bagian 4

142 12 8
                                    

Vote dulu baru baca!

Still Justin Bieber P.O.V

Kutatap gadis disampingku sesaat setelah menghentikan mobilku dipekarangan rumahnya. Ia menatapku dan menggumamkan terima kasih. Tangannya bergerak meraih kenop pintu mobil. Kuraih dengan cepat tangannya hingga membuatnya berbalik dan menatapku.

"Jangan lupakan soal kesepakatan kita besok, tunggu sampai aku menjemputmu"

Ia memutar bola matanya
"Ya..ya.. Terserah kau saja" ditatapnya pergelangan tangannya yang masih berada digenggamanku. Lantas segera melepaskannya dengan paksa dan mendelik kepadaku.

"Don't ever you dare to touch me"

Aku mendengus melihatnya keluar dari mobilku. Tidak ada gadis yang melakukan hal seperti itu pada seorang cassanova sepertiku. Kurasa ia benar-benar sinting jika ia masih membenci hanya karena kejadian bodoh masa lalunya.

Kulajukan mobilku dengan kecepatan diatas rata-rata, tak peduli jika polisi akan mengejarku atas tindakan melanggar lalu lintas. Kurasa malam ini aku perlu bersenang-senang. Kuhentikan mobilku di sebuah club langgananku, dengan cepat kakiku memasuki wilayah yang hampir tiap hari kujelajahi.

Kulirik gadis yang menggelayut dipundakku, ia menjilat telingaku dan mengecupinya. Kusingkirkan dengan kasar tubuhnya yang hanya terbalut tengtop tipis yang menampilkan dadanya yang kendur dan rokmini yang hanya berukuran sekitar 15cm hingga menampilkan paha mulusnya. Aku tak menginginkan jalang ini, tubuhnya saja sudah tak berbentuk. Ia segera menyingkir dan menggerutu tak jelas.

Kulihat Jacob dan Jaxon didepan meja bartender. Segera kuhampiri mereka dan duduk ditempat yang kosong, lantas memesan sebotol tequila.

"Tak biasanya kau menolak cindy" ucap Jacob menyesap wine nya

"Well, aku tak menyukai jalang mulai sekarang" ujarnya menyeringai kearah jacob.

***

Alpha memandangi Bryan kesekian kalinya. Jika saja ibunya tak berada disini bersamanya, ia akan dengan leluasa memaki-maki Bryan sepuasnya. Beruntunglah Bryan saat ini. Ia memutar bola matanya melihat adiknya yang mengerang kesakitan atas luka memar yang didapatnya.

"Kau seperti seorang gadis kecil" ucap Alpha tersenyum miring.

"Kau berisik, lebih baik kau keluar dari kamarku" balas Bryan cuek.

Alpha sedikit terperangah atas ucapan Bryan. Matanya mendelik lebar seakan memberi peringatan. Bryan hanya tersenyum masam memandang kakaknya, yang ia tahu bahwa akan mengamuk jika saja ibunya tak berada disini. Untunglah ia membuat alibi agar Alpha tak mengamuk dan menambah luka ditubuhnya, setidaknya malam ini ia terselamatkan.

Alpha segera mendorong pintu lantas keluar, berlama-lama dikamar Bryan membuat moodnya menurun. Segera ia kembali memasuki kamarnya sendiri. Ia sudah sangat mengantuk namun tetap terjaga tidak bisa memejamkan matanya.

Ia mengambil ponsel yang berada disampingnya saat mendengar bunyi beep tanpa pesan masuk

From : +57xxx

Jangan lupa besok pagi

-Bieber pangeran tampan

Alpha sedikit melotot menatap pesan singkat yang dikirimkan oleh Justin. Ia tak terlalu memusingkan darimana Justin mendapat nomor ponselnya. Ia sedikit tersenyum bahwa besok ia akan pergi sepagi mungkin agar ia tak pergi bersama Justin. Tangannya bergerak membalas pesan singkat Justin tadi.

To : +57xxx

Well aku tak lupa, bodoh!

Ia memaki dirinya sendiri, bagaimana bisa ia membalas pesan Justin. Oh baiklah mungkin agar Justin tak menerornya dengan menelponnya jadi ia membalas pesannya. Oh tidak! apakah ia baru saja terlalu percaya diri dengan beranggapan bahwa Justin akan menelponnya hanya karena ia tak membalas pesannya. Ia berdecak lalu memutuskan untuk mematikan ponselnya dan mencoba terlelap.

***

Justin tersenyum simpul menanggapi balasan pesan Alpha. Ia mencoba mengingat kenangan masa lalu nya. Sahabat kecil Kakaknya ini memang menggemaskan namun cukup menyebalkan. Tak pernah ia tahu bahwa Alpha akan tumbuh menjadi gadis cuek seperti sekarang, setahu ia dulu Alpha bahkan cukup cengeng setiap kali ia membullynya. Justin tahu ia terlampau nakal disekolahnya dulu. Alpha selalu menjadi bulan-bulanannya bersama kelompoknya karena ia anak dari keluarga tak berada yang bersekolah di sekolah yang lumayan elit dan mengetahui dialah anak perempuan pertama yang dengan beraninya menggigit tangan serta menendang kakinya saat ia merebut Liontin gadis kecil itu. Hingga ia marah dan memberikan pelajaran pada anak perempuan berumur 10 tahun itu agar tak macam-macam dengannya, membuat anak perempuan itu hanya bisa menangis saat menghadapi Justin.

Flashback On

Anak perempuan berumur 10 tahun itu berjalan dengan langkah riang sambil memperhatikan kalung berbandul bunga matahari ditangannya. Senyumnya tak kunjung surut menatap benda mati itu ditangannya. Kalung itu ia dapatkan dari ibunya yang menjadi kado ulangtahunnya yang ke 10, ini adalah pertama kalinya ia mendapat kado ulang tahun dari ibunya. Sangking terlalu bahagia membuatnya lupa memperhatikan langkahnya hingga menambrak seseorang hingga membuatnya memekik terkejut. Matanya bersiborok dengan lensa hazel bening yang menatapnya kesal. Badannya merinding merasakan ketakutan yang amat sangat. Sementara itu bocah lelaki dihadapannya menggerutu tak jelas.

"Hey kau anak miskin itu kan" nada suara bocah laki-laki itu terdengar angkuh. Ia menatap Justin dengan takut-takut karena ia tahu bahwa Justin dan teman-teman sekelompoknya lah ang sering menjahilinya. Kelopak matanya tertutup hingga ia merasakan benda ditangannya dirampas paksa, matanya membulat terkejut. Hadiah pertamanya telah berada ditangan Justin itu artinya ia tak dapat mengambil kembali benda itu.

"Kembalikan itu milikku" ia berusaha menggapai kalung yang Justin sembunyikan dibelakang tubuhnya. Justin tertawa kecil.

"Kau bisa mengambilnya di-sana" Justin hendak melempar kalung itu ke sembarang arah namun dengan sigap Alpha menahan tangan Justin dan mencengkramnya, Justin langsung mengerang saat tangan kanannya telah digigit oleh Alpha. Namun genggaman ditangannya tak ia lepaskan. Sampai tulang keringnya diterasa dihantam dengan keras. Ia meringis hingga melepaskan kalung yang berada ditangannya Alpha baru menyadari jika kalungnya terjatuh segera mengambilnya dan berlari menjauhi Justin. Sejak saat itulah Justin membenci anak perempuan itu hingga selalu membulinya habis-habisan. Saudari kembarnya Jazmyn, selalu melarang Justin melakukan hal itu, namun Justin tak peduli. Anak perempuan itulah yang memulainya. Karena itulah saudarinya Jazmyn menjadi sahabat gadis itu demi melindunginya dari kenakalan Justin. Semuanya hanya bertahan 3 bulan sebelum Jazmyn meninggal akibat Kanker otak stadium akhir yang dimilikinya. Justin benar-benar terpukul dan sekeluarga pindah ke New york.

Flashback off

***

Alpha telah siap dengan seragam hijau mudanya, ia tengah bersarapan bersama ibunya. Bryan masih berada dikamarnya dan tak ingin bersekolah karena luka kecilnya. Sesaat setelah ia menyuapkan sandwich kedalam mulutnya ia baru ingat bahwa mobilnya masih teronggok di bengkel. Rencananya untuk menghindari Justin gagal sudah. Jadi untuk apa ia bersiap lebih awal jika ia tahu begini jadinya.

"Hm Alpha mom tidak bisa mengantarkanmu kesekolah, kau bisa naik bus kan? " ucap ibunya tersenyum.

Sudah ia duga bahwa hari ini merupakan jadwal padat ibunya, bahkan ia tak bisa membawa mobil ibunya. Ia tersenyum kearah ibunya setelah meneguk susu digelasnya. Ia menghela napas kecil.

"Justin akan menjemputku hari ini" ia berkata setengah hati.

"Oh, apakah kalian berpacaran?" ujar ibunya yang terdengar menggodanya. Ingin rasanya ia memutar bola matanya sekarang.

"Tidak, aku baru saja mengenalnya dan aku tak akan pernah berpacaran dengannya" ia berucap lembut namun tegas.

"Kenapa kau-"

Belum selesai ibunya berbicara, terdengar bunyi klakson di depan rumahnya. Ia tahu bahwa itu pasti Justin.

"Sorry mom, i've to go now"

Ia mencium pipi ibunya sekilas lantas berlari kearah pintu depan rumahnya. Ia memutar matanya saat iris hazel menatap matanya dari kaca jendela mobil yang terbuka.

"Cepat masuk aku tak ingin terlambat"

To be continue...
Don't forget to vote and comment
Don't be silent readers guys

  All The Pain (Justin Bieber)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang