Hm,
...
...
..
..
..
.
.
.Gk ada sih, selamat membaca! 😁
Author pov'
Dersy menoleh ke arah belakang. Dia memastikan bahwa orang itu benar benar seorang Eerwin. Ya. Dia tidak salah lihat.
"Ma..Maaf,Kakak ada perlu apa ya kesini?" Tanyanya gugup.
"Jadi maksudnya gua gak boleh kesini? Gitu?" Liriknya dengan senyuman mengetes.
"Bu.. Buk.. Bukan gitu. Maksud gue, hem, ah sudahlah. Gue panggil Kak Ben dulu ya," katanya gugup. Lalu lari terbirit birit menuju kamar Kak Ben yang tak jauh dari ruang tamu.
Eerwin yang melihat kejadian itu, hanya terkikik melihat Dersy yang salting."KA,BENNN....!!" Teriaknya dari balik pintu kamar mandi.
"APAAA!?..."
"Ngapain?? Lama amat, siih??"
"Lagi sikat gigi. Lo.."
"..Anj*ng!!" Sambungnya kaget.
"Ke.. Kenapa, Kak??!" Dersy meng- ambil tindakan lanjut dengan mendobrak pintu kamar mandi.
"Kak Ben kenapa??" Tanya nya khawatir. Disamping itu terlihat bahwa Kak Ben sedang bersender ketakutan di dinding kamar mandi.
"Iii...itu.. Aa.... Ada, kecoak ter- bang.." Tunjuknya merinding.
Kemudian Dersy mengambil obat nyamuk dan, akhirnya kecoak itu pun jatuh pingsan. Dia mengambil sehelai tissue dan membuang mayat kecoak itu ke tempat sampah.
"Iuwh, percuma jadi roti sobek, anak basket, macho, cool, tinggi di atas rata rata, suara bagus, tapi, sama kecoak aja masih takut, hahaha.." Ledek Dersy.
"Ish," desisnya sebal.
"Ih, paan sih lo ini? Temenin dulu dia, sana! Lo galiat gua lagi kayak gini?" Ben mengalihkan pembicaraan.
"Gak, ah! Ogah, buruan gih, ah..."
"Ya iya,"
Akhirnya Kak Ben dan aku keluar dari kamar. Dan menuju ruang tamu untuk menemui Eerwin.
"Yo!" sapa Kak Ben sok akrab.
Mr.Fairbroatherpun menanggapinya dengan ekspresi yang risih, "Ihh, apasih sok akrab,"
"Yaudah, kalo gakbab. Sono, keluar," canda Kak Ben.
"Ih, pundungan, Kaben pundungan,""Kak, Dercy ke atas ya. Mo belajar,"
Ben menatap geli ke arah adiknya itu,"Dih. Sok kerajinan. Ini gamau pizza?"
Dia menggeleng. Dan menuju kamarnya.
Nyesel gua bilang enggak! Gerutunya dalam hati seraya menaiki anak tangga.Dersy pov'
Esoknya. Aku bersegera menuju sekolah dengan Kak Ben. Aku selalu berjalan melewati koridor ruang guru, yang dekat dengan kantin, sebelum memasuki kelasku. Entah kenapa, aku merasa akan terjadi sesuatu yang mengubahku. Atau mungkin banyak orang. Dan hari ini entah kenapa, banyak sekali orang yang sedang memiliki masalah. Contohnya, Clara Gweedon.
Clara duduk terdiam di koridor ke- las 11. Matanya yang sayu menunjun- kan bahwa dia sedang memiliki masa-lah dalam hidupnya. Aku tidak sendiri tidak tau apa masalahnya. Dia selalu terlihat bahagia. Mungkin dia bingung harus cerita ke siapa. Aku berharap itu tidak menganggu aktivitas belajarnya. Kau tau? Dia anak yang pandai. Selalu mendapatkan nilai tertinggi berturut - turut.
Its time to beginds the nineth lesson..
Ini di skip ya, langsung istirahat kedua, hehe.. //ganggu aja, lu, Thor -_-//:3🔴
Ah, sudah masuk. Habis ini Bk. Sepertinya aku harus masuk kelas sekarang.
Entah kenapa dikelas banyak sekali teman yang bermain lempar kertas. Tentu hal itu membuat kelas menjadi kotor. Guru Bk pun datang, dan memarahi kami. Memang sih, awalnya anak cowok yang main itu. Akhirnya anak cowok diminta untuk membereskan semua kekacauan. Akhirnya, mereka diminta untuk menuju kantor dan menulis nama mereka masing masing.
"Kasian amat sih, woy," tungkas Mellody kasihan.
"Ih, alay banget,sih. Main kayak gitu aja di panggil gitu,"Sheila membuka mulut.
Semua anak cewek yang di kelas mengintip lewat jendela. Aku bisa melihat tatapan mereka, bahwa mereka merasa iba. Ada salah satu dari mereka tidak melakukan kesalah itu. Namun harus menerima getahnya juga.
Alvan Macrouz, si ketua kelas datang.
"Woy, kata Bu Grace, semuanya!" Teriaknya dari depan pintu.
"Hah??!!"
"Kok semua? Kita kan gak ngapa - ngapain?!" Tanyaku dengan nada tinggi.
"Ya gak tau ya!" Tungkas Alvan seraya berjalan menjauh dari depan pintu kelas.
"Udah, kita gak salah. Gak perlu takut," kata Intan, nyelo.
Akhirnya kami semua menuju kantor guru dengan perasaan yakin, bahwa kami tidak bersalah.
Sebelumnya aku sempat berfikir. Mungkin ini yang di sebut solidaritas. Tidak memandang gender. Kalo anak cowok kena hukum, maka anak cewek pun juga.
"Kenapa bu? Kita kok di panggil?" Tanya Jouna Lesleie, wakil ketua kelas.
"Kita kan, gak ngapa ngapain." Tambah Vanny.
"Menurut informasi dari anak putra. Ada beberapa dari kalian yang main lempar lemparan juga,"
"Iya lo tu, Jouna. Lo tu juga mainan !" Alvan menunjuk Jouna.
"Ya gua kan, kesel gegara lo ngelempar kena gua terus. Masa sih, gua gak boleh bales?!" Jouna menggunakan nada tinggi.
"Ya sama aja lha, lo yang ngelempar!" Bentak Alvan.
"Dih, kok, lo ngebentak?" Sahutku kesal.
"Lha dia, gak tanggung jawab,"
"Lha, lo, yang mulai!" Jouna melotot geram.
"Udah! Sekarang kalian berdiri di sana!" Tunjuk Bu Grace ke arah lapangan. Di tambah lagi dengan teriknya matahari siang hari.
"Aih," keluh kami serempak.
"Iya. Gua yang ngelempar sampe ngelukain orang!" Kata Jouna sambil berjalan membentuk saf barisan. Sebenarnya, dia tidak melakukan itu.
"Lo tu apa sih, Van? Seenak jidat ngomong kayak gitu? Kan lo yang mulai duluan? Kita saksinya kok!" Sheila berbisik.
"Hm, gak tau ya. Lo jangan asal nyalahin gua aja. Yang ngomong gitu bukan cuma gua, dan yang ada lo deh yang seenak jidat ngomong," jawab Alvan sinis.
Rany dan Glady berjalan menuju arah kanan.
"Takut gua, woy," kata Rany berlalu dariku.🔴
"Cieee, yang panas panasan," ledek seorang kuli bangunan dari lantai empat.
Sontak, kami semua memandang sinis dia. Belagu! Kataku dalam hati.
"Loh, kenapa dek?" Tanya seseorang yang membuat kami menoleh lagi.
"Gak papa kok, Kak." Dusta Cordney.
"Mana mungkin kalian di jemur tanpa sebab," Katanya lagi.
"Hei, Mr.Rafzel!" Panggil Kakak itu seraya menunjuk Dhio(dibaca: Dhaio). Lalu dia berbincang dengan Dhio.
"Siapa sih?" Tanyaku ke Angnes.
"Itu Kak Darwin Zaymoxin. Anak basket, kelas 3, temennya Kak Eerwin, pacarnya Kak Pienny Annderson," jawabnya.
"Oh. Lo tau banyak ya?"
"Ya dong. Berkat mega ultra Stalker," ringisnya.
"Woy, ini nih, sikapnya harus ngapain sih? Kok kita dibiarin aja?" Inguie mengelap keringat di jidat dengan tangannya.
"Kalo kita sikapnya siap, tapi dia orang enggak gimana?" Sahut Angnes.
"Jadi kek, percuma. Gitu?" Tanyaku.
"Iya." Jawabnya dengan nada pasrah.
"Woy dek, lo, rang, kenapa?"
Suara itu? Terdengar familiar, pikirku. Lalu, aku melihat sosoknya lagi. Ya, Eerwin Fairbroather.
"Gak papa kak. Cuma salah paham aja," jawab Cordney lagi.
"Oh. Nikmatin aja, kalo udah biasa kayak gua. Lo orang kebel kok," katanya menganggap enteng. Hello? Ini baru minggu awal masuk, dan kita udah bikin masalah? Sama guru BK, pula.
Cuit,.. Cuit,..
"Panas panasan, gerak!"
Banyak sekali kakak kelas yang menyoraki dan menyiulkan kami.
"Anjir, lah, gua malu," kataku yang tak kuasa menahan ledekan mereka. Di tambah lagi, kuli bangunan itu tidak henti hentinya meledek. Sekolahku memang sedang direnovasi. Cuma di cat doang.
"Nak, makanya. Kalian itu udah dewasa. Kebiasaan anak SD jangan dibawa bawa ke sini. Ibu juga udah capek sama kalian. Kalian itu kelas terberisik. Nah, ini udah jadi pelajaran buat kalian, kalau biasanya kalian berisik sama gak serius. Ubahlah sikap kalian menjadi lebih dewasa, ya. Bisa?"
"Bisa," jawab kami berbarengan.
"Nah, sekarang kalian masuk kelas, yang tertib ya,"
Kami pun berjalan menuju kelas yang ada di lantai 2.
"Dek, kenapa?" Tanya salah satu kuli bangunan yang sedang memasang kabel. Seorang dari kami pun, tidak menjawabnya.
"Sekarang kalian istirahat dulu ya," kata Bu Grace lagi.
Kami pun bisu membisu. Seperti tidak ada orang yang ada di kelas. Hanya ada aku seorang. Karena bosan, aku melipat tanganku dan bertingkah seolah sedang tertidur.
Its time to beginds the tenth lesson,..
"Stand up please! Greet to our teacher!" Alvan memberi komando.
"Good afternoon, ma'am"
"Good Afternoon,"
Kami pun membisu kembali. Tidak seperti biasanya. Kelas selalu ramai. Mulut bagaikan terkunci rapat. Bahkan kami masih, saling sinis. Hanya ada suara gesekan kursi dan ketukan dari arah belakang yang mendominan.
Akhirnya, datanglah guru Bahasa Inggris. Suasana kelas kembali seperti semula. Kami kembali tertawa, bercanda, dan back to normal. Jouna sudah membaik. Wajahnya kembali seperti semula. Ceria. Wajahnya sempat memerah ketika menahan amarah.🔴
"Udah berapa kali gua saliman?" Alvan bertanya. Dia memang berkali kali bersaliman dengan Pak Bayu.
"Empat kali, lebih," jawabku dengan suara kecil. Dan benar saja, dia tidak merespon dan pergi keluar kelas.Aku perjalan menuju pintu kelas, dan beranjak pergi meninggalkan ruangan itu. Aku berjalan cepat menuju ruang tunggu. Seperti orang pada umumnya, sebelum di jemput. Bercekrama dengan teman menjadi prioritas utama bagi mahluk sosial. Ya, manusia.
Donya Popxyle, duduk di sampingku. Kami mengobrol layaknya orang lain, dia terus menggerutu tentang ulangan fisika yang dihadapinya hari itu, "Astagaaah. Fisika gurunya, siapa?"
"Mr.Andrew, gua besok ulangan fisika juga, Nya,"
Dia menyaranku untuk belajar lebih. Karena soalnya, "... Soalnya ganahann, mencret gua ngerjain tuh, soal dari beliau,"
Aku terkekeh mendengar perkataannya, "ya, mungkin, gua bisa belajar dengan tenang hari ini."
"Lho. Emang kenapa? Ada masalah? Cerita dong,"
Ingin rasanya berbagi kisah pilu dengan teman yang betul betul sudah kita kenal. Di tambah lagi, Donya, adalah teman SD ku, "Gue sih, pengen aja cerita. Tapi, udah di jemput. Dan itu kayaknya 'mak lo, deh,"
Donya pun bangkit dari tempat duduknya, "see you!" lambainya. Aku pun juga begitu.🔴
Aku berjalan dengan gontai menaiki anak tangga. Ku lempar tas dan iPhoneku ke arah kasur. Ku tatap diriku yang terpantul di cermin yang berdiri dengan gagah di kamarku yanh serba warna putih-hitam polos. Sudah semakin panjang ya, rambutnya. Gumamku melihat ke arah rambut coklat tua itu. Sekarang sudah sebahu.
Linee... Lineee.. Linee... Line...
Linee..
Linee..
Linee..
Drttt... Drrtt.. Drrtt...
"Duhh. Apa sih diaorang ini, brisik bener..,"
Kubuka semua aplikasi itu. Betapa terkejutnya, ketika melihat bahwa pertengakaran tak kunjung selesai. Apa yang membuat ini kembali terjadi? Bukannya semua sudah kembali normal? Apa hanya untuk situasi saja?Sampai sini dulu yaaaa,..😀
Vote and comment+kritik ditunggu *slalu😄
Sayonara, di next part😃
KAMU SEDANG MEMBACA
Empty Heart
Teen FictionHey kamu, Iya kamu, Maaf ya kalau selama ini aku cuma memandangimu dari belakang. Dari tempat yang jauh darimu. Cuma bisa baper sendiri kalau diliat sama kamu. Punya dunia sendiri pas ketemuan sama kamu. Maafkan aku yang enggak berani mengungkapka...