita akan sakit karenanya, dan tanpa pula ada yang merengkuh.
Aroma petrichor hanya membuat suasana menjadi semakin menyedihkan.

Lalu, orang kembali bilang, bahwa hujan selalu membawa pelangi setelahnya. Hujan itu egois. Dia tidak pernah mau mengatakan kepada dunia, bahwa pelangi ada bukan sepenuhnya karena kehadirannya.

Pelangi itu ada karena memang pelangi itu ada. Bukan sepenuhnya sebab hujan yang membuat pelangi datang. Membuat pelangi seolah-olah menjadi bayangan yang mengikuti hujan.

Tidak. Pelangi hanya menunggu momentum yang tepat untuk ada, untuk datang, untuk hadir. Hujan yg jatuh ke bumi itu egois bukan?

Dan disinilah aku, berdiri dibawah hujan, memaki hujan, dan mengenang hujan beserta kenangan-kenangan pahitnya.






***

Kisah ini saya persembahkan untuk Alm. Ayah Wardi Haryanto. Seorang ayah yang tidak hanya menyayangi anak-anaknya. Tetapi juga menyayangi saya seperti anak kandungnya.
Selamat jalan ayah wardi. Allah memberkatimu.

Bogor, 8 Mei 2016

Mengenang Hujan.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang