1

48 3 1
                                    

'Ke disini aku pengen ngasih tau fakta tentang Eerwin nih, hehehe
Btw, selamat membaca ya🙂

Dersy's pov'

"Akhirnya, selama tiga hari, aku bisa ketemu sama kamu.. Oh, mejaku sayang.." Lagi lagi Alex membuatku elfel olehnya. Sikapnya terlalu berlebihan akan semua situasi. Ya, dunia memang ada kebalikannya tersendiri. Rajin berlawanan dengan malas, kaya berlawanan dengan miskin, cantik berlawanan dengan jelek, feminin berlawanan dengan tomboy, gentel berlawanan dengan (maaf) lekong.
"Ii..h, aku lupa pake faryuum, eh, Dersy. Bawa farfum gk?" Alex menepuk pundakku. Lucu melihat orang seperti yang berusaha mendapat perhatian dengan cara seperti itu, wait, lucu apa kasian? Kasian sih.
"Nih," kataku sambil memberikan far-fum yang sengaja aku tinggalkan di sekolah.
"Terimakasih, cantik.." katanya dengan suara yang dibuat buat. Aku hanya mengangguk.
"Kalo gak salah, ini farfum yang lo tinggal di sekolah. Lo, ga minat make, gitu?" Alex mulai menyemprotkan farfum dibagian ketiaknya. Jijik.
"Engga, gua gak suka sama bau yang kayak, begituan," tunjukku ke arah farfum yang harganya selangit.
"Serius??!! Buat gua ya!" seru Alex sambil merangkul kuat pundakku.
"Ya iya,"

🔴

"Woy, kutu aer!" Panggil seorang yang bersuara berat serak.
"Eh, elo, HAHA, dengkul kadal. Tumben datengnya pagi," jawabku yang seolah Frans, selalu datang kesiangan.
"Sembarangan lo! Btw, liat pr nya dong, hehe.."
"No, you kerjain aja sendiri. Gua udah capek nyontek Adiba!"
"Asem," jawabnya singkat namun memiliki seribu arti. Akhirnya, aku meminjamkan Pr fisika yang dua puluh menit lamanya ku salin dari Adiba. Kasihan ngeliatnya, mukanya melas.
"Anjir, banyak amat,seh? Mana tulisan lo, jelek lagi," Frans menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Seharusnya, lo mikir dan berterimakasih sama,Adiba, gimana susahnya Adiba ngerjain semua itu! Ditambah lagi gua capek nulis" kataku sok bijak.
"Lo juga mikir kali!" balasnya.
"Tapi yang harus banyak mikir sih, e-lo,ya," aku memberikan senyuman dengan tatapan kemenangan.
"Serah,lo!" Frans langsung berkutat pada buku miliknya.
Sudah hampir lima menit kami duduk disini. Tapi, Zia belum datang? Well, Zia itu menurutku, anak yang super girly. So, ya, wajar sih, persiapannya lama. Belum lagi, terkena macet. Anyway, ntah kenapa, Frans dan Zia mau berteman sekaligus bersahabat denganku. Padahal, aku ini bisa apa? Frans, anak basket dan selalu mendapatkan medali emas setiap kali bermain dalam suatu perlombaan. Sedangkan Zia, adalah anak teladan sekolah, padahal baru masuk kelas 10. Terkadang aku merasa konyol, ketika mendengar curhatan mereka, walau tidak lengkap bertiga. Frans sangat menyukai Zia. Sedangkan Zia, juga begitu. Aku hanyalah sebagai penengah diantara mereka berdua, sekaligus penyambung hubungan mereka. Dan lucunya, mereka saling tutup mulut, dan mereka tampak tidak sama sekali menyukai. Mereka pandai berakting, ya?
"Hei, gaiss.." seorang gadis dengan seragam Osis lengkap dengan ransel super color, memasuki kelas X-F.
"Hai, lo baru dateng?" kepala Frans mendongak ke arah Zia sambil tersenyum tulus. Kelihatan sih, banget malahan.
"Modus pagii...." Godaku.
"Paan sih,lo?!" bentak Frans dengan wajah memerah, emosinya campur aduk. Sontak, seisi kelas melihat kearah kami bertiga. Zia yang merasa karena salahnya, segera mengambil tindakkan.
"S-sorry, gais.." Zia meminta maaf kepada satu kelas. Good person, right?
"Btw, lo udah ngerjain Pr dari Pak Ling?" aku mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Udah kok, kalian?"
"Udah. Noh, si dengkul kadal lagi otewe ngerjain," tunjukku dengan dagu.
"Oooh, ya ya,"
Its time to start the first lesson..
Itu artinya, jam pertama sudah di mulai, banyak dari teman sekelasku masih subuk berkutat dengan Pr dari Pak Ling. Beliau adalah gurunya tak tanggung tanggung. Sekali memberikan pekerjaan rumah, langsung banyak, tapi, jarang sih.

🔴

"Apa, ini?!.. Kalian bukannya baris! Liat gak ini jam BERAPA??!!..," Bu Bella menggunakan nada tinggi dengan matanya yang melotot. The power of emak emak marah, membuat kami menurut dengan cepat.
Semua siswa yang ada di kelas itu, langsung berlari menuju depan kelas. Ini sudah menjadi tradisi di sekolah, setiap bell masuk dan istirahat, kami harus berbaris dulu sebelum guru masuk kelas. Kalian sudah tau kan, gimana reaksi mereka (bapak/ibu guru) kalau kita belum melaksanakannya. Akhirnya, ketua kelas kami, Richard, dengan cepat menyiapkan kami untuk berbaris.

Empty HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang