satu

886 35 6
                                    

jika kau telah merasakannya, Cepatlah. Karena cinta tak suka menunggu

"Sstt, gista! ntar malem jadi kan?" Esa bicara padaku dengan nada setengah berbisik. Aku hanya menjawabnya dengan anggukan kepala. Merasa tak puas dengan anggukanku, satu bola kertas pun berhasil tepat mendarat di kepalaku.

      Aku terpaksa menoleh. "Cerewet" kataku singkat lalu segera fokus kembali ke depan.

Memeperhatikan kembali pelajaran yang berlangsung, lengkap dengan guru killer yang siap menghukum dan memotong nilaiku jika aku ketahuan tidak berkonsentrasi mengikuti pelajarannya.

       Esa memang sangat gila. Tapi aku suka sifat gila itu. Aku suka sifatnya yang hiperaktif, nekad, cuek, dan terkesan santai.   

     Bertolak belakang memang dengan sifatku, tapi itulah yang membuatnya menjadi seru. Baiklah, kenapa aku terlalu banyak memujinya?!

        " Gue jemput jam 7 dan lo harus udah siap" Esa membicarakan topik ini lagi.

Entah kenapa, akhir - akhir ini aku merasa  Esa sangat bersemangat bila akan pergi bersamaku. Seperti hari ini,dia sudah membahas lebih dari 5 kali.

      Entah karena aku yang terlalu peka atau dia yang memang menunjukkan reaksi yang agak berlebihan .

      Aku tak mau ambil pusing. Karena sejujurnya aku juga merasa antusias bila pergi bersamanya. Dimana pun dan kapan pun, pergi bersamanya selalu terasa menyenangkan dan nyaman.

      Bahkan lebih nyaman daripada saat aku pergi bersama   Denis,pacarku. Terdengar jahat memang, tapi sungguh aku memang merasa seperti itu saat ini.

    " Lo denger gue kan gista?" Esa kini menatapku yang dari tadi hanya melamun karena teringat hal itu lagi.

     "Apa? Bisa diulang? Sorry, gue lagi nggak konsen" kataku lalu melahap makanan yang sedari tadi hanya ku pandangi

     " Lo kenapa? Lo sedih gara - gara Denis nggak ngajak lo  keluar malem ini? Pas. Dia begitu tau apa yang ku pikirkan.

      " Nggaklah, gue nggak apa - apa. Dia bilang malem ini ada acara keluarga" aku menjawab sekenanya.

       " Terlalu klise. Dan lo percaya semudah itu?" Nada bicaranya seperti mengejek.

      " Tapi kita harus tetep mengutamakan asas praduga tak bersalah kan?" Aku tertawa hambar. Untuk mencairkan suasana yang seolah menegang ini.

     Tapi, Esa ada benarnya juga, terlalu klise. Denis sebenarnya juga bersikap dingin denganku akhir - akhir ini. Dan aku juga merasa kesal dengan kelakuan adik kelasku yang selalu mencari kesempatan untuk mendekati Denis.

      Kapten basket, pastinya tinggi, keren, dan termasuk dalam jajaran cowok populer di sekolah, siapa yang tak mau jadi pacarnya? Sudahlah, aku tak mau pusing lagi. Aku harus bergegas karena jam istirahat sudah hampir habis.



**

     Jam 7.15 " liat, sekarang siapa yang terlamat?" Gerutu ku kesal saat Esa belum juga menampakkan dirinya untuk menjemputku.

   " Hehehe, sorry . Tadi macet dikit. Lo taulah. Cuma 15 menit kan?" Dia tersenyum cengengesan kepadaku.

    ' Panjang umur 'gumamku.
"Baiklah, ayo cepat" kataku sambil menarik tangan Esa

        Setelah beberapa menit di perjalanan, kami pun sampai di depan gedung bioskop. Kami rencananya akan menonton film komedi yang telah ditunggu - tunggu Esa. Aku lupa judulnya

       Tiba - tiba, Esa meraih tanganku. " Ayo masuk!"  Kata Esa yang terdengar begitu bersemangat

       Aku hanya memandangi genggaman itu. Terasa sediit erat. Tapi aku membiarkannya, tak masalah. 'Dia sahabatku kan? Tak ada yang salah', gumamku lagi.

       Aku sebenarnya tak terlalu suka menonton film komedi, aku lebih suka menonton film romantis. Tapi aku tak mungkin menyeret Esa untuk menonton film kesukaanku.

Malam ini kan dia yang mengajakku, jadi aku tak bisa mengubah agendanya.

       Ditengah - tengah diputarnya film itu, aku merasa ada yang aneh.
   
     

Don't Be Stupid! It's LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang