Yukimura Saito, usia 8 tahun
"Miki-chan... isshouni kaeru yo... (Miki-chan, ayo pulang bersama)" Aku menarik - narik tangan Miki, temanku di sekolah untuk pulang bersama, karena arah rumah kami searah. tapi Miki meronta pelan, menarik tangannya dari genggamanku.
"Yuki-chan... Hontou gomen... (Maaf sekali, Yuki-chan).. tapi okaa-san (ibu) sudah menjemputku... aku harus pulang sekarang... besok saja ya kita pulang bersama...." Miki mengatupkan kedua belah tangannya di depan wajah bulatnya, sambil meminta maaf padaku.
Aku memoles senyum di wajah, kemudian menggeleng kecil. "Daijoubu... (Tidak apa - apa). hati - hati dijalan ya, Miki-chan..."
Miki tersenyum riang, kemudian melesat keluar kelas kami. wajahnya tampak bahagia. aku mengangkat ranselku, kemudian berjalan keluar sekolah.
untuk pulang? tidak..... maksudku... belum...
Aku menyempatkan diri untuk datang ke sebuah taman, tak jauh dari rumahku. aku meletakkan ranselku di sebuah bangku disana, kemudian duduk diatas sebuah ayunan kecil. kaki kecilku mendorong ayunan itu untuk bergerak... tidak lama, ayunan itu berhenti, bersamaan dengan air mataku yang ikut menetes, kemudian jatuh diatas tanah...
Aku menggenggam erat rantai yang menyangga ayunan itu, kemudian mulai menangis pelan.
Sekitar 15 menit menangis, aku segera menyeka sisa air mata yang masih membasahi wajahku, sendirian.
Aku tidak bisa berada di tempat ini lebih lama, atau okaa-san akan memukuliku begitu aku sampai dirumah...
Hanya 5 menit berjalan dari taman itu, aku sampai di depan rumah dengan plat nama 'Saito' di depannya.
Rumahku....
Benarkah ini rumahku?
Prak........
Suara keras itu datang dari dalam rumah yang ada di depanku ini.
Aku terdiam, membatu selama beberapa saat berdiri di depan rumah.
Aku ... ingin di jemput oleh orang tuaku seperti apa yang Miki dapatkan, bukan disambut dengan suara barang terlempar seperti apa yang baru saja aku dengar barusan.........Yukimura Saito, usia 12 tahun.
Aku senang bisa berteman dengan banyak orang. setelah aku masuk di Seiei Gakuen, salah satu SMP di Tokyo, aku bisa bertemu lebih banyak orang lagi...
Aku sangat senang berakting... selama SMP, aku ikut klub drama.
Aku belajar banyak hal, dari teman - teman yang hebat. aku sayang mereka. mereka membuat aku benar - benar merasa hidup, memiliki keluarga kedua.
Kami sering berlatih hingga sore hari, saat matahari mulai condong ke barat dan warna langit mulai memerah.
Kring..... Kring......
Aku melirik takut ke arah telpon genggamku.
Otou-san.... (Ayah...)
aku menarik napas panjang, mempersiapkan diri kemudian mengangkat telponnya.
Aku bahkan tidak berani untuk mengatakan 'halo'... bahkan kepada ayahku sendiri....
"Pulang sekarang...." dua kata dari ayah, sebelum akhirnya ia memutus sepihak sambungan telpon kami.
dingin..... aku dapat merasakan tubuhku melemas.
aku segera pamit untuk pulang.. aku berlari ke halte bus, berpacu dengan waktu.
sampai di depan rumah, dengan napas tersengal sehabis berlari, aku membuka pintu rumah. di depan pintu rumahku, otou-san sudah berdiri sambil melipat tangannya di depan dada.
"Maaf..." aku menggumam, lirih.
Otou-san segera menutup pintu di belakangku dengan paksa dan menyeretku sampai ke ruang keluarga kami.
Aku menangis sambil setengah meronta, berharap Otou-san akan melepaskan aku.
nyatanya, tangan Otou-san masih terlalu kuat mencengkram lenganku dan tenaga nya masih terlalu kuat untuk bisa ku lawan....
Otou-san menendangiku sambil sesekali memukuliku.
Kakinya tak ragu untuk mendarat di tulang keringku, menyisakan nyeri yang teramat sangat.
tangisku tak sanggup meluluhkan hatinya.
"Mulai besok, kau harus pindah dari sekolah itu... Otou-santidak mau dengar kabar kau ikut klub apapun di sekolah... paham?"
Aku sesenggukan.... Aku hanya ingin bisa punya kegiatan untuk menyalurkan hobiku. apa itu begitu terlihat salah di hadapannya?
Sedikit demi sedikit, aku mulai membenci Otou-san, di sela - sela rasa sayangku padanya.......Yukimura Saito, usia 15 tahun
Aku mulai mencintai hujan. Kenapa?
Dari kecil... aku jarang diperbolehkan untuk bermain keluar rumah oleh orang tuaku, dengan sejuta alasannya yang menurut mereka baik....
Karena itu, sampai SMA, aku tidak punya teman baik. dan biasanya, aku akan mengurung diri di kamar.
Sesekali, aku senang melihat hujan turun dari jendela kamarku. Senang rasanya melihat tetes hujan menempel di jendela kamarku, seolah ingin mengajakku bermain bersama diluar sana...
lagi, suara hujan yang sesekali deras bisa membantuku untuk mengalihkan pendengaranku dari caci maki Otou-san dan okaa-san ketika mereka bertengkar hebat dirumah -hal yang selalu mereka lakukan selama 15 tahun, tanpa bosan-
Jadi inilah yang aku lakukan setiap sore. Aku akan menunggu sore menjemput hujan setiap harinya dari kelasku yang berada di lantai 3 gedung sekolahku. kemudian, ketika hujan itu mulai turun, aku akan membuka jendela kelasku dan membiarkan udara dingin membelaiku.
Diam - diam, aku mulai mencandu hujan.....
Karena ketika hujan turun, aku pun akhirnya memliki alasan untuk mengirimi okaa-san pesan singkat yang berisi kabar bahwa aku akan pulang terlambat karena hujan dan aku lupa membawa payungku -meskipun aku selalu membawanya kemana - mana di dalam tas ku, bersama dengan teru - teru bozou* yang ku letakkan di dalam tasku-
Setidaknya, aku bisa mengurangi lama waktu ku untuk berada di rumah itu.... dan terjebak di dalamnya bagai burung di dalam sangkar.....
Namun, ada sekali waktu ketika hujan turun dan aku sedang menikmati butiran air itu turun, ponselku berdering nyaring. nama Okaa-san terpampang disana...
"Cepat pulang sekarang juga! ayahmu sudah sampai dirumah dan ia mengamuk lagi karena kau belum sampai dirumah. aku muak terus menerus berterngkar dengan ayahmu karena kau pulang terlambat!" tandas okaa-san,dengan suara kerasnya.
"tapi... disini..." aku berusaha membela diri.
"Tidak ada 'tapi'.... pulang sekarang juga! ada hujan sederas apapun, aku mau kau pulang sekarang. Dasar anak sial.... aku menyesal melahirkan anak sepertimu..."
Kemudian telpon pun diputus paksa oleh Okaa-san.....
Maka aku segera berlari dibawah siraman hujan, pulang kerumah, tak perduli kalau besok mungkin aku akan sakit atau tidak bisa masuk sekolah karena demam.
Perintah okaa-san dan Otou-san adalah mutlak, seberapa kuat aku mencoba untuk membela diriku sendiri...
mereka sama sekali tak bisa menerima argumenku, semanis apapun caraku memolesnya dan sebaik apapun caraku mengungkapkannya...
dan garis bawahi, mereka masih sering memukuliku jika mulai merasa kesal akibat terlalu sering bertengkar. tak jarang mereka melempariku dengan apa saja yang bisa mereka jangkau dan menjadikanku pelampiasan amarah mereka.
Setiap hari.... okaa-san selalu membicarakan hal yang sama, agar aku tidak terjatuh di lubang yang sama dengannya, yaitu salah memilih pasangan hidup -begitulah istilah yang sering digunakan okaa-san-.
Dan aku hanya bisa diam.... aku tidak tahu harus bagaimana meresponnya.
Satu hal lagi, aku masih saja tidak boleh pergi kemanapun, karena kedua orang tuaku selalu memperlakukanku seperti anak usia 5 tahun....
aku jarang diperbolehkan untuk pergi menghabiskan waktu bersama teman-temanku, karena tak jarang okaa-san akan memaki mereka untuk tidak lagii berteman denganku kalau okaa-san tidak memnyukai mereka.
Aku mulai merasa jenuh, tidak bisa bebas memilih orang yang bisa kujadikan teman untuk membagi rasa...
Hanya saja, aku selalu menutupinya dengan sebuah senyum dihadapan banyak orang, seolah semuanya baik - baik saja.
Seloah tidak ada hal buruk yang terjadi di dalam hidupku...
Seolah aku adalah gadis paling bahagia di dunia....
Meskipun kenyataannya, hal itu hampir tidak pernah terjadi......Yukimura Saito, usia 17 tahun.
Aku mencapai batas emosiku.
Selama 17 tahun, aku merasa seperti hidup di dalam bencana....
Aku benci.... aku benci tertahan dalam situasi yang terus menerus menyiksa batinku, dan aku sama sekali tidak bisa keluar dari sana...
aku benci dengan situasi dimana aku tidak bisa mengeluarkan hak ku berbicara...
aku benci untuk tidak di dengarkan...
aku benci untuk tidak di hargai oleh orang paling berharga dalam hidupku....
Aku benci..... ketika mereka seenaknya memutuskan untuk segera bercerai, tanpa meminta persetujuanku...
sebegitu tidak dianggapnya kah aku sebagai anak mereka?
Apa perasaanku begitu tidak penting bagi mereka?
Logikanya, harusnya aku senang... karena dengan perpisahan mereka, aku tak lagi harus mendengar pertengkaran dari bibir mereka berdua.
harusnya aku senangg, okaa-san tak punya alasan lagi untuk menjadikanku pelampiasan setelah ia menerima luapan amarah dari otou-san...
seharusnya....
Tapi, mereka lupa bahwa statusku masih 'anak'...
san setiap anak di belahan dunia amnapun, pasti menginginkan memiliki sebuah keluarga yang utuh.....
Maka sore itu, aku memutuskan untuk mencari hujan, hendak bercerita padanya.
Hatiku terlampau sesak untuk menahan semua yang ku alami selama 17 tahun ini.....
Aku duduk di sebuah bangku panjang di taman dekat rumahku, tepat di hari persidangan perceraian kedua orng tuaku.
Aku dengan sengaja tidak hadir disana... dan memutuskan untuk melarikan diri, sendirian...
Langit berubah mendung... pelan pelan hujan turun....
Dan aku masih terduduk di sana, menikmati siraman hujan yang mendarat dengan lembut di kepalaku, serupa belaian.
air mataku menetes pelan, kemudian bercampur dengan rintik hujan yang mengalir dari pelipisku. aku berusaha menyembunyikan air mata itu dibalik hujan. mungkin itu lebih baik, karena aku tak mau ada seseorangpun yang melihatku menangis.
sampai tiba - tiba, aku tak merasakan aliran air hujan itu membasuh kepalaku.
Aku mendongak dan mendapati seseorang memayungiku dengan sebuah payung sewarna senja, oranye menyala...
Dia... Akira-kun... salah seorang teman sekelasku...
Aku segera berpindah duduk, bergeser sampai payung itu taka lagi bisa meneduhiku, dan air hujan kembali mengelus kepalaku dengan dingin....
"Jangan payungi aku..." pintaku pelan. biarkan aku menangis bersama hujan....
"Kenapa? kalau nanti kau sakit bagaimana?" tanyanya.
"Apa pedulimu kalau aku sakit? kamu tidak tahu apapun tentangku..." tandasku pelan, serupa bisikan.
Akira terdiam sesaat. "Aku mungkin tidak tahu apapun tentang dirimu. tapi aku tahu... kau menyimpan sesuatu yang berat. aku sering memperhatikanmu di sekolah..."
Kenapa.... dia bisa tahu itu?
"Matamu berbicara hal yang berbeda dengan apa yang bibirmu lakukan..." lanjutnya...
Skakmat....... benteng pertahananku runtuh, karena ternyata ia bisa mengorek titik gelap di sudut hatiku.... aku ingin segera menyambung tangisku....
"Satu lagi.... kau tak perlu menanti hujan untuk menyembunyikan tangisanmu. kalau kamu memang ingin menangis, menangislah.... tak ada gunanya kalau di tutup - tutupi..." Akira memayungiku lagi, tidak membiarkan setetespun air hujan menyapa wajahku lagi....
meskipun begitu, tetap ada air yang membawa jejak di pipiku...... air bening itu turun dari kedua bola mataku, membawa perih dan luka yang menumpuk selama 17 tahun ini bersamanya untuk pergi meninggalkan diriku....
untuk pertama kalinya.... ada orang lain yang melihatku menagis.... Akira-kun...4 bulan kemudian
otou-san dan okaa-san gagal bercerai. haruskah aku senang?
Aku menarik senyum tipis... siapkah aku menjalani rutinitas yang sama seperti dulu?
Disapa oleh teriakan dan jeritan okaa-san setiap pagi, akibat bertengkar dengan otou-san... keotoritasan otou-san untuk memerintahku habis-habisan, tanpa memberikanku ruang untuk berbicara....
Siapkah aku membuka lagi luka lama itu?
akhirnya aku menyadari satu hal yang terlupa : aku membenci mereka berdua, sebesar aku mencintai mereka dengan seluruh hidupku.......
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanakotoba
RomanceSetiap helai kelopak bunga menguntai cerita. Tentang kamu, aku, atau kita.. Bahkan mereka. Setiap warna membawa makna. Tentang angan, cinta, cita, tawa dan air mata. Karena dibalik setiap indahnya, selalu tersimpan bahasa yang tak mampu terucap. [Ku...