5. Liand BACK!

17.5K 1.4K 17
                                    

Zahra menjelaskan semuanya secara detail. Mulai dari merangkai bunga, kebun kecil di belakang rumah yang harus Prilly rawat dan beberapa bunga khusus yang harus di rawat dengan cara lain.

Dan Prilly, ia menangguk paham dengan semua yang di jelaskan oleh Zahra. Sesekali Prilly bertanya tentang apapun yang menurutnya sulit. Dan Zahra, Zahra telaten membantu kelemahan Prilly itu dengan sabar.

"Prill, udah jam 12. Anter gue ya? Lo bisakan bawa mobil?"

Prilly menangguk, setelah itu ia bergegas ikut membantu Zahra memasukkan koper-koper milik Zahra ke bagasi mobil. Tak butuh waktu lama, semua koper dan tas sudah rapi pada susunannya.

"Lo aja dulu yang bawa ntar gue pulangnya aja," kata Prilly.

Zahra menangguk lalu menyetir mobilnya menyusuri hiruk piruk Jakarta. Hanya ada keheningan di mobil. Dulu, Prilly anak orang yang ceria dan banyak celoteh tidak seperti sekarang; pendiam. Prilly hanya sibuk memandangi ke sekelilingnya; jalan dan gedung menjulang tinggi khas Jakarta.

"Oh iya, ada pelanggan aku namanya Ali..."

Prilly cepat membalikan wajahnya menatap Zahra penuh tanya seolah butuh mendengar penjalasan selanjutnya. Ali? Prilly takut yang dimaksud Zahra itu- - ah sudah lah. Nama Ali banyak bukan?

"Setiap jumat dia beli bunga di toko. Biasanya sih dia pesen satu buket bunga putih sama kelopak bunga putih aja," lanjut Zahra.

Dari wajah Zahra yang nampak bahagia, Prilly yakin sosok Ali yag dimaksud Zahra itu sosok yang spesial bagi dirinya.

Prilly ikut tersenyum, seolah kebahagiannya yang dirasakan Zahra ikut ia rasakan. Walau ia tak tahu apa arti dari bahagianya Zahra.

Zahra memandang Prilly sinis saat senyum di wajah Prilly terangkat, "eh, jangan seneng dulu. Gue udah usir dia buat cari toko lain. Gue takut aja di kecantol sama lo, padahal 'kan kami udah deket"

Prilly hanya bisa diam dengan satu alis nya terangkat. Maksudnya Zahra cemburu gitu? Takut Ali-nya itu selingkuh gitu?

"Bagus deh," jawab Prilly singkat.

Bukan ia tidak suka, hanya saja dalam perkataan Zahra tadi ia dapat menyimpulkan kalau Zahra menuduhnya akan merebut Ali-nya itu. Serendah itu, kah, Prilly dimata Zahra?

-lagi- Di jalan hanya ada keheningan. Satu pun tidak berniat memulai pembicaraan lagi. Zahra yang menanggap Prilly yang datang hanya sebagai PHO dan anak tidak tahu diuntung. Dan Prilly yang benci akan tuduhan tersirat itu.

"Udah sampe, lo langsung pulang. Jangan pake mobil gue buat yang engga-engga." Kata Zahra serkastis.

Prilly yang menatapnya tersenyum sinis. Sependiamnya Prilly, ia tatap pernah menjadi trauble maker sekolah. Ia pernah jadi gadis periang dan ceria. Benci, ia yang awalnya mengira Zahra baik kini berubah berbanding terbalik. Tukang tuduh, sok kaya, sok keren, sok waw, sok cantik; umpatan Prilly.

"Mau gue bantu?" Tanya Prilly ikut serkastis dalam nada bicaranya. Prilly bahkan tak beranjak dari tempat duduknya saat Zahra sudah keluar dari mobil.

"Gak,"

"Oh yaudah bagus. ah iya, maaf ya bentar lagi mobil kiriman ayah yang bisa gue pakai kemana-mana juga bakal datang. Dan sorry, gue gak butuh mobil butut lo ini," lanjut Prilly. Zahra tercengang menatap gadis yang awalnya ia kira lugu itu ternyata salah.

"Anj lo," gertak Zahra seraya membawa dua kopernya. Terlihat sedikit kesusahan saat Zahra membawa.

"You too,"

"Bye" sambung Prilly.

****

Hari berganti hari. Prilly sudah mulai nyaman dengan toko milik Zahra. Prilly juga mulai suka merawat tanaman milik Zahra di kebun belakang rumahnya.

Call Me MommyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang