Camden Market

72 5 5
                                    


Malam hangat musim semi menyisakan embun yang ditimpakan di atas pucuk-pucuk daun Maple. Angin bertiup menerbangkan daun-daun tua berwarna kuning kecokelatan.
Julia dapat menangkap bunyi serangga-serangga kecil yang berjalan dengan kurang ajar di bawah tempat tidurnya.
Ia juga mendengar suara derap langkah kaki yang diseret bersamaan dengan irama sayup-sayup suara burung yang melintasi tempat itu. Ia menahan napasnya beberapa detik, lalu dengan enggan membuka pintu kamarnya.

"Robin?! Apa yang kau lakukan di sini?" Julia menatap kulit pucat Robin di bawah temaramnya lampu.

"Entahlah. Jika tidak berubah pikiran, kita masih punya waktu tiga sampai empat jam sebelum sarapan dimulai. Bagaimana?" Bocah laki-laki berambut pirang itu berkata dengan nada sok pintar.

" Tentu saja! " Julia berlari menuju lemari pakaian dan mengambil jas hujan warna kuning terangnya.

" Kau gila! Ini musim semi dan untuk apa jas hujan bodoh itu?" Robin menekan suaranya pada kalimat terakhir yang ia ucapkan.

" Ohh, Robin kumohon! Apa Hary akan membiarkan kita keluar asrama jam lima pagi?" Ucap Julia sembari berkacak pinggang.

" Tukang kebun tua itu tidak akan mempermasalahkannya. Lagi pula dia juga akan menutup mulut untuk hal yang tidak menguntungkan dirinya! Dan setahuku, warna jas hujanmu itu semakin membuka kemungkinan kita untuk tertangkap! " Julia tampak seperti berpikir keras. Akhirnya ia melemparkan jas hujannya ke rak tumpukkan buku.

" Well, hari ini kau menang! Jadi sekarang kita akan keluar lewat pintu mana? "

" Aku tahu pintu yang mengarah ke taman luar. Kita bisa lewat sana."

"Aku belum pernah mendengar pintu itu. Di mana lokasinya?" Julia merapikan rambut panjangnya yang dibiarkan terurai.

" Di dekat ruang kepala sekolah." Robin berkata pelan setengah berbisik.

" Sekarang kau yang gila! Dia mungkin berada disana. Sebulan yang lalu aku mendengar dia terkena insomnia. Kita bisa tertangkap dan dihukum di depan murid lain. Ohh.. itu akan membuat reputasiku hancur!" Julia hampir saja meledak di depan Robin

" Pelankan suaramu. Itu tidak akan terjadi. Aku mengintipnya tertidur pulas di sofa dekat perapian. Jadi keputusannya, mau ikut atau tetap berdiri seperti pecundang? "

" Hmm, kuharap ini keberuntungan kita." Julia menoleh ke belakang sebentar. Teman-teman sekamarnya masih tidur, dan semoga hal bagus selalu datang padanya. Setelah semua dirasa aman, ia dengan pelan menutup pintu kamar. Mereka berdua kemudian menyusuri lorong-lorong gelap di sepanjang koridor asrama. Beberapa kali Julia hampir jatuh karena menabrak tubuh Robin yang berhenti melangkah dengan tiba-tiba.

Asrama sekolah benar-benar seperti ruangan bekas jajahan. Dingin dan sunyi. Tidak ada satu pun tanda-tanda kehidupan. Hanya beberapa kali terdengar suara dengkuran.

Julia dan Robin sampai di ruang utama dengan jendela-jendela yang dibuat dari kaca transparan sehingga cahaya bulan dapat leluasa masuk.

" Di sini sedikit lebih terang." Julia tersenyum kecil. Ia meraba ke kiri dan kanan. Jantungnya seperti berhenti berdetak saat tak mendapati Robin di sampingnya.

" Robin, ini tidak lucu! Di mana kau pengecut?!" Suaranya tampak bergetar.

"Sssttt.. Diam, dan berhentilah memanggilku pengecut!" Robin berkata dengan nada kesal. Julia meringis sambil mengendap-endap ke arah Robin yang berdiri di samping replika patung Fir'aun dari Mesir.

Julia dan Robin kembali berjalan pelan-pelan agar tidak menimbulkan suara. Mereka sangat senang ketika melihat ruangan kepala sekolah dalam keadaan gelap. Itu pertanda baik.

Kini kedua bocah itu sudah berdiri tepat di depan pintu yang Robin yakini mengarah ke taman luar. Julia menelan ludah saat melihat goresan benda tajam yang ada di beberapa bagian dari pintu tua itu. Pintu itu dikunci.

"Robin, kau tahu cara membukannya?" Julia mencibir ke arah bocah laki-laki berambut pirang itu. Ia lalu mengeluarkan sesuatu dari saku celana panjangnya. Sesuatu yang dingin dan berat. Julia semakin membeku saat benda di tangan Robin itu masuk ke dalam lubang gagang pintu. Setelah diputar beberapa kali terdengar bunyi 'klik' dan pintu terbuka.

Seperti sudah dikurung sejak ratusan tahun, udara lembab dan apek menyeruak dengan tiba-tiba ketika kaki Robin melangkah masuk ke dalam ruangan gelap yang dibatasi pintu tua itu. Julia mengikuti Robin dari belakang dan mulai menyalakan senter saat pintu sudah ditutup rapat seperti sedia kala. Ruangkan itu sangat sempit, sehingga hanya cukup dilewati oleh satu orang. Robin mendengus saat inderanya mencium bau tikus busuk.

"Menurutmu lorong ini berfungsi untuk apa?" Tanya Julia tiba-tiba.

"Menurutmu kita lewat sini untuk apa?" Robin terus berjalan seolah sudah ratusan kali melewati lorong gelap itu.

"Yahh, kukira aku sudah tau jawabannya. Untuk kabur."

"Julia kumohon berhentilah menanyaiku dengan pertanyaan yang kau sudah tahu jawabannya. Ngomong-ngomong ini akan memerlukan waktu agak lama. Kau tau mengapa?"

"ehem.. Pintu yang kita lewati terletak di lantai tiga sementara taman luar terletak di halaman lantai dasar. Tapi seharusnya kita menemukan jalan ke bawah atau setidaknya semacam tangga. Menurutmu bagaimana? " Robin berhenti melangkah dan membalikkan badannya menghadap ke arah Julia.

"Pertanyaan yang bagus! Kita akan mencari jawabannya nanti." Robin kembali membalikkan badan dan fokus dengan jalan di depannya. Beberapa kali ia mengomel karena Julia tidak mengarahkan senter ke depan dengan baik.

Sesaat kemudian Julia dan Robin sudah berada di antara semak-semak belukar yang beraroma tanah dan rumput basah. Mereka berdua hampir saja berhenti bernapas, saat Hary melompati pagar gerbang asrama sekolah dan masuk ke dalam ruang kerjanya yang terletak di dekat gubuk kecil tempat penyimpanan benih-benih tanaman kebun dan menutup pintunya dengan kasar.

"Kurasa dia laki-laki tua yang frustasi" Robin tersenyum sinis dan perlahan dengan sangat hati-hati mulai berjalan mengendap-endap meninggalkan tumbuhan liar yang membuatnya terganggu. Julia kemudian mengikuti Robin. Jantungnya berdetak kencang, takut kalau-kalau Hary atau siapapun menemukan mereka sedang berjalan seperti seorang pencuri.

"Sial! Gerbangnya dikunci!" Robin menendang rumput glagah di depannya yang kian merimbun.

"Apa kunci induk itu tidak bisa digunakan?" Julia berkata setengah berbisik.

"Aku akan mencoba." Robin tampak berkeringat ketika mencoba memasukkan benda berat itu ke lubang kunci.

#kira-kira bagaimana cara robin dan julia bisa keluar dari asrama sekolah?? I need your comment😊

To be continued---->

Tales Of Terror From The Lost Hospital (Julia And Robin's Adventure)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang