2. Greentea Latte

32 3 0
                                    

Adinata POV

Aku duduk di sebuah ruangan, menatap layar PSP dengan perasaan agak kecewa.
"Game ini pun sudah tamat," gumamku sendiri.

Adinata Revano Berwyn itulah namaku. Tapi jangan salah sangka, aku tidak pernah dipanggil Adi, Dina, ataupun Tata. Nama panggilan ku adalah Nata. Aku adalah seorang CEO sebuah perusahaan game terbesar di Indonesia. Bermain game adalah hobi dan pekerjaanku.

Terdengar bunyi ketukan pintu yang terbuat dari kayu besi bercat hitam. Penghubung antara ruang kerjaku dengan ruangan sekretaris.
"Pak, waktunya jam makan siang." Suara Winan sekretaris sekaligus sahabatku memecahkan keheningan ruangan kerjaku.

"Apaan sih, lo kira gue bapak-bapak?"

"Hahahaha yok deh, gue udah laper banget nih."

"Iyaiya cerewet lo ah."

Aku sebenarnya sedikit risih dengan tatapan para karyawan wanita ketika kami dalam perjalanan ke Cafetaria. Aku pun tidak ambil pusing dengan beberapa karyawan yang sok kenal sok dekat kepada ku dengan cara menyapa sambil memberikan tatapan genit mereka. Mereka kira dengan lipstick merah terang dan pewarna pipi yang mencolok itu bisa memukau ku?
BIG NO !!
Malahan kalo ada yang namanya daur ulang boneka muka tebal, akan ku berikan uang berapa pun untuk mem-permak mereka semua.

Aku bingung kenapa banyak pria senang berpacaran dengan wanita yang bergelayutan manja di lengan mereka, dan selalu meminta dibelikan barang mewah. Lebih baik nge-game aja sepertiku, cuma butuh modal smartphone dan internet.

"Mukanya biasa aja kali. Mereka gak bakalan makan lo kok, Nat," ujar Winan sambil tertawa kecil.

"Lo tau sendiri kan gue orangnya gimana."

"Taulah, Lo itu orangnya kuper. Buktinya gak ada yang bisa deket sama lo kecuali game sama gue. Sampe-sampe ada gosip kalo lo tu maho."

"Gue gak peduli sama gosip-gosip basi kek gitu. Gue cukup sibuk sama kerjaan gue." Setelah sampai di Cafetaria kami pun memesan makanan, dan sedikit menyinggung mengenai project game baru perusahaan.

***

Pagi hari ini pikiranku selalu terfokus pada game baru yang akan dikeluarkan oleh perusahaan. Divisi perancangan sedang merencanakan pembuatan game baru bernama Penakhluk Wanita.

Entah mengapa aku menyetujui proposal yang diajukan oleh mereka waktu itu. Karena aku merasa bahwa game itu masih weird di kalangan gamer Indonesia dan aku mengkhawatirkan bila game itu tidak akan laku. Tetapi karena aku sudah menyetujui proposalnya aku tidak mungkin membatalkannya. Sebelum aku pergi ke kantor aku mendatangi Vemme Cafe, -cafe favoritku- untuk membeli greentea latte. Terkadang aku ke cafe ini untuk bermain game karena suasananya yang nyaman.

"Mbak ...," aku memanggil pegawai cafe itu tetapi ia sama sekali tidak merespon.

Setiap kali aku mampir ke cafe untuk bersantai, selalu kudapati bahwa karyawan wanita itu kerap melamun dan diselingi dengan hembusan nafas panjang. Lagi banyak masalah, mungkin?

Karyawan wanita itu cantik juga.

Hidung mancung dengan deretan giginya yang berbaris rapi, dagu lancip, rambut bergelombang sampai pinggang dengan tubuh proporsional dan lesung pipinya menambah kesan chic dan tidak bosan bagi pria yang menatapnya.

Dengan make up seadanya dan rambut disanggul menunjukkan lehernya yang jenjang. Seragam kerja berwarna dark blue itu juga kontras dengan kulitnya yang putih pucat dan mata coklatnya.

"Mbak ... Mbak ... Mbak," kataku berkali-kali.

"Ah iya Pak, ada yang bisa saya bantu?"

"Greentea Lattenya satu mbak."

"Tunggu sebentar ya, Pak."

Setelah pesananku selesai aku langsung pergi kekantorku. Beberapa menit kemudian, aku sampai diruangan kantorku.

Tok ... Tok ... Tok
Kepala divisi perancangan pun masuk setelah kupersilahkan.
"Maaf Pak, jika saya mengganggu. Saya ingin menyampaikan, bahwa game Penakluk Wanita telah kami selesaikan. Apakah Bapak ingin mencobanya?"

"Sudah selesai ya? Baiklah, akan saya coba nanti."

"Iya. Permisi, Pak." Sambil menyerahkan PSP berisi game tersebut, si pegawai pamit undur diri ketika aku menganggukan kepalaku. Aku melirik sebentar PSP yang ada di atas mejaku dan hendak meraihnya. Tetapi pemberitahuan meeting oleh Winan menghentikan kegiatanku.

Sehabis meeting aku berniat mengunjungi cafe untuk beristirahat sebentar. Sambil membawa PSP, aku melajukan mobil mewahku dengan kencang.

"Akhirnya sampai juga," batinku sambil bersandar dikursi cafe yang menghadap kearah sudut jalanan itu.

"Selamat siang, Pak. Mau pesan apa?" tanya pegawai cafe.

"Aku belum ingin memesan."

"Baiklah, Pak."

Aku mengeluarkan PSP ku dan menggeser tombol powernya. Inilah saatnya aku untuk mencoba game Penakluk Wanita itu. Awalnya aku lancar-lancar saja memainkannya sampai titik dimana aku salah menjawab pertanyaan dari wanita itu dan menyebabkan aku harus mengulangnya kembali. Game ini benar-benar membuatku emosi.

“Permisi, Pak. Apakah Anda sudah ingin memesan?” ujar pegawai yang tadi menanyaiku.

“Belum! Aku masih belum mau memesan! Kan aku sudah bilang tadi. Nanti saat aku ingin memesan aku akan langsung memanggilmu!” kataku dengan kesal.

“Aku kan hanya bertanya! Dan itu kewajibanku sebagai pegawai. Kenapa Anda membentak? Anda tidak diajar sopan santun hah? Oh ya kalau Anda hanya ingin menumpang duduk disini Anda lebih baik pergi saja!”

“Terserah!” Aku meninggalkan cafe itu dengan kesal sekaligus menyesal. Aku tidak pernah membentak orang lain apalagi wanita.

27 Mei '16

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 27, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Connecting to YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang