Bagian 3

129 15 2
                                    

Akhirnya Justin tahu diri, untuk pamit pulang pada ibuku setelah aku benar-benar menjadi keledai dungu mendengarkan perbincangannya dan ibuku. Well dari beberapa hal yang kudengar Justin merupakan anak dari keluarga yang menjadi pelanggan butik ibuku. Keluarga mereka sering mendesain pakaian pada ibuku.

Kesialan rupanya sangat berpihak padaku. Siang ini Bryan membuat emosiku melayang sampai kepuncak. Astaga bagaimana bisa ia mencuri kunci mobilku dan menabrakan mobilku ke tiang listrik  hingga bagian depannya benar-benar hancur. Percayalah anak berumur 14 tahun yang baru memasuki Junior school mengutarakan  alasan yang sungguh tak masuk akal.

Aku ingin menunjukan pada teman-temanku kemampuan drift ku.

Terkutuklah kau Bryan, Demi bulu ketiak patrick aku benar-benar murka sekarang. Mobil satu-satunya yang kumiliki sekarang terlihat menyedihkan di bengkel ini. Bryan hanya memiliki luka kecil di dahi dan lengan. Ah terserah aku tak peduli yang aku pedulikan bagaimana caranya pulang dan menambah luka diwajah Bryan dengan cakaran kuku miliku.

Ini sudah sore menjelang malam dan aku masih dipinggir jalan mencari taksi. Aku yakin pasti ada yang berpikir bahwa aku adalah jalang yang sedang mencari pelanggan. Sialan!

Aku memicingkan mata saat audi R8 berhenti disampingku. Aku sudah berniat kabur jika yang membuka kaca mobil itu om-om hidung belang yang mencari wanita penghibur.

Sesaat aku terpaku melihat lelaki yang mengendarai R8 itu adalah Justin. Berhadapan dengannya akan menambah emosiku saja.

"Butuh tumpangan nona"
Ia membuka kacamata hitam yang bertengger dibatang hidungnya dan mengedipkan
matanya kearahku. Spontan aku memutar mataku. Lihatlah ia memang berbakat menjadi lelaki hidung belang.

"Tidak" ucapku ketus

"Kurasa daerah disini sangat rawan dan jarang sekali ada taksi lewat disini" gumamnya acuh

"Aku lebih baik menunggu sampai pagi daripada harus naik mobil bersamamu" tukasku

"Disini banyak anak berandal, kau tidak lihat disana" sanggahnya.

Jari telunjuknya menunjuk ke arah pagar yang disampingnya--Astaga mataku melotot melihat anak berandalan berjejer menenggak minuman keras, merokok, bernyanyi yah walaupun suaranya tak terdengar karena jarak kami yang sedikit jauh.

"Baiklah jika kau tak mau ikut denganku" ucapnya mengendikan bahu lalu kembali memasang kacamata hitamnya dengan gerakan cepat.

Aku menggiggit bibir bawahku. Bagaimana jika benar-benar tak ada taksi di daerah ini. Aku bisa sampai pagi disini dan lebih parah berandalan itu memperkosa lalu membunuhku benakku menceracau. Kulihat Justin sudah menutup kaca mobilnya. Buru-buru aku mengetuknya dengan keras.

"Bieber aku ikut " ucapku tergesa-gesa

Ia membuka kaca mobil menatapku dengan kening berkerut.

"Aku sudah menawarkanmu dan kau menolakku" ucapnya enteng
"Aku benci ditolak " tambahnya.

Dia benar-benar mahluk sialan. Bagaimana jika ia meninggalkanku seorang diri disini dan menjadi santapan berandalan itu. Hari sudah mulai gelap dan ini semua terjadi akibat Bryan. Aku akan benar-benar mencekiknya jika saja ia berada disini.

"Ayolah kau benar-benar tega jika harus meninggalkanku disini" rengekku.

Harga diriku benar-benar hancur merengek didepan mahluk sialan ini.

" Aku akan mengajakmu pulang"

Aku tersenyum sumringah mendengar ucapannya.

"Dengan satu syarat" ia menambahkan.

  All The Pain (Justin Bieber)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang