"Aku rasa kita gak bisa ngelanjutin ini."
Sarah membuka topik pembicaraan itu setelah semalaman ia tidak bisa tidur akibat menimbang-nimbang bahwa apa yang ia lakukan itu baik atau tidak.
Ia sebenarnya tidak ingin berbicara seperti itu, hanya saja keadaan seakan mendesaknya untuk mengatakannya.
Sarah menghela nafas lega kala dirinya berhasil mengucapkan kalimat di depan Arsya, kekasihnya.
Arsya yang tadinya sibuk dengan PR milik Sarah pun kini berhenti kala mendengar kalimat yang keluar dari mulut Sarah, "maksud kamu?" Dia menatap mata Sarah seolah meminta penjelasan.
"Kamu terlalu baik buat aku, Ar," jelas Sarah dengan tidak mau menatap mata milik Arsya. Demi Tuhan, Sarah tidak ingin hubungannya dengan Arsya berakhir. Jangan bilang alasan yang di gunakan oleh Sarah adalah alasan yang basi walaupun sebenarnya banyak alasan lain. Tetapi, itu yang lebih dominan. Arsya terlalu baik untuknya.
Arsya tertawa hambar kala mendengar kalimat selanjutnya yang diucapkan oleh Sarah. Menurutnya, Sarah terlalu bodoh dalam memilih alasan yang pantas untuk memutuskan hubungan. Alasan seperti itu udah terlalu mainstream baginya, "bilang aja kamu bosen?" Jawab Arsya yang terdengar bukan seperti pernyataan namun pertanyaan.
Sarah mengigit bibir bawahnya untuk mencengah agar air matanya tidak tumpah saat ini. Ia tidak tahu harus menjelaskannya dari mana, dan bagaimana caranya. Untuk saat ini, menatap mata Arsya saja pun ia tidak kuat, apalagi bermain kata-kata?
"Bener kan?" Ulang Arsya untuk memastikan bahwa apa yang ia tanyakan tadi memang kenyataan. Dengan cepat Sarah mengeleng, tidak setuju dengan kesimpulan yang Arsya ambil. Dia sama sekali tidak bosan dengan sosok Arsya. Tidak!
Sarah menarik nafasnya dalam-dalam dan berusaha menjelaskan semuanya, "aku sayang banget sama kamu. Aku juga gak mau buat bilang ini. Tapi aku ngerasa emang aku enggak pantes buat kamu. Kamu terlalu baik buat bertahan sama aku, Ar," akhirnya air mata yang ia tahan pun kini menetes saat ia selesai mengucapkan sederet kalimat itu. Terserah apa kata orang yang mengangap dirinya cengeng, mereka gak ngerasain aja. "Walaupun ada alasan lain, tapi itu yang lebih dominan. Kamu itu baik, kamu juga pinter, ganteng pula. Siapa sih yang gak bersyukur punya pacar sempurna?"
Arsya menghembuskan nafasnya frustasi, mencoba mencerna apa yang barusan dikatakan oleh Sarah dengan getar. Dia sama sekali tidak mengerti bagaimana bisa Sarah mengatakan bahwa dirinya terlalu sempurna, dan bahkan dia sama sekali tidak mengira bahwa Sarah memutuskan hubungan secepat ini. Arsya mungkin emang gak seromantis cowok yang di idam-idamkan oleh para cewek layaknya di sebuah novel, percayalah dia selalu berusaha untuk menjadi yang terbaik dalam hidup Sarah. Namun kenyataannya malah kebaikan, hingga membuat wanita itu mengatakan bahwa dirinya terlalu sempurna.
Sarah memberanikan diri untuk menatap mata cokelat milik Arsya, mata yang selalu memberikan kesan ketenangan dan ia menyukainya, "akan ada waktunya kita lebih pasrah dalam hidup. Berhenti menerka alur cinta dan menikmati apa itu bahagia." Lanjut Sarah setelah beberapa menit mereka terdiam. Terdiam dengan hati dan pikiran mereka masing-masing.
Mungkin benar, tidak semua hal bisa kita paksakan agar menjadi seperti apa yang kita mau. Terkadang merelakan bisa membuat hidup yang kita kira akan memburuk justru malah membaik.
°°°
Hanya suara yang bersumber dari radio yang meramaikan suasana di mobil milik Arsya, setidaknya tidak terlalu sunyi untuk mereka berdua.
Keduanya terdiam dengan berbagai perasaan yang bercamuk dalam hati. Tidak ada yang berniat untuk memulai pembicaraan satu sama lain, membiarkan radio itu saja yang meramaikan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Heart And Mind [EDITING]
Roman pour AdolescentsTerkadang hati dengan akal pikiran itu saling tolak-menolak. Hati menginginkan untuk bertahan. Sedangkan pikiran selalu mengatakan untuk melepaskan. Sarah Deandra Affandi. Tipe wanita yang labil dan tidak mau mengambil resiko terlalu banyak dalam hi...