3. Whistle

43 4 0
                                    

Aku terbangun saat kami sudah tiba di lokasi dimana kami akan memulai pendakian. Entah gunung apa yang ada didepan kami, karena seumur hidupku aku tidak pernah mendaki dan tidak terlalu tahu nama-nama gunung.

Setelah kami semua sudah keluar dari bus, kami berkumpul disebuah lahan yang lumayan luas dan rupanya dikelilingi oleh jurang. Satu persatu mereka mulai melepas jaket yang digunakan karena harinya mulai terasa panas. Aku sendiri sudah melepas sweater rajutku saat didalam bus dan mengikat rambutku asal. Matahari sudah mulai meninggi, perjalanan kami tadi pastilah sangat panjang karena kami tiba pukul 9.20 pagi.

Kami diberi pengarahan tentang mendaki gunung dan bagaimana reboisasi ini akan dilakukan serta sambutan-sambutan dari beberapa perwakilan perusahaan yang mendukung organisasi. Aku baru sadar ternyata disekelilingku banyak warga yang ikut bergabung.

Aku bertepuk tangan dengan keras saat tiba giliran untuk Awan memberikan sambutan. Dari gayanya berbicara dan perkataan yang dia gunakan, aku jadi semakin kagum dengannya. Dengan gaya seperti itu, pantas saja dia dijadikan ketua organisasi.

Selesai acara sambutan dan lainnya. Kami mulai berdoa dan bersiap melakukan pendakian. Saat aku sedang mengenakan ranselku, seseorang menepuk pundakku, aku berpaling kebelakang.

"Dari Awan," Ben menyodorkan tas karton kepadaku. "Makasih," Ben mengangguk kemudian berlalu.

Saat aku melihatnya, ternyata isinya adalah sebuah rompi organisasi berwarna hijau daun. Lambang dan slogan ORPAS tertera dibagian punggungnya. Dan dibagian dada kanan terdapat lambang ORPAS, sementara didada kiri terdapat namaku.

Lucciola Rizky S.

Dengan bangga aku langsung memakainya, tapi setelah aku melihat sekeliling ternyata hampir semua anggota organisasi sudah memakainya terlebih dahulu.

Senyumku langsung hilang.

Setelah turun dari bus tadi, aku tidak lagi berbicara dengan Awan. Aku hanya melihatnya dari kejauhan, dia tampak sangat sibuk. Dan sesekali aku melihatnya sedang mengobrol dengan pria-pria tua yang kuduga pastilah bos-bos pendukung organisasi maupun orang-orang penting lainnya.

Pukul 10.15 kami mulai mendaki. Aku mendaki bersama Yeni. Didepan kami Triska dan Mega, sementara dibelakang ada Yoga dan Faisal.

Awalnya aku memang sangat bersemangat karena ini adalah pengalaman pertamaku, lalu setelah setengah jam kemudian aku mulai merasakan sakit di kedua kakiku. Jangan lupakan fakta bahwa kakiku lecet karena lari.

Saat aku melihat kearah yang lain, mereka tampak sangat menikmati perjalanan, berkali kali aku melihat Yeni memejamkan matanya dan tampak menghirup udara segar dengan penuh penghayatan. Begitu juga dengan Faisal dan Yoga yang sejak tadi tidak berhenti bicara. Lain lagi dengan Triska dan Mega yang saat aku mencuri dengar, ternyata mereka sedang membicarakan perihal drama Korea.

Intinya, mereka tampak santai sementara aku merasa kelelahan yang berlebihan dan lecet dikakiku mungkin tambah parah, karena sejak tadi aku menahan sakit yang luar biasa. Mungkin didalam sepatuku, kakiku sudah berdarah.

Tidak sampai disitu. Jalanan yang menanjak serta dipenuhi akar pohon ditambah tas ranselku yang luar biasa berat membuatku merasa kalau diriku bisa saja terjengkang kebelakang setiap saat.

Apalagi rekor berjalan tanpa tersandung walau hanya sekali saja yang kumiliki tidak ada. Yah, bisa dibilang aku sedikit ceroboh saat berjalan kaki, sekali jalan-jalan biasanya aku pasti mengalami yang namanya terpeleset maupun tersandung, meski di permukaan yang rata, tanpa bebatuan pun, aku bisa saja tersandung kakiku sendiri. Jadi aku benar-benar merasa setiap detik yang kami lalui terasa hampir seabad lamanya. Dan setiap langkah yang kuambil jadi semakin berat.

The Star And The Firefly Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang