s e c o n d

213 41 0
                                    

[ 5 September 2009 ]

"Ar."

"Hm."

"Dengerin gue," ujar Nensha sambil membalikkan tubuh Armenia menjadi menghadapnya. "Lo bener-bener harus 'ngebuka jalan' buat kak Hendri! Lo nggak liat muka lo sekarang udah kayak apa? Kayak nggak ada semangat hidupnya!"

Armenia menggeram. Ia menggerakkan bahunya menghindar. "Lo ngomong apa, sih, Sha." Gadis itu kembali membereskan bukunya yang berserakan di atas meja. "Gue selalu 'ngebuka jalan' kok buat Hendri, kalo itu yang pengen lo tau."

"Contohnya?"

"Gue ngebiarin dia ngajak gue ngobrol," jawab Armenia enteng.

"Itu bukan 'ngebuka jalan' namanya!"

"Terus lo mau nya kayak gimana? Sayang-sayangan gitu?!" ujar Armenia ikut sewot.

"Y-ya nggak gitu juga." Nensha menggaruk tengkuknya bingung. "Paling enggak lo biarin dia anter lo pulang gitu! Belom pernah, kan?"

Armenia mendengus. "Ngapain, anjir. Gue masih punya kaki sendiri." gumamnya tanpa menatap Nensha.

Setelah memasukkan semua tetek bengek sekolahnya, Armenia mengidikkan dagu ke arah pintu kelas.

"Gue balik dulu."

"Hah?" Nensha membeo. "Dih, kok pulang? Gue belom selesai, woy!"

"Sampe sini dulu aja. Besok lagi dibahas."

"Ar, Ar!" teriaknya memanggil Armenia yang sudah mulai berjalan ke pintu kelas. "Armenia! Kalo ini semua karena Jack-lo itu yang sama sekali nggak ngasih kepastian apapun, mending lo lupain dia sekarang!"

Mendengar teriakkan Nensha yang menggelegar di seantero ruang kelas yang kosong, Armenia kontan langsung berhenti berjalan. Ingatannya refleks menggali kembali sosok dibalik nama 'Jack' tersebut.

Tanpa berbalik menghadap Nensha, gadis itu menjawab dengan tenang.

"Gue emang udah lupain dia," ujar Armenia. Suaranya tiba-tiba serasa tertelan di tenggorokan. "Lo nggak perlu khawatir. Gue emang lagi berusaha buat lupain dia bener-bener."

"A-Ar, maaf, gue nggak mak--"

"--Nggak. Lo bener. Udah seharusnya gue ngelupain dia." bantah Armenia sambil berbalik menghadap Nensha. "Gue lagi berusaha, jadi gue mohon, jangan bahas ini lagi."

Setelah mengatakan itu, Armenia menggerakkan kakinya ke luar ruangan. Membiarkan Nensha duduk di sana sendirian sambil menatap punggung Armenia yang lama-kelamaan dimakan pintu kelas.

Ini udah dua tahun dan lo selalu ngomong gini ke gue, Ar. Batin Nesha berkata.

Sedangkan di luar sana, Armenia sedang berjalan sambil menunduk.

Ia menangis dalam diamnya.

Ia menangis dalam diamnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Lima September ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang