Prolog

40 4 3
                                    

Hai, Namaku Abigail Aldersy Alberta, biasanya di panggil Dersy. Sekarang ini, aku berumur 16tahun. Dan, yup, aku suka banget sama yang berbau seni. Apa pun itu jenisnya. Tapi, aku paling suka dengan seni suara. Aku hidup dengan satu kakak cowok yang resek, kami berbeda tiga tahun. Sekarang dia lagi galau galaunya tuh, mikirin masuk fakultas mana, wkwkk..
Aku hidup di kota yang sejuk, ramah lingkungannya, damai penduduknya, bisa gitu ya? Tinggi
badan, standar untuk ukuran anak seumuranku 163cm. Rambutkur hitam lebat dengan panjangnya sebahu, aku punya brown eyes, yang membuat seperti orang asia pada umumnya. Boyfriend? Nanti dulu deh, nilai aja masih pas pasan. Sebenernya,gak tertarik, hehe..

"DERSYY...!" Suara khas yang memekakkan telinga setiap pagi hari. Aku, gadis dengan rambut sepanjang bahu ini, sudah menjadi kebiasaan sehari-hari. Bangun dari tempat tidur yang di designe untuk dua orang yang beralaskan spray berwana hitam-putih polos.
"IYA, MA,..."Jawabku dengan suara yang keras, seperti biasa, dia diminta untuk mematikan lampu balkon rumahnya yang berlantai dua. Lalu, dilanjutkan dengan rutinitas selanjutnya, yaitu melihat notifikasi heanphonenya.
Hm, kek, biasanya. Cuma SMS dari operator dan notif notif ga jelas. Di bbm isinya cuma broadcast, di ask fm isinya cuma question of the day, di Line isinya penawaran stiker stiker-an, dasar hp jones.., gumamku sambil memanyunkan bibirnya. Lalu, dilanjutkan dengan aktivitas rohani, yang sudah menjadi kebiasaan keluarga, yaitu melaksanakan sholat subuh berjamaah.
"WOY, DEK,.. KOK LAMA AMAT, SIH??!.." Teriak Kak Benndith dengan suara berat, disertai dengan dustanya. Kenapa? Karena biasanya dia memanggilku dengan sebutan 'boncel idup', aku juga bisa menebak, pasti tangannya sedang dirangkulkan disamping pinggangnya saat ini. Dengan segera dia menuju lantai utama dan segera melaksanakan kewajibannya sebagai umat islam.
"Allhamdulillah, sekarang, kalian mandi terus sarapan ya," Kata Mama disambi dengan melipat sajadah. Aku dan Si aneh Ben itu hanya menganggukkan kepala.
Seperti biasa, aku menuju teras yang berada di lantai dua itu, lalu bersegera mengambil handuk beserta kimono yang berwarna putih polos. Papa melarangku untuk berkeliaran usai mandi, hanya dengan menggunakan handuk sebagai penutup tubuh, memang sih, kamarku bersampingan dengan kamar pembantu dan supir pribadi.

🔴

Usai mandi, seperti kata Mama, aku harus sarapan terlebih dahulu. Mama sudah membuatkan roti panggang yang selainya bisa kami pilih sendiri. Selain itu, Mama juga menyiapkan sereal gandum (utuh), yang dilengkapi dengan susu vanila. Untuk sarapan, Mama yang memasak, ya, untuk masakan instan saja.
"Mama duluan ya, assalamu'alaikum." Pamit-nya, dan segera menuju pintu depan.
"Ya, wa'alaikum salam, ti-ati di jalan," Balas Papa, yang masih meminum kopinya.
"Pah, Ben sama Dersy berangkat ya, assalamu'alaikum," Kak Ben mengecup tangan Papa, dan diikuti denganku. Papa mengangguk, dan menjawab salam Kak Ben. Kami bersegera menuju mobil, mengingat sudah jam 05.49.
Aku memasuki mobil Kak Ben yang bagian dalam mobil berbau pizza basi.
"Iii, bau makanan sih, mobil lo, cuci kek.. Noh, lantai aja ada bekas soda tumpah. Jorok banget lu, ah," Cetusku.
"Bodo ah, lo aja yang bersihin. Toh, lo juga kan, yang numpang di mobil gua?" Jawabnya dengan mata tajam seolah mengincar mangsa. Aku hanya menghela napas panjang.
Bruuumm...
Mesin mobil dihidupkan, aku segera menyalakan radio favorit kami. Suasana kota Bandung yang masih sepi membuat kami terdiam memandangi gedung gedung dan toko toko yang dilewati. Ditambah lagi suasana mobil yang sunyi. Hanya lagu History-One Direction, yang menjadi suara utama kebisuan kami.
Apa sih, kayak awkward aja, padahal, centong nasi itu gak mau ngomong gegara lidahnya lagi ngutik ngutik behelnya, kan. Gumam Dercy sambil melirik ke arah kakak -nya, yang melihat lirikan itu.
"Apa lo, liat liat?", "kagak, ga usah ge-er ya," dustaku. Karena, mungkin, merasa malu, dia tidak menghiraukannya. Dan kembali terfokus ke jalan.
"Tumben ya, Cel, jam segini masih sepi!" Seru Kak Ben yang masih terfokus ke jalan.
"Ya kali, Tong, dah rame, jam segini tuh, orang masih sarapan," Jawabku yang yang masih bertopang dagu.
"Lo, tertarik sama Eer-"
"Enggak!" potongku.
"Emang lo tau? Gua kan belum juga, selesai ngomong. Maen potong potong aja," Kak Ben, mulai deh.
"Kak, maksud lo, Eerwin kan? Ogah ah, sama play boy kayak dia, berandal gitu. Sering bolos pula!" cetusku lagi.
"Jangan menilai buku dari sampulnya, dek," katanya bijak.
"Ya deh, lagian ngapain juga nanya kayak gitu? Aku tuh, udah pacaran sama yang ada di dua dimensi,"
"Dasar jones akut, lo," segepal tangan melayang mengenai jidatku.
"Kurang ajar!"seruku yang mencoba membalas, tetapi niat itu ku urungkan, mengingat dia sedang mengemudi, ditambah lagi dia menggunakan jell di rambutnya.

Sampai sini dulu ya, vote dan komentar di tunggu,😄😄
O ya, silahkan kasih kritik atau sarannya, thx😉😊

Empty HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang