D U A

11 4 1
                                    

"Danish ada, Mbak?" tanya Keenan.

Pagi-pagi sekali dia sudah ada di rumah sahabatnya yang hanya berjarak lima meter dari gerbang rumahnya sendiri. Dia bertanya pada salah satu pelayan yang kebetulan sedang membersihkan halaman.

"Ada, Mas. Tapi masih tidur kayaknya. Soalnya belum turun dari tadi," jawab pelayan perempuan itu sopan.

Keenan menganggukkan kepalanya. "Ya udah kalau gitu." Dia melangkah masuk ke dalam rumah. Dia memang sudah biasa keluar-masuk rumah Danish. Begitu pun dengan Danish. Selain karena mereka memang sudah bersahabat sejak kecil. Letak rumah mereka yang berseberangan juga menjadi faktor utama eratnya persahabatan mereka.

Keenan melewati ruang makan dan berpapasan dengan Maura, Mama Danish. Wanita yang masih terlihat cantik dan awet muda di usianya yang sudah menjelang setengah abad. Keenan menyapa Maura yang sepertinya sedang menyiapkan sarapan. Rasanya tetap tidak sopan kalau ada tuan rumah, tapi kita langsung nyelonong masuk rumahnya.

"Assalamualaikum, Tante Cantik."

Maura mengangkat wajahnya dan tersenyum nyaris tertawa ketika melihat Keenan. Apalagi setelah mendengar sapaannya. Keenan memang biasa memanggil Maura dengan sebutan Tante Cantik. Karena menurut Keenan, Maura memang terlihat cantik di usianya yang sudah tidak muda lagi.

"Waalaikumsalam, Ken," jawab Maura. Dia menyuruh Keenan untuk duduk di salah satu kursi. "Ngapain kamu ke sini? Danish masih belum bangun kayaknya."

"Belum bangun, Tan?"

Maura mengangguk. Ia meletakkan sepiring nasi goreng di hadapan Keenan. "Sarapan nih. Belum sarapan kan kamu? Tante dengar Mama sama Papa kamu lagi pergi ke luar kota."

Keenan tersenyum mengiyakan. "Papa lagi ada kerjaan di Palembang, Tan. Mama yah, seperti biasa selalu ngikutin ke manapun Papa pergi." Ia mulai menyantap nasi gorengnya. "Om Leo mana, Tan?"

Maura menelan makanannya lebih dulu lalu menjawab, "Om Leo udah berangkat subuh tadi, mau ke luar kota juga."

"Tante kok nggak ikut? Tante kan kayak Mama, ke manapun suami pergi mesti ikut." Keenan nyengir di akhir kalimat.

"Hari ini Alya pulang, Tante mesti jemput dia di bandara nanti siang."

"Loh? Kak Alya pulang siang ini? Asek, makan-makan dong Tan."

Maura melotot. "Apaan sih kamu. Makan mulu yang dipikirin. Udah sana habisin nasi goreng kamu."

Keenan terkekeh lalu menyelesaikan makannya. Setelah selesai dia pamit pada Maura untuk membangunkan Danish yang langsung ditimpali anggukan setuju oleh wanita itu. Keenan sampai di kamar Danish dan melihat lelaki itu masih bergelung di tempat tidurnya.

"Dan, bangun." Keenan mengguncang tubuh Danish. Tapi jangankan bangun, bergerak saja tidak. Membuat Keenan mendengus kesal. "Heh, Monyet. Bangun kek elah. Lo janji mau nemenin gue hari ini." Kenapa gue malah terdengar kayak cewek yang lagi merengek sama cowoknya? Keenan bergidik ngeri.

Kesabaran Keenan habis. Dia lalu mengambil bantal di dekat Danish dan dibekapkannya ke wajah lelaki itu hingga dia berteriak megap-megap tidak bisa bernapas. Dengan puas Keenan melepaskan bekapannya.

"Gila lo ya," sembur Danish langsung dengan napas masih tidak teratur. Dia mengambil posisi duduk dengan susah payah.

Keenan hanya nyengir, tapi sedetik kemudian raut wajahnya berubah datar. "Lo janji mau temenin gue hari ini. Ayo cepetan siap-siap sono."

Danish mengerang protes. Dia ingin berbaring lagi tapi cepat-cepat tubuhnya ditarik oleh Keenan. Lelaki itu melotot pada sahabatnya. "Ken, siangan dikit elah. Gue masih ngantuk banget." Sekali lagi dia ingin berbaring dan lagi-lagi Keenan mencegahnya. Kali ini lelaki itu menarik Danish dan mendorongnya ke kamar mandi.

"Mandi cepetan. Gue tunggu di bawah." Keenan beranjak keluar dari kamar, tak mempedulikan teriakan kesal Danish.

o000o

One SideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang