[NWOKE NWERE MMASĮ NWOKE]

5K 466 214
                                    


"I am not gay, but if I were, I would be the first one running out of closet."

—Dolly Parton

Itu adalah surprise party terburuk sepanjang sejarah hidupku.

Aku ralat: sepanjang sejarah hidup manusia.

Sepanjang sejarah peradaban sejak zaman Nabi Adam. (Let's say sudah ada surprise party sejak masa itu.)

Aku malu berat. Aku bolos tiga hari pertama sekolah karena nggak sanggup menghadapi semua orang yang malam itu menyaksikan tindakan nggak terpujiku. Aku bahkan nggak sanggup mengingat-ingat lagi apa yang terjadi ketika aku tersadar lima belas menit kemudian. Semua orang menggunjingkanku. Banciana Grandé marah bukan main, apalagi Odette.

"Kamu tuh emang kurang ajar atau nggak terdidik, sih? Hellooo, Bitch! Miza udah ngerencanain all of these things, sampai-sampai rela nge-contact aku padahal aku tahu, detseu itu anti banget sama aku, demi kamu. I even ENVY you! Dan kamu ngeludahin dia begitu aja?"

Kemudian, pertanyaan-pertanyaan seperti, "Kenapa, sih?" "Ada apa antara kamu sama dia?" "Kalian berantem, ya?" terlontar dari semua orang yang mengerubuniku. Semua orang yang ada di situ, kecuali Miza. Karena Miza langsung pulang.

Aku kesepian ketika hari Kamis memutuskan datang ke sekolah. Bapak marah habis-habisan karena aku bolos dan juga tahu akulah penyebab Kak Putra pergi lagi dari keluarga kami. Pihak sekolah juga memberi peringatan tertulis yang disampaikan Shannelle ke rumahku pada Rabu sore.

"Are you alright?" tanya Shannelle.

Aku seperti mayat hidup saat itu. Aku nggak perlu menjawab bagaimana kondisiku pada Shannelle, dia bisa melihatnya.

"Ini, surat peringatan dari sekolah. Besok kamu masuk ya, Cantik. Kalau ada apa-apa, butuh curhat or something, telepon aku aja. Mudah-mudahan aku bisa bantu. Aku juga nggak akan bilang sama Odette atau Angela, kok."

Aku hanya bisa melemparkan senyum kecil yang susah payah kulukis di bibirku. Aku percaya pada Shannele, mengingat dia yang paling pendiam dan anggun di antara Banciana Grandé. Namun aku lagi nggak mau curhat atau apa pun. Jadi Shannelle pamit beberapa menit kemudian.

Semua orang menatap ke arahku pada Kamis pagi aku berjalan di koridor. Sebagian menyapaku dan menanyakan kabarku. Padahal aku yakin, mereka ingin tahu ada kejadian apa antara aku dan Miza. Bagi mereka, ini berita yang gurih sekali untuk digosipkan saat waktu luang atau istirahat siang. Seseorang merekam adegan aku meludahi Miza menggunakan ponselnya. Yah, tentu dia nggak bermaksud merekam adegan itu. Dia hanya seksie dokumentasi. Namun video itu tampaknya sudah ditonton setengah penduduk dunia, karena tukang es kelapa muda di kantin pun tahu.

"Cep Stepan téh kunaon sampe ngeludahin Si Mija sagala?" tanyanya pada hari Jumat.

Aku dan Miza jelas nggak bicara lagi. Miza nggak mau menatap ke arahku, menyapaku, apalagi tersenyum. Kami seperti dua orang yang nggak pernah bertemu sebelumnya, dan nggak akan pernah dijodohkan untuk bertemu lagi sampai mati. Guru BK bahkan memanggilku ke ruangannya dan menanyakan motifku melakukan itu pada Miza. (So, yes, the video went viral.)

"Minggu depan kita ujian akhir semester. Mohon kurangi perilaku-perilaku semacam ini. Presensi kamu mendadak berkurang dan beberapa nilai kamu juga menurun. Jangan sampai nanti dapat nilai di bawah UKM lho," katanya.

Aku sih nggak mendengarkan.

Bahkan, aku nggak peduli kalau minggu depan adalah ujian akhir semester ganjil.

CRUSHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang