"Mine??!" Leo sedikit meninggikan suaranya ketika memanggil Harsya, betapa paniknya ia saat tidak menemukan Harsya di dalam apartemen ketika ia pulang.
Leo mengecek ke seluruh ruangan yang ada di dalam apartemen tersebut, mulai dari kamar mereka hingga dapur namun tidak juga ada tanda keberadaan Harsya.
Diraihnya ponsel di saku celana dan ia segera menekan angka dua pada speed dial untuk menghubungi Harsya. Ia ingin segera meluruskan semua hal menyebalkan yang diciptakan oleh Dion.
Suara dering ponsel terdengar tidak jauh dari tempat Leo berada, pria itu segera berjalan mendekat ke arah sumber suara yang ternyata menuntunnya ke balkon apartemennya sendiri. Leo bahkan terlalu panik untuk mencari Harsya disana.
"Hai L, sudah pulang? Lihat! Bintangnya banyak" kata Harsya yang memunggungi Leo bersandar pada pagar pembatas. Pandangan Harsya menatap ke atas, menikmati semua bintang yang jarang bisa ia lihat dari langit kota itu.
"Mine, aku sudah mencarimu daritadi. Kenapa kamu tidak menjawab panggilanku?" kini Leo berjalan mendekat ke arah Harsya, pria itu memposisikan diri berada di samping gadis itu dan ikut memandang langit dalam diam.
"Aku suka mendengar suara panikmu" hanya itu penjelasan Harsya. Gadis itu kembali terdiam menatap langit, tidak sekalipun ia menoleh untuk menatap Leo.
"Kamu selalu membuatku panik, Mine." Setelahnya, Leo merangkul pundak Harsya dan mengecup singkat pucuk kepala gadis itu.
Harsya tersenyum dalam pelukan Leo, ia memejamkan mata sejenak sebelum berkata, "Sana mandi, aku siapkan makan malam. Nanti kita lanjutkan lagi"
"Tapi Dion tadi-" Leo tidak perlu menyelesaikan kalimatnya karena Harsya sudah lebih dulu berbalik dan masuk ke dalam ruangan yang Leo tahu pasti gadis itu menuju dapur untuk memasak.
Tanpa membuang waktu lebih lama lagi, Leo segera beranjak ke dalam kamar mandi yang terletak di dalam kamar. Sebelum mandi ia mengosongkan semua isi saku celananya, termasuk sebuah kotak beludru merah yang isinya baru saja ia beli dalam perjalanan pulang.
"Stay here, you'll see your master soon," kata Leo pada kotak itu sambil menaruhnya di kabinet dekat kasur. Ia tidak khawatir Harsya akan masuk ke dalam kamar, karena ia tahu kebiasaan Harsya saat di dapur akan memakan waktu yang cukup lama.
Setelah mandi, Leo segera kembali ke ruang keluarga untuk mencari Harsya. Tepat seperti dugaan pria itu, Harsya sudah duduk manis di sofa depan TV sambil menonton pertandingan Bola. Gadis itu tidak menyukai olahraga tersebut, namun sudah menjadi kebiasaan Harsya untuk menemani Leo menghabiskan waktu menonton tayangan kesukaan pria itu.
"L, mana pemain nomor 4 yang kemarin? Dimana Coganku!" omel Harsya yang masih fokus menatap layar televisi, lebih tepatnya mencari pemain bola tim kesayangan Leo yang memiliki wajah diatas rata-rata.
"Cogan?" Leo mengambil tempat di sebelah Harsya, ia sandarkan bahunya pada sandaran sofa sambil mencari posisi yang paling enak untuk menonton pertandingan.
"Cowok ganteng, Ivana yang mengajariku kata itu," jelas Harsya sambil mengunyah popcorn yang tadi dibuat gadis itu.
"Oh," Leo tidak membahasnya lebih jauh, pandangan matanya beralih pada sepiring spagetti carbonara yang tersaji di meja di hadapannya.
"Kenapa cuma satu?" Leo mengambil piring tersebut dan kembali duduk ke posisinya semula.
"Lagi malas makan," kata Harsya disela kunyahannya, pandangannya masih lurus ke depan menghadap tv.
"Terus itu apa?"
"Camilan, L."
Leo terdiam sesaat, diliriknya Harsya sekilas sebelum beralih ke piringnya. Sangat jelas ini porsi dua orang, pikir Leo.
![](https://img.wattpad.com/cover/37141093-288-k632811.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Desire (The Sisters #3)
Romansa#The last journey of The Sisters Series# Harsya Andreas Mahardika, putri bungsu dari tiga bersaudara Andreas Mahardika. Sejak menyadari akan perbedaan yang terdapat di keluarganya membuatnya merasa apa yang selama ini dia percaya tidaklah seindah k...