Mengulang Kenangan

2.9K 206 3
                                    

Aku tidak pernah menyangka semuanya akan menjadi serumit ini. Aku pikir, dengan pergi ke Surabaya, aku dapat menyelesaikan satu-satunya masalahku.

Ternyata aku salah, hal tersebut malah membuat masalah baru dalam hidupku.

Sekarang aku hanya bisa melihat taksi yang ditumpangi Tanaya pergi meninggalkan area cafe.

"Van," ucap seseorang di belakangku.

Lantas aku pun menoleh. Dia adalah Naya, Renaya.

"Kamu jangan hujan-hujanan," ucap Naya sambil memeluk ku erat.

Aku pun balas memeluknya sambil berkata, "Aku yang seharusnya berkata begitu nay. Nanti kamu sakit."

"Nggak apa sakit, yang penting tetap sama kamu," balas Naya padaku.

Tanpa berkata apa-apa, aku menarik Naya ke dekat cafe untuk berteduh.

"Kamu tunggu di sini ya. Aku ambil jas hujan dulu, biar kita bisa pulang," ucapku pada Naya.

Namun secara tiba-tiba aku teringat sesuatu. "Eh bukannya kamu pergi sama nenekmu ya?" tanyaku pada Naya.

"Lho kamu tahu dari mana rev?" balas Naya dengan bertanya juga.

"Tadi aku ke rumahmu buat ngajak kamu pergi. Terus tadi ada mbak-mbak bilang kalau kamu pergi sama nenekmu. Tapi sekarang nenekmu dimana?" tanyaku kembali.

"Nenek ku pulang duluan karena tahu aku mau mampir kesini dulu," balas Naya sambil tersenyum. Entah apa yang membuat ia tersenyum sekarang, tetapi aku senang melihatnya.

Setelah mendapat jawaban, aku berjalan menuju motorku untuk mengambil jas hujan.

Sebenarnya ini tidak terlalu efektif, toh kami sudah basah dari tadi.

Tetapi rasa tidak tega menyelimutiku, membayangkan bagaimana jika Naya kedinginan. Hujan ditambah angin malam bukanlah perpaduan yang baik.

Aku membuka jok motorku dan mengambil jas hujan yang ada di dalamnya, lalu berjalan ke arah Naya.

"Ini pakai," ucapku pada Naya sambil menyodorkan jas hujan padanya.

Naya mengerutkan keningnya, "Cuma satu? Buat kamu mana?"

Aku tersenyum menatapnya dan membalas, "Tuh pake aja punya aku. Kamu anak cantik yang nggak boleh kehujanan kan? Aku mah nggak ngurus, so pake aja."

Naya tampak berpikir sejenak, hingga ia pun tersenyum sangat lebar. Tanpa menunggu lama, Naya mengambil jas hujan tersebut dan memakainya.

"Ayo nembus hujan," ucapku pada Naya sambil mengulurkan tangan.

Tanpa ragu, Naya langsung menerima uluran tanganku. Dan kami pun berlari bersama.

Dengan sengaja, aku memberhentikan langkahku di tengah jalan. Hal tersebut membuat tubuh Naya membentur punggungku, dan akhirnya kami tersungkur bersama.

"Eh kamu gak bisa lihat apa? Lihat nih cowok ganteng kayak aku jatuh kan," bentak ku pada Naya. Namun bukannya takut, ia malah memukulku.

"Aduh, aduh!" ucapku pada Naya sambil berusaha menghentikan pukulannya.

"Maaf ya rev aku tadi lari kenceng, terus kaget lihat kamu yang sengaja berhenti mendadak," balas Naya sambil menekankan kata sengaja.

Lantas aku tertawa sambil mengusap kedua pipi Naya. "Aku juga minta maaf ya nay, aku memang sengaja buat bentak kamu tadi. Maafin aku ya," ucapku memasang wajah jenaka sambil menjulurkan lidah.

"Hm nggak apa, tapi aku nggak mau minta maaf ya," ucap Naya sambil tersenyum padaku, namun setelah itu ia mencubitku dengan sekuat tenaga.

"Aduh sakit nay," ucapku sambil memasang wajah semelas mungkin. Setelah itu Naya menghentikan cubitannya dan berdiri.

Saat Naya sudah berdiri, ia mengulurkan tangannya padaku. Dengan senang hati, aku menerima uluran tangannya itu.

Setelah tangan Naya sudah dalam genggamanku, aku pun menariknya. Sehingga Naya terjatuh kembali, tepat di atasku.

Aku tersenyum melihatnya, "Jangan pergi lagi ya sayang."

Dan sejurus kemudian, wajah Naya langsung memerah. Sangat lucu. "I-iya rev," balasnya gugup.

Setelah itu, aku dan Naya segera berdiri. Dan kami pun pergi meninggalkan cafe tersebut.

***

Selama perjalanan pulang, aku tidak berhenti tersenyum. Apalagi menyadari bahwa aku dan Naya sudah berbaikan dan sekarang ia ada di belakangku, sambil terus melingkarkan kedua tangannya di pinggangku.

Tak hanya itu, kepala yang bersandar di punggungku sekarang, membuat hatiku siap untuk meloncat kapan saja.

Hatiku berdebar mengingat bahwa kami menjadi sangat dekat. Aku ingin melihat ekspresi Naya sekarang, namun aku tidak bisa. Wajah Naya terhalang oleh tubuhku sendiri.

"Nay," panggilku.

"Ada apa rev?" balasnya. "Lihat ke spion dong," ucapku padanya dan setelah itu Naya menegakkan tubuhnya.

Naya melihat ke arah spion sambil tersenyum, dan hal itu membuat aku semakin tersenyum melihat ekspresinya.

"Kenapa kamu senyum?" tanyaku pada Naya.

"Kamu kenapa senyum juga?" tanyanya balik padaku.

"Aku tersenyum karena bahagia," ucapku. "Bahagia? Bahagia kenapa?" tanya Naya. "Aku bahagia karena melihat kamu tersenyum," balasku.

Wajah Naya kembali memerah, ia pun segera memalingkan wajahnya. "Jadi kenapa kamu tersenyum?" tanyaku pada Naya.

"Aku tersenyum karena bahagia," balasnya. "Bahagia? Bahagia kenapa?" ucapku meniru pertanyaannya tadi.

Dengan tetap memalingkan wajah, Naya membalas dengan suara pelan, "Aku bahagia karena cintaku telah datang."

Walau pelan, suara Naya tetap terdengar hingga telingaku. Rasanya seperti terus terngiang dalam pikiranku. Sungguh, aku benar-benar bahagia sekarang.

"Berjanjilah padaku, untuk tetap bersamaku," ucapku pada Naya.

"Aku berjanji. Namun maukah kau berjanji juga padaku untuk tetap bersamaku?" balas Naya padaku.

Sambil tetap tersenyum, aku berkata, "Aku berjanji, sayang."

Dan percayalah, malam itu adalah malam terindah yang pernah ku alami dalam hidupku.

____________________

a.n

Hai, gue balik! Oke chapter ini pendek banget, maaf ya:(

But, vomment tetap ditunggu!

My TurnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang