GREAT KOKI

18 4 0
                                    

Seok Jin bersungut kesal. Matanya tak lepas dari sosok pria paruh baya yang sedang sibuk di depannya.

Pria itu mengalihkan pandangannya ke bawah. Tepat pada sebuah piring berisi masakan buatannya.

Sebuah ayam yang dilumuri dengan kecap dan beberapa sayuran menghiasi pinggiran piring itu.

Seok Jin menganggap bahwa masakannya cukup enak. Begitu juga dengan Ibu dan kakaknya.

Kim Seok Jin bercita-cita menjadi seorang Koki. Sama seperti Ayahnya.

"Kau harus lebih banyak belajar lagi, Seok Jin-ah." Ayah Seok Jin menghampiri anaknya yang sekarang tengah mengetukkan kepalanya ke arah meja.

Beliau terkekeh. "Apa kau ingin mati?" Sang Ayah memandang Seok Jin dengan sendu.

"Ayah, aku ingin menjadi seorang Koki yang hebat seperti Ayah." Seok Jin memohon. Menatap Ayahnya yang tengah tertawa.

"Kau bahkan belum bisa menentukan bahan yang bagus untuk digunakan, Seok Jin-ah."

Seok Jin mengernyit. Sang Ayah selalu mengatakan hal yang sama setiap kali Seok Jin mengeluh.

Seok Jin tahu, Ayahnya adalah Koki terhebat yang ia kenal. Masakannya yang selalu membuat Seok Jin semakin ingin mewujudkan cita-citanya. Menjadi seperti Ayahnya.

"Bahan apa lagi, Ayah?" tanya Seok Jin. "Apa Ayah punya pasar sendiri untuk membeli bahan-bahan masakan, Ayah?"

Ayah Seok Jin hanya tertawa. Pertanyaan yang begitu polos keluar dari anaknya yang bahkan sudah berumur 24 tahun.

"Tidak, Ayah tidak punya banyak uang untuk membangun pasar sendiri." Sang Ayah menjawab. Ada sedikit candaan di sela kalimatnya.

Seok Jin bungkam. Ia tidak tahu apa yang kurang dari masakannya. Apa ini yang dilakukan seorang Koki jika sedang merasakan masakan orang lain?

----

Seok Jin menatap kosong ke arah luar jendelanya. Angin sore yang berlalu menerpa wajahnya.

Seok Jin mengernyit. Ia mendekatkan tubuhnya lebih dekat ke jendela.

'Ayam siapa itu?' Seok Jin bertanya dalam hati. Ia tengah menatap seekor ayam berwarna coklat dengan tubuh yang agak gemuk.

Senyuman mulai menghiasi bibir pria ini. Ia segera turun ke bawah. Berinisiatif untuk menangkap ayam itu dan memasakkan Ibunya sup.

Jina segera menajamkan indera penciumannya sesaat menangkap bau yang begitu sedap tercium.

Sang ibu yang sedang mengeluarkan sepatunya, kini menatap Jina dengan bingung.

"Kau kenapa?" Sang ibu bertanya masih dengan guratan kebingungan di wajahnya.

Jina tak mengindahkan pertanyaan ibunya. Ia berjalan perlahan ke arah dapur rumahnya.

"Omo! Seok Jin-ah, apa kau yang memasak sup ini?" Mata Jina berbinar saat melihat adiknya yang tengah menata meja makan.

Seok Jin mengangguk. "Tentu saja! Silahkan ma..." Belum sempat pria itu melanjutkan, Jina menyela.

"Selamat makan!" Gadis bersurai hitam itu berseru dan tanpa sungkan mengambil beberapa potong ayam yang terletak di dalam sup buatan Seok Jin.

Seok Jin tersenyum. Ada sedikit perasaan bangga saat melihat kakaknya begitu lahap.

"Kita akan mencari lagi nanti, istirahatlah dulu." Seok Jin mengalihkan pandangannya ke arah depan.

Nampak Ibunya tengah menuntun Ayahnya ke kamar.

"Ada apa, Ibu?" Seok Jin tak bisa menyembunyikan rasa penasarannya.

"Ayam peliharaan Ayahmu hilang." Sang Ibu berujar pelan sembari memandang suaminya yang tengah memijit pelipisnya.

Tunggu, ayam?

"A... Ayam?" Seok Jin bertanya dengan terbata.

Sang ibu mengangguk. "Ayam itu hilang. Padahal, setahu ibu, Ayah melepaskan hewan itu di pekarangan rumah. Tidak mungkin bisa hilang secepat itu."

Seok Jin terdiam. Nafasnya terasa sesak. Ia melirik ke arah dapur. Tepat di panci kecil berwarna merah yang masih mengepul.

----

End!! Thnks for reading^^v

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 21, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

STRANGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang